Kabareskrim: KPK Tak Mungkin Ambil Alih Kewenangan Kasus Korlantas
JAKARTA, KOMPAS.com -
Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komisaris Jenderal
(Pol) Sutarman mengatakan bahwa KPK tak mungkin mengambil alih
kewenangan kasus dugaan korupsi Simulator SIM. Hal itu mencermati isi
Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK).
"KPK punya kewenangan untuk mengambil alih yang tertuang
dalam pasal 8. Tetapi pasal 8 ini syaratnya kan pasal 9, sepanjang kasus
tidak ditangani, ditelantarkan dan sebagainya. Tapi, ini kita cepat
tangani. Mungkin
enggak diambil?
Enggak mungkin," ujar Sutarman yang ditemui usai shalat tarawih di Masjid Al-Ikhlas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (7/8/2012) malam.
Menurut
Sutarman, Pasal 9 menyebutkan, pengambilalihan penyidikan dan
penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi dengan alasan:
- a. laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
- b.
proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau
tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan;
- c. penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya;
- d. penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi;
- e. hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau
- f.
keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan,
penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan
dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Sutarman, hal tersebut
telah dipenuhi Polri. Sehingga KPK pun tak dapat mengambil alih. Ia pun
mengembalikannya pada Undang-undang Dasar nomor 8 tahun 1981 tetang
Hukum Acara Pidana. Ia bersikeras tetap melanjutkan penyidikan karena
tak ada satu pasal pun dalam KUHP yang menyatakan Polri harus
menghentikan penyidikan.
Dikatakan Sutarman, yang diperdebatkan saat itu hanyalah Undang-undang KPK dalam pasal 50 ayat 4 yang berbunyi:
"Dalam
hal penyidikan dilakukan secara bersamaan oleh kepolisian dan/atau
kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi, penyidikan yang dilakukan
oleh kepolisian atau kejaksaan tersebut segera dihentikan."
Sutarman
pun menegaskan tak dapat menghentikan penyidikan karena telah menahan
para tersangkanya pada Jumat (3/8/2012). "Itu yang diperdebatkan pasal
50 ayat 4, tapi di mana saya harus menghentikan? Kalau saya sudah
menahan orang, bagaimana menghentikannya? Tidak ada satu pasal pun.
Pasal 109, kalau tidak cukup bukti dan sebagainya, KUHAP. Tapi ini
buktinya cukup, dari mana saya bisa menghentikan? Tidak bisa,"
tandasnya.
Sutarman mengingatkan bahwa para pimpinan, Kapolri
Jenderal Timur Pradopo dan Ketua KPK Abraham Samad telah sepakat pada
pertemuan, Selasa (31/7/2012) di Mabes polri. Penyidikan yang
dilanjutkan Polri pun atas dasar kesepakatan saat itu.
"Yang
ditangani polisi DP (Didik Purnomo), pejabat pembuat komitmen sampai
dengan ke bawah. Itu sesuai dengan komitmen pertemuan Pak Kapolri
tanggal 31 Juli. Kesepakatan pimpinan itu adalah perjanjian moral, yang
itu lebih tinggi dari segalanya," terang Sutarman.
Sutarman
menuturkan, jika tidak juga ada kesepakatan atau tak ada titik temu, ia
siap menyelesaikan di peradilan. Namun, Sutarman belum memastikan apakah
kasus tersebut akan dibawa ke Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung.
"Kalau memang itu dianggap tidak sepakat ya, selesaikan di peradilan,"
kata dia.