Sunday, March 31, 2013

FITRA: Pengelolaan Anggaran Polri Berpotensi Disalahgunakan

JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menduga ada ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran di tubuh Kepolisian Republik Indonesia. Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dana non APBN di Kepolisian tahun 2011 sebesar Rp 268,9 miliar. Dana ini, dinilai FITRA, berpotensi disalahgunakan.

"Dana non APBN ini digunakan secara off budget dengan pencatatan sendiri, di luar mekanisme pengelolaan anggaran," ujar Koordinator Advokasi Seknas Fitra, M Maulana, di Kantor FITRA, Jakarta Selatan, Minggu (31/3/2013).

Maulana menjelaskan, hal itu diatur dalam Undang-undang nomor 17 tahun 2003 dan Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Penggunaan dana tersebut akhirnya tidak disertai bukti pertanggungjawaban yang valid dan berpotensi disalahgunakan. Ia menambahkan, dana non APBN tersebut juga ditemukan tahun 2010 sebesar Rp 188,6 miliar.

Jika dibandingkan tahun 2011, terjadi kenaikan sebesar Rp 80,27 miliar. Dana non APBN Polri tahun 2011 itu terdiri atas dana pemeliharaan kesehatan Rp 120,3 miliar, dana samsat Rp 113,1 miliar, rumah sakit Rp 21,4 miliar, dana siap pakai Rp 8,5 miliar, Jasa Rahardja Rp 4,9 miliar, pengamanan objek vital Rp 410 juta, pelatihan satpam Rp 10 juta, dan sisa dana tsunami Rp 7 juta.

Oleh karena itu, menurut Maulana, Kementerian Keuangan harus menertibkan dana off budget yang dikelola Polri sebab belum diatur dalam mekanisme APBN. "Kementerian Keuangan harus segera menertibkan dana-dana off budget yang dikelola Polri, masuk ke dalam mekanisme anggaran APBN atau dicatatkan dalam dokumen anggaran negara," katanya.

Saturday, March 30, 2013

Mahasiswa Indonesia Juarai Kompetisi Keamanan Cyber


JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Indonesia kembali diharumkan di kancah internasional. Seorang mahasiswa S2 Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STIE) Institut Teknologi Bandung (ITB), Firman Azhari, telah memenangkan kompetisi keamanan jaringan komputer yang digelar Kaspersky untuk wilayah Asia Pasifik, Timur Tengah, dan Afrika.

Karya Firman yang berjudul "Detection of Security Vulnerability in Indonesia NFC Application" berhasil mengalahkan paper dari 14 peserta lain dan dinobatkan sebagai Paper terbaik.

Dalam karyanya tersebut, Firman banyak menjelaskan mengenai rapuhnya keamanan pada aplikasi-aplikasi yang menggunakan teknologi near field communication (NFC). Aplikasi-aplikasi tersebut bervariasi, mulai dari pembayaran untuk transportasi publik, hingga akses kontrol untuk gedung-gedung dengan standar keamanan yang tinggi.

"Saat presentasi, saya melakukan demonstrasi untuk memperlihatkan betapa cepat dan mudahnya mendapatkan data atau identitas seseorang menggunakan perangkat dengan sistem operasi Android. Tidak hanya untuk keperluan menyerang, saya juga menawarkan solusi untuk mengatasi orang-orang jahat di sekitar kita, agar tetap aman dari tindakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab," jelas Firman, seperti dikutip dari siaran pers yang KompasTekno terima, Sabtu (30/3/2013).

Atas kemenangannya ini, Firman, yang juga berprofesi sebagai Asisten Peneliti BlackBerry Innovation Center ITB, berkesempatan mengikuti Kaspersky's CyberSecurity for the Next Generation tingkat global dimana karyanya akan diadu melawan pemenang-pemenang dari wilayah Amerika, Rusia, dan Eropa pada bulan Juli 2013 nanti di Royal Holloway, University of London.

Dalam acara CyberSecurity for the Next Generation 2013 tingkat Asia Pasifik yang berlangsung pada 21 hingga 23 Maret 2013 lalu di National University of Singapore (NUS), Kaspersky mengadu 15 finalis dari berbagai negara, seperti Australia, Hong Kong (China), India, Indonesia, Jepang, Iran, dan Afrika Selatan. Masing-masing dari negara tersebut menempatkan 1 orang finalis.

Sedangkan Malaysia berhasil menempatkan 5 orang dan Filipina 3 orang finalis. Para peserta tersebut berasal dari berbagai tingkat pendidikan, mulai dari sarjana, master, hingga doktor.

Kompetisi tersebut dinilai oleh dewan juri yang terdiri dari peneliti ahli Kaspersky Lab, praktisi TI, dan jurnalis. Penilaian didasarkan pada tingkat keilmiahan dan metodologi, hubungan dan relevansi sosial, tujual dan analisis materi, nilai inovasi dan kepraktisan, serta penampilan pada saat presentasi.

Sunday, March 24, 2013

KPK : pengambilalihan kasus rekening gendut harus ada syarat

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menilai pengambilalihan penanganan dugaan rekening gendut perwira Polri di institusi penegak hukum itu tidak bisa langsung dilakukan karena harus ada syarat yang dipenuhi.

"Harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku sehingga tidak bisa langsung diambil alih," kata juru bicara KPK Johan Budi SP kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (20-3-2013).

Dia mengatakan salah satu syaratnya adalah institusi penegak hukum yang menangani kasus tersebut merasa ada intervensi dalam penanganannya.

Dalam pasal 8 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan.

Dalam Pasal 8 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.

Selain itu dalam pasal 8 ayat (1a) disebutkan dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang memberikan saran kepada pimpinan instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang melaksanakan pelayanan publik untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengawasan, penelitian, atau penelaahan, pelaksanaan tugas dan wewenang instansi tersebut berpotensi korupsi.

Dalam pasal 8 ayat 3 disebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan, Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Selanjutnya dalam Pasal 9 UU nomor 30 tahun 2002 itu merinci mengenai alasan pengambilalihan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi, seperti dalam ayat (a)

bahwa laporang masyarakat mengenai tindakan pidana korupsi tidak ditindaklanjuti. Dalam ayat (b) disebutkan proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Di dalam ayat (c) Pasal 9 disebutkan penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya, lalu dalam ayat (d) penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi.

Selanjutnya dalam ayat (e) dikatakan hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau dalam ayat (f) keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sebelumnya, Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) mendesak KPK mengambil alih penanganan kasus dugaan rekening tidak wajar atau rekening gendut di Polri.

"Kalau kita berharap kasus itu disidik Polri maka menjadi sia-sia. Kenapa dulu kasus ini diserahkan ke KPK agar lembaga itu yang bisa menyidik kasus tersebut," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Oce Madril di Jakarta, Selasa (29/1).

Melalui kewenangan supervisi yang dimiliki KPK, menurut dia lembaga antikorupsi itu bisa mengambilalih kasus tersebut. Dia menilai, KPK merupakan lembaga yang paling pas menindaklanjuti kasus tersebut karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Oce, kasus itu bisa diambilalih karena penanganannya terkatung-katung di Kepolisian. Dia menegaskan, kasus itu tidak dilanjuti kepolisian sudah diprediksi sejak awal karena akan terjadi konflik kepentingan didalamnya.

Friday, March 22, 2013

Kemenkumham-KBRI Swiss koordinasi kejar aset Century


Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Swiss meningkatkan koordinasi terkait pengejaran aset Bank Century.

"Kerja sama yang sudah dilaksanakan sebelumnya dan tentu saja untuk memperbaiki koordinasi antara Kemenkumham dan KBRI di Swiss," kata Wamenkumham Denny Indrayana di Jakarta, Kamis.

Selanjutnya kedua belah pihak melakukan langkah-langkah ke depan terkait pengejaran aset Bank Century yang berada di Swiss, katanya.

"Pada dasarnya koordinasi sudah berjalan cukup baik dan memang dalam waktu dekat kami memang akan ke Swiss untuk bertemu dengan otoritas di sana yakni Kementerian Kehakiman," kata Denny.

Sebelumnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 tahun 2012 tentang pengembalian aset hasil tindak pidana Bank Century di luar negeri.

Dalam Perpres tersebut, Presiden menugaskan tiga menteri yakni Menkumham Amir Syamsuddin, Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi serta Jaksa Agung Basrief Arief. Sedangkan ketua tim terpadu untuk pemburuan aset kasus Bank Century dipimpin oleh Wakil Jaksa Agung Darmono.

Sementara itu, Dubes RI untuk Swiss, Djoko Susilo mengatakan bahwa pengejaran aset Bank Century sudah dilakukan dan fungsi KBRI mewakili kepentingan negara termasuk bila ada masalah hukum, keimigrasian, perdagangan dan sebagainya.

"Kita mencoba melakukan aset recovery dengan sistem hukum yang berbeda maka akan kita perjuangkan dan yang memfasilitasi untuk aset Bank Century," kata Djoko. (S035/Z002)

Wawali Bandung Belum Pastikan 2 Orang yang Ditangkap KPK Pegawai Pemkot

Afitia Nurmasari - detikNews
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengamankan dua orang selain Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tejocahyono dan kurir Asep, yakni HNT dan PPG. Dua orang tersebut dikabarkan merupakan pegawai di Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

Berdasarkan informasi tersebut, Wakil Walikota Bandung, Ayi Vivananda mengatakan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan apakah benar dua orang tersebut merupakan pegawai di Pemkot Bandung.

"Sampai saat ini saya masih menelusuri informasi tersebut," ujar Ayi kepada wartawan di Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/3/2013).

Selain itu, Ayi juga mengatakan, saat ini dirinya masih menunggu konfirmasi dari KPK terkait status dua orang yang diduga PNS di Pemkot Bandung. Terutama untuk kasus yang menjerat kedua orang tersebut.

"Kami belum mendapatkan informasi KPK soal penangkapan dan soal inisal HNT tersebut juga belum tahu. Tapi kalau memang benar (PNS Pemkot Bandung), saya prihatin," katanya.

Ayi mengatakan, salah satu dinas di Pemkot Bandung, yaitu Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) memang ada didatangai oleh petugas KPK. Namun petugas tersebut tidak ada mengambil satu dokumen pun dari ruang dinas tersebut.

"Berdasarkan informasi dari staf DPKAD, memang ada yang mendatangi kantor DPKAD sekitar 5 orang pukul 17.00 WIB tadi. Tapi tidak ada berkas yang diambil dan soal inisial ini juga belum tahu," jelasnya.

Jika kedua orang tersebut memang ditangkap berkaitan dengan suatu kasus, lanjut Ayi, maka Pemkot Bandung akan tetap memberikan pendampingan dan advokasi untuk keduanya.

"Sampai saat ini kita masih berpegang pada asas praduga tak bersalah. Kalau memang ada keterkaitan degan kasus tertentu, pihak Pemkot akan memberikan pendampingan dan advokasi," ujar Ayi.

(jor/fdn)

Polri: Harta Djoko Susilo Urusan KPK


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi gencar menyita aset milik Irjen Djoko Susilo yang diduga berasal dari hasil korupsi dan pencucian uang senilai milyaran rupiah. Menanggapi penyitaan aset Djoko Susilo, Polri memilih enggan berkomentar.
"Masalah itu (Penyitaan) bukan urusan kami. Kami serahkan pada KPK," ujar Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Suhardi Alius dalam jumpa pers di kantornya, Sabtu (16/3/2013).
Saat disinggung mengenai asal total aset Djoko senilai milyaran rupiah, Suhardi tetap enggan berkomentar. Menurutnya, penelusuran asal aset Djoko tersebut adalah tanggungjawab lembaga anti korupsi. Pihaknya menyerahkan semua urusan Djoko ke KPK.
"Sekali lagi no comment, itu sudah bagian KPK,"tegasnya.
Sebelumnya, KPK sudah menyita 12 rumah yang tersebar di 6 kota yakni 4 rumah di Jakarta, 1 rumah di Semarang, 3 rumah di Solo, 2 rumah di Yogyakarta dan 2 rumah di Depok Jawa Barat. Lembaga antikorupsi juga telah menyita enam bus milik Irjen Djoko. Total aset Djoko yang kini disita KPK berjumlah 39 aset.
Menurut KPK, penyitaan dilakukan agar tidak ada perpindahan aset selama proses hukum di KPK masih berjalan. Meski demikian, rumah-rumah yang disita itu tetap boleh ditempati penghuninya.
KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM. Mantan Kepala Korlantas Polri itu diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain yang merugikan keuangan negara.
Dalam pengembangan penyidikan, KPK menjerat Djoko dengan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Modus pencucian uang Djoko diduga dilakukan melalui pembelian aset berupa properti, baik tanah maupun lahan, dan diatasnamakan kerabat serta orang dekat Djoko.
Berdasarkan informasi dari KPK, nilai aset yang diperoleh sejak 2012 mencapai Rp 15 miliar. Sementara nilai aset yang diduga diperoleh sejak Djoko menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya sebesar Rp 30 miliar. Nilai aset ini belum termasuk sejumlah lahan di Leuwinanggung, Bogor, dan Cijambe, Subang.

Thursday, March 21, 2013

Korupsi Proyek Alquran, Fahd Pastikan Zulkarnaen Djabar Terima Fee

Jakarta - Fahd El Fouz memastikan fee terkait proyek pengadaan Alquran dan laboratorium diterima Zulkarnaen Djabar. Tapi fee ini diberikan tidak secara langsung melainkan melalui anak Zulkarnaen, Dendy Prasetia.

"Dikasih melalui Bang Dendy," ujar Fahd memberi keterangan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jaksel, Kamis (21/3/2013).

Fahd tidak hafal angka persis bagian fee yang diterima anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar tersebut. "DPR biasanya 5 persen," sebutnya.

Zulkarnaen sambung Fahd memang meminta agar jatahnya tidak diberikan secara langsung. "Dibilang Bang Zul, dia bilang lewat Bang Dendy," katanya.

Fahd memastikan pembagian fee sudah terealisasi. "Saya tanya ke Dendy, senior (Zulkarnaen, red) sudah dikasih," tutur dia.

Zulkarnaen dan Dendy didakwa menerima uang Rp 14,390 miliar terkait pekerjaan pengadaan Alquran anggaran 2011 & 2012 dan laboratorium komputer untuk MTs tahun anggaran 2011.

Duit dari Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia, Abdul Kadir Alaydrus ini diberikan sebagai imbalan terkait dengan proses pembahasan anggaran proyek dan penentuan perusahaan pemenang lelang proyek (detik.com/ 22-3-2013) .

Wednesday, March 20, 2013

Merasa Nama Baik Tercemar, Ibas Laporkan Yulianis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jendral DPP Partai Demokrat, Edy Baskoro Yudhoyono melaporkan wakil direktur keuangan group permai, Yulianis di Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya, Rabu (20/3/2013).
Ibas didampingi kuasa hukumnya, Agus Dwiwarsono melaporan Yulianis dengan dugaan pencemaran nama baik terkait pernyataan Yulianis yang dimuat dalam pemberitaan pada Koran Sindo tanggal 16 Maret 2013.
"Pada hari ini saya baru menyampaikan laporan pengaduan kepada Polda Metro Jaya terkait dengan pemberitaan media yang telah mencemarkan nama baik saya dan berdampak tidak menguntungkan utamanya kepada saya pribadi dan orang lain," kata Ibas, usai melaporkan di Mapolda Metro Jaya, Rabu sore.
Ibas melanjutkan, laporan terhadap Yulianis terkait keterangan Yulianis dalam pemberitaan Koran Sindo yang menyebut bahwa dirinya menerima sejumlah uang terkait kongres Partai Demorkat yang dilangsungkan pada tahun 2010 di Bandung.
"Menurut keterangan saudari Yulianis, bahwa saya, Edhie Baskoro Yudhoyono telah menerima uang sebesar 200.000 US Dollar terkait dengan kongres Partai Demokrat tahun 2012 di Bandung. Terhadap pemberitaan dan pernyataan tersebut, saya ingin mengulangi sekali lagi, bahwa hal tersebut tidak benar," ujar Ibas.
Putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut menegaskan bahwa dirinya tidak pernah menerima uang sebagai mana yang dimaksud oleh Yulianis.
"Sementara saya pun sama sekali tidak pernah kenal dengan yang namanya saudari Yulianis," papar Ibas.
Ibas menyebut apa yang disampaikan oleh Yulianis adalah fitnah terhadap dirinya. Sejak dimuatkannya pemberitaan itu, Ibas mengatakan bahwa hal tersebut tidak didukung dengan data dan cederung fitnah terhadap dirinya.
Sementara itu, kuasa hukum Ibas, Agus Dwiwarsono menuturkan pihaknya menyatakan terlapor dalam hal ini adalah Yulianis dengan dugaan pencemaran nama baik dan fitnah.
"Terlapor itu Yulianis, dengan dugaan pencemaran nabaik dan fitnah, kita laporkan dengan pasal 310 KUHP dan 311 KUHP," ujar Agus. Laporan Ibas tersebut diterima pihak kepolisian dengan nomor laporan TBL/909/III/2013/PMJ/Ditreskrimum.

Tuesday, March 19, 2013

Jajang C Noer: Koruptor Tanpa Maaf


JAKARTA,  KOMPAS.com -- Aktris senior Jajang C Noer (61) mengaku, saat bermain dalam film Mata Tertutup, dia tidak menggunakan skenario. Kendati demikian, saat tampil memerankan Asimah (ibu dari Aini yang menghilang karena mengikuti gerakan Negara Islam Indonesia), dia sangat menjiwai peran tersebut.
”Saya bayangkan saja itu anak saya. Begitulah, kalau akting, harus hayati aktingnya. Rasakanlah dulu. Kalau sedih, kita harus cari apa yang bikin kita sedih, misalnya ingat nenek meninggal atau dompet hilang,” paparnya saat ditanya sejumlah siswa dan mahasiswa seusai roadshow film Mata Tertutup yang diselenggarakan Maarif Institute di Kampus IKIP PGRI Semarang, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Bagi Jajang, dunia akting bukan hal yang baru baginya. ”Berakting enggak susah bagi saya. Apalagi saya sudah berkali-kali main film. Sudah kulino kata orang Jawa,” ungkapnya.
Saat diskusi, Jajang menegur seorang peserta yang malah mengobrol. Namun, ketika yang bersangkutan minta maaf, Jajang memberikan apresiasi kepada peserta itu. Bagi dia, kejujuran dan mau minta maaf itu penting. ”Ini penting sekali. Para koruptor tidak ada satu pun yang minta maaf. Sudah 15 tahun reformasi, korupsi masih ada saja,” katanya. (son)

Monday, March 18, 2013

KPK Siap Usut Aliran Dana ke Ibas


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi siap mengusut informasi mengenai aliran dana Grup Permai ke Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas). Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, pihaknya siap memvalidasi atau menguji kebenaran informasi mengenai aliran uang 200.000 dollar AS ke putra Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
"Setiap keterangan, pengakuan dari saksi dan tersangka, itu tentu oleh KPK divalidasi," kata Johan di Jakarta, Jumat (15/3/2013). Dia menanggapi informasi yang disampaikan mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, Kamis (14/3/2013).
Yulianis membenarkan adanya aliran dana 200.000 dollar AS ke Ibas dari Grup Permai saat Kongres Partai Demokrat di Bandung. Kongres itu berlangsung pada tahun 2010. Namun, Yulianis enggan membeberkan lebih lanjut apakah uang itu termasuk dalam uang yang disebut-sebut untuk memenangkan Anas di Kongres Partai Demokrat pada 2010. "Yang pasti Grup Permai tidak pernah mengeluarkan uang buat mengamankan proyek Hambalang," kata Yulianis.
Mantan anak buah Muhammad Nazaruddin itu juga yakin, segala data yang dimilikinya berupa catatan keuangan yang disimpan dalam komputer pribadi dan komputer jinjingnya sudah disita KPK. Untuk diketahui, Yulianis merupakan salah seorang saksi penting dalam mengungkap kasus-kasus dugaan korupsi yang melibatkan Nazaruddin dan Grup Permai.
Yulianis yang memegang catatan keuangan perusahaan tersebut kini di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Sementara it, menurut Johan, informasi yang disampaikan Yulianis ini belum tentu benar. Mengenai kemungkinan KPK akan meminta keterangan Ibas untuk menguji kebenaran informasi tersebut, Johan mengatakan bahwa validasi tidak selamanya dilakukan dengan meminta keterangan pihak yang disebut.
"Validasi itu bisa dilakukan tanpa memanggil orang yang dituduh. Validasi dilakukan untuk mengecek apa keterangan itu benar atau tidak," katanya.
Johan juga mengungkapkan, tidak ada hambatan bagi KPK mengusut informasi mengenai keterlibatan siapa pun, bahkan anak Presiden sekalipun. "Kita tidak ada hambatan apa pun," ujarnya saat ditanya apakah KPK terhambat status Ibas yang merupakan putra bungsu Presiden tersebut. Johan lebih jauh mengatakan, KPK sejauh ini belum menerima informasi mengenai aliran dana ke Ibas. Dia pun mempersilakan masyarakat jika memiliki informasi untuk melaporkannya kepada KPK.  

Friday, March 15, 2013

Yulianis: Benar, Ibas Terima 200 Ribu Dollar AS


JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, mengatakan, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, memang pernah mendapatkan uang sebesar 200 ribu dollar AS dari perusahaannya saat kongres Partai Demokrat di Bandung. Kongres itu berlangsung pada tahun 2010.
"Benar, uang 200 ribu dollar AS kepada Ibas itu terkait kongres (Partai Demokrat) di Bandung. Saya yakin," kata Yulianis, saat ditanya wartawan, seusai bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (14/3/2013).
Namun, ia enggan membeberkan lebih lanjut apakah uang itu termasuk dalam uang yang disebut-sebut untuk memenangkan Anas Urbaningrum di Kongres Partai Demokrat pada 2010. "Yang pasti Grup Permai tidak pernah mengeluarkan uang buat mengamankan proyek Hambalang," katanya.
Benar, uang 200 ribu dollar AS kepada Ibas itu terkait kongres Partai Demokrat di Bandung. Saya yakin
-- Yulianis
Mantan anak buah Nazaruddin itu juga yakin, segala data yang dimilikinya berupa catatan keuangan yang diasimpan dalam komputer pribadi dan komputer jinjingnya sudah disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebelumnya, nama Ibas disebut-sebut mendapatkan uang dari PT Anugerah Nusantara, perusahaan milik M Nazaruddin. Nama Ibas tertera pada dokumen yang diduga milik Direktur Keuangan PT Anugerah, Yulianis. Dokumen yang diduga rekap data keuangan PT Anugerah ini beredar di kalangan wartawan, sekitar dua pekan lalu. Ibas menerima uang sebesar 900.000 dollar AS. Dana tersebut diterima Ibas sebanyak empat kali. (Baca: Beredar Dokumen Ibas Terima 900.000 Dollar AS)
Pertama, tanggal 29 April 2010 sebesar 600.000 dollar AS. Dana itu diterima Ibas dalam dua tahap. Tahap pertama Ibas menerima 500.000 dollar AS dan tahap kedua senilai 100.000 dollar AS.
Setelah itu, Ibas kembali menerima uang pada 30 April 2010. Pada tanggal itu juga, Ibas menerima uang sebanyak dua kali, yaitu sebesar 200.000 dollar AS dan 100.000 dollar AS.

Sejumlah elit Demokrat juga telah membantah dokumen ini. Salah satunya Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie. "Data enggak ada judulnya gimana. Apa itu? Itu urusan KPK-lah. Kan di situ banyak nama yang harus diteliti, diklarifikasi, dan harus diuji," kata Marzuki di Gedung Kompleks Parlemen, Jumat (1/3/2013).
Ia mengatakan, publik jangan berfantasi dengan menganggap data itu sahih dan valid sehingga bisa disebarkan begitu saja. "Itu (data) bisa saja diketik," ujar Marzuki.
 

Thursday, March 14, 2013

Esensi Jurnalisme


Oleh Ignatius Haryanto
Pertengahan Juli 2012, tak kurang dari 55 pemimpin redaksi dari sejumlah media berkumpul dan mendeklarasikan berdirinya Forum Pemred.
Ketua Pengurus Harian Forum Pemred Wahyu Muryadi menegaskan, forum yang dibentuknya bersama puluhan pemred media massa itu bebas dari berbagai kepentingan. ”Pers Indonesia adalah pers yang menjunjung tinggi prinsip independensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok kepentingan, kekuatan ekonomi, dan pihak-pihak lainnya,” ujar Pemred Tempo ini.
Tantangan paling konkret Forum Pemred adalah bagaimana mengembalikan esensi jurnalisme, informasi berkualitas, dan pengabdian kepada publik yang menjadi tujuan akhir media-media yang ada. Sudah makin nyata pers di Indonesia saat ini dalam kondisi yang tak sehat. Pers yang bebas atau independen dari pengaruh kekuasaan, baik ekonomi ataupun politik, semakin sedikit dan pada akhirnya publik juga yang menerima kerugian ini.
Kerugian timbul ketika pemberitaan yang muncul dari pelbagai outlet media kerap tampil secara bias, mengesampingkan isu-isu penting untuk publik, tetapi mengedepankan kepentingan para pemilik media. Belum lagi isi media yang makin menghindar dari risiko menjadi jurnalisme yang baik, mengurangi upaya melakukan kerja jurnalisme investigasi. Item berita yang lebih sensasional, yang mudah menghasilkan keuntungan, lebih disukai para pengelola media hari ini. Publik jadi kehilangan media yang punya integritas dan membela kepentingan mereka secara luas.
Kita tentu berharap jurnalisme adalah kegiatan yang masih relevan untuk kepentingan publik di Indonesia. Jurnalistik bukanlah entitas yang harus ditinggalkan atau dilupakan ketika informasi dari media menjadi begitu melimpah (diistilahkan dengan bahasa lebih halus media content—tak peduli apakah itu informasi, gosip, atau berita bohong). Kita tak ingin melihat jurnalisme di Indonesia sebagaimana judul buku Will the Last Reporter Please Turn Out the Light: The Collapse of Journalism and What Can Be Done to Fix It (Robert W McChesney and Victor Pickard, eds 2011).
Apakah para pemred yang berhimpun di sini juga menunjukkan sikap bahwa mereka selama ini sudah muak mengabdi kepada kepentingan para pemilik media yang terlalu mengedepankan kepentingan ekonomi dan politik mereka? Sudah saatnya media kembali ke semangat dasar membela kepentingan publik yang memberi mereka legitimasi untuk melakukan tindakan yang tak bisa dilakukan warga masyarakat biasa mana pun. Bill Kovach dan Tom Rosenthiel jauh-jauh hari mengingatkan ini sebagai elemen pertama dan mendasar dalam Elements of Journalism (2003).
Sejumlah pertanyaan
Di luar tantangan di atas, ada sejumlah pertanyaan terhadap Forum Pemred. Pertama, mengapa forum ini muncul pada masa sekarang, dua tahun menjelang Pilpres 2014. Apakah ada korelasi di antara dua hal ini?
Kedua, jika disebutkan pers Indonesia harus menjaga independensi dari pengaruh kekuasaan, kelompok kepentingan, dan kekuatan ekonomi, apakah berarti para pemred kian menyadari selama ini ada pengaruh sangat besar ditunjukkan pemilik media masing-masing yang kerap memiliki banyak agenda titipan yang harus diamankan redaksi atau newsroom?
Ketiga, langkah konkret apa yang akan dilakukan Forum Pemred untuk membuktikan upaya mereka menjaga independensi pers Indonesia tersebut?
Sejumlah pihak bisa saja menjadi sinis karena Forum Pemred mengumpulkan aneka jenis media, mulai dari yang kredibel hingga yang kurang kredibel. Namun, kita berharap Forum Pemred mau membuktikan kelahirannya bukanlah suatu yang sia- sia dan kiprahnya sangat ditunggu oleh publik yang makin geram dengan isi media yang makin mengasingkan diri mereka. Forum ini seharusnya juga bisa jadi forum untuk mendidik pemilik media untuk tak seenaknya menjadikan media miliknya sebagai pengabdi kepentingan pribadi atau perusahaan belaka, tetapi kembali pada esensi membela kepentingan publik.
Perlawanan dari dalam?
Apakah Forum Pemred ini menjadi suatu kebangkitan atau perlawanan diam-diam kalangan profesional media? Ishadi SK pernah menulis disertasi soal perlawanan ”kalangan profesional” dari stasiun televisi swasta terhadap para pemilik televisi yang kala itu dikuasai keluarga Soeharto. Disertasi Ishadi dari jurusan Ilmu Komunikasi itu berjudul Praktik-praktik Diskursus di Ruang Pemberitaan RCTI, SCTV, dan Indosiar, dan dipertahankan di depan sidang Senat Akademik UI, September 2002.
Apakah terlalu jauh jika publik berharap forum ini bukan sekadar kelompok gaul sekelompok elite dalam pembentukan opini massa, yang kemudian mengasingkan dirinya dari kebutuhan publik, ataupun menafikan kondisi bahwa media kita sudah makin terkontaminasi aneka kepentingan di luar diri pers? Apakah para pemred tak sedang melakukan konsolidasi untuk berhadapan dengan kekuatan modal yang sangat mendikte itu?
Tantangan yang dihadapi media informasi di Indonesia memang berat. Pergeseran pola konsumsi masyarakat, terutama di perkotaan, yang lebih gemar menggunakan media online untuk akses informasi membuat pusing banyak pihak. Kemajuan teknologi komunikasi yang ada sering dianggap biang keladi menurunnya oplah dan iklan media-media konvensional, terutama surat kabar dan majalah.
Di sisi lain, media televisi dituntut segera mengikuti perkembangan zaman untuk bermigrasi ke pola penyiaran digital, menggantikan penyiaran analog yang selama ini dikenal. Pemerintah telah mematok migrasi ke dunia digital akan selesai pada 2018. Apakah Forum Pemred bisa menawarkan jawaban konkret untuk sejumlah tantangan berat ini.

Jusuf Kalla Angkat Bicara Soal Kecurangan di Secapa

MAKASSAR, KOMPAS.com - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang disebut-sebut melapor kepada Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo terkait isu kecurangan seleksi sekolah calon perwira (Secapa) Polri akhirnya angkat bicara. Mantan Wakil Presiden ini mengaku hanya berbicara dengan Kapolri terkait kasus tersebut saat berada di Jakarta, berapa waktu lalu.

"Saya tak pernah melaporkan, hanya bicara-bicara saja dengan Kapolri supaya Polri itu diperbaiki. Untuk menjaga tingkat disiplin aparat, maka anak buah harus mendapat kesempatan pendidikan profesional secara jujur. Kalau ada indikasi anak buah dipalak, anak buah malah tidak disiplin lagi itu," kata Kalla kepada wartawan saat ditemui di kantor Wilayah Pajak Sulselbar, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (14/03/2013).

"Seperti sekarang yang terjadi, anak buah kadang dipalak juga. Maka tingkat disiplin rendah. Akhirnya seperti ini, berkelahilah, apalah. Jadi anak buah terpaksa cari ke rakyat, karena musti ada investasi," sambung Kalla.

Namun, terkait dengan perkembangan kasus kecurangan seleksi Secapa Polri, Kalla mengaku tidak mengetahuinya. Kalla hanya mengatakan, hal itu harus diserahkan kepada Polri.

"Saya tak tahu, biar pemeriksaan dulu. Jangan seperti di Sumatera Selatan (Sumsel). Anak buah harus betul-betul dibina dengan baik, tidak dipalak-palak. Pokoknya tak boleh ada seperti itu, supaya anak buah jangan liar. Kalau anak buah liar dan tak disiplin, rusaklah institusi Polri," kata Kalla.

Kapolda Bantah
Di tempat terpisah, Kepala polda Sulselbar, Inspektur Jendral (Irjen) Polisi, Mudji Waluyu membantah jika adanya titipan pejabat dalam proses penerimaan Secapa. Dia juga membantah adanya titipan anggota DPR maupun pihak-pihak lain. Seleksi Secapa dilakukan dilakukan secara transparan dan akuntabel.

"Jadi ada lima tahap yang harus dilalui yakni, administrasi, kesehatan, psikologi, akademik, dan jasmani. Jadi tidak ada yang bisa merubah hasil seleksi, karena di-rangking. Kalau ada yang merubah, saya akan menindak tegasnya seperti AKP Sumiyono dan dua PNS Polda Sulselbar. Dia sudah divonis oleh pengadilan satu tahun enam bulan penjara pada tahun lalu," tegasnya dalam konfrensi persnya di Sekolah Perpolisian Nasional (SPN) Batua Jalan Urip Sumoharjo, Makassar.

Dalam konfrensi pers tersebut, Kapolda yang didampingi pejabat di jajarannya, menghadirkan Bripka Acang Suryana (mantan penjaga kediaman Jusuf Kalla di Makassar) yang disebut sebagai pelapor kasus tersebut, dan mengadukannya kepada ajudan Kalla. Lalu berujung pada beredarnya pesan gelap di Blackberry Mesenger (BBM).

Dalam kesempatan ini, Acang membacakan surat pernyataan yang dibuatnya. "Saya menerima putusan panitia seleksi SIP Polda Sulselbar tahun 2013 dan tidak pernah keberatan dengan putusan tersebut. Kalau beredarnya isu kecurangan di BBM, saya tidak tahu itu. Saya sudah lima tahun ikut tes, tapi tidak pernah lolos. Mudah-mudahan saya bisa lolos tahun depan," ujar Acang.

Sebelumnya telah diberitakan, isu kecurangan seleksi Secapa Polri di jajaran Polda Sulselbar. Terungkap sejumlah peserta seleksi dibekingi oknum perwira dan beberapa anggota DPR RI.  Selain Bripka Hasan Fadly, Aiptu Ansar anggota Polres Bone nilai kesehatan k1 55 yang harusnya gugur, tetap diluluskan karena calon titipan Kompol Wayan Kabag Dalkar Ro Pers Polda Sulselbar.

Dalam pesan BBM tersebut bertuliskan, "Semalam Bapak Kapolri menemui Pak JK diacara mantenan Pak Amin Saleh. Dalam pertemuan singkat tersebut disampaikan bukti-bukti permainan/kecurangan Polda Sulselbar pada seleksi penerimaan sekolah inspektur polisi. No tes. 290 an. Aiptu Ansar anggota Polres Bone nilai kesehatan k1 55 yang harusnya gugur, tetap diluluskan karena calon titipan Kompol Wayan Kabag Dalkar Ro Pers Polda Sulselbar dan No tes. 252 an. Bripka Hasan Fadly anggota Ditlantas Polda Sulselbar ditemukan ada wasir/Ambeien saat tes kesehatan namun tetap diluluskan krn calon titipan AKBP Rudi Subdit Regident Ditlantas Polda Sulsel. Semua calon tsb dipaksakan u/ diluluskan oleh panitia dgn menggugurkan calon yg nilainya bagus namun tdk mampu memberikan imbalan antara 200-250 juta melalui panitia yg mengalir kemana-mana."

Sunday, March 10, 2013

Anas Sebut Empat Nama Baru di Kasus Bank Century


JAKARTA, KOMPAS.com — Tim kecil dari Tim Pengawas Bank Century menemukan fakta baru seusai mendatangi kediaman mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum pada Senin (4/3/2013) siang ini. Di dalam pertemuan 2,5 jam itu, tim kecil mendapat empat nama baru yang selama ini belum terungkap ke publik.
"Dia (Anas) sebut ada nama baru. Ada empat nama baru yang selama ini belum terungkap," ujar anggota Timwas Century dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, di Gedung Kompleks Parlemen, Senin (4/3/2013).
Keempat nama baru itu, diakui Hendrawan, berasal dari partai politik. "Keempatnya juga sangat relevan dengan kasus ini karena diduga mengetahui banyak," ucap Hendrawan.
Namun, anggota Komisi VI DPR ini belum mau mengungkap keempat nama itu lantaran menyangkut nama baik orang.
Lebih lanjut, Hendrawan menuturkan, tim kecil hingga kini masih menunggu bukti-bukti yang dimiliki Anas. Anas, katanya, berjanji akan memberikan bukti-bukti baru tersebut.
"Katanya, sedang dihimpun. Jadi, kita tunggu saja. Setelah pertemuan ini, juga nantinya mungkin akan ada pertemuan selanjutnya," imbuh Hendrawan.
Kedatangan tim kecil Century ke kediaman Anas ini sebagai tindak lanjut pengakuan Ketua Bappilu Partai Hanura Yuddy Chrisnandi, yang juga rekan Anas. Yuddy menjelaskan, isi pertemuan para politisi lintas partai pada Minggu (24/2/2013) lalu di kediaman Anas, Duren Sawit, Jakarta Timur, adalah niat Anas untuk membongkar skandal bail out Bank Century.
Hadir dalam pertemuan itu Ketua Timwas Century Priyo Budi Santoso, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution, dan mantan anggota DPR dari Fraksi PKS Misbakhun. Misbakhun merupakan salah satu inisiator hak angket kasus Century, yang pernah dipidana dalam kasus LC fiktif Bank Century.

Friday, March 8, 2013

KASUS SIMULATOR

Mengikuti Aliran Uang Hasil Korupsi...


KOMPAS.com — Hingga Jumat (1/3/2013), Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyita 11 properti yang diduga milik mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Properti itu berupa rumah-rumah mewah dan tanah luas. Bagaimana penegak hukum yang kerap mengeluhkan kecilnya gaji diduga memiliki semua itu?
Publik tercengang ketika pertama kali melihat Dipta Anindita di KPK. Putri Solo tahun 2008 ini diperiksa KPK sebagai saksi kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka Djoko Susilo. TPPU merupakan kelanjutan kasus korupsi pengadaan simulator yang menjerat Djoko.
Beberapa kali Dipta diperiksa KPK. Kemarin, Dipta diperiksa sebagai saksi untuk kasus TPPU dengan tersangka Djoko. Belakangan diketahui dari akta pernikahan yang disita KPK, Dipta merupakan istri Djoko. Djoko menikah tahun 2008 dengan identitas palsu.
Oleh Dipta, KPK menduga sejumlah aset milik Djoko dikuasai. Dalam UU No 8 Tahun 2010 tentang TPPU dikenal istilah layering atau tahap pelapisan, yang bertujuan menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diduga berasal dari tindak pidana asal. Dalam layering ini, Dipta diduga berperan.
Sebagai istri, Dipta diduga terlibat bertransaksi dengan uang kejahatan saat membeli sejumlah properti. Dipta selalu bungkam saat ditanya hubungannya dengan Djoko. Dia juga tak mau menjawab dugaan menguasai sejumlah properti.
Melacak mundur, kemarin, KPK menyita dokumen nikah dari Kantor Urusan Agama Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Djoko diketahui menikah dengan perempuan berinisial M pada 2001. Saat menikah, seperti saat menikahi Dipta, Djoko menulis status sebagai perjaka.
M diketahui punya usaha salon dan restoran. Namun, yang mencengangkan, M menguasai sekitar 25 properti. KPK tak yakin penguasaan 25 properti ini dari usahanya.
Salah satu pengacara Djoko, Tommy Sihotang, mengaku tak tahu soal Dipta dan M yang disebut berstatus sebagai istri Djoko. ”Enggak enaklah kami bertanya karena itu, kan, masalah pribadi,” ujar Tommy.
Prinsip TPPU adalah mengikuti aliran uang hasil korupsi (follow the money). Di Surabaya, KPK menemukan tiga stasiun pengisian bahan bakar umum yang diduga milik Djoko. Belum diketahui pelapisan untuk aset yang ditemukan KPK ini.
Satu hal yang kini dicermati KPK, meskipun mungkin mereka berperan, tak mungkin sendiri. Ada gate keeper, individu, bisa profesional yang menyamarkan harta atau aset hasil korupsi. Kini, mari kita ikuti aliran uangnya dan tercengang karenanya.

Thursday, March 7, 2013

Utusan Senayan' Tekan Pejabat Kemenag


JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perkara korupsi pengadaan laboratorium madrasah tsanawiyah dan penggandaan Al Quran kembali digelar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (7/3). Dalam sidang terungkap, ”utusan Senayan” menekan Ketua Unit Layanan Pengadaan Kementerian Agama memakai nama menteri.
Hal itu terungkap dalam sidang dengan terdakwa anggota DPR Zulkarnaen Djabar dan putranya, Dendy Prasetya ZP. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Afiantara menghadirkan saksi Muhammad Zen, PNS Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag, yang waktu itu menjadi Ketua Unit Layanan Pengadaan (ULP) Proyek APBN-P 2011 untuk laboratorium komputer MTs.
Begitu ditanya jaksa KMS A Roni tentang kaitannya dengan para terdakwa, Zen menceritakan peristiwa 16 November 2011. ”Malam-malam, kami kedatangan tamu di kantor saya, 5-6 orang. Di antara mereka Fahd el Fouz dan Syamsu Rahman. Mereka memaksa pemenang lelang segera diumumkan,” kata Zen.
Mereka adalah utusan Senayan, dalam hal ini DPR atau Zulkarnaen. Di ruangan itu, Zen ditemani pejabat pembuat komitmen Undang Sumantri.
”Di pertemuan itu, Fahd seolah-olah menelepon seseorang. Sepertinya dia mengatakan ’Halo Pak Menteri, saya di ruang bapak ini’,” kata Zen. Telepon yang seolah-olah kepada menteri itu ia tangkap sebagai tekanan agar segera mengumumkan pemenang lelang untuk perusahaan yang diusulkan utusan Senayan.
Padahal, ULP belum menyelesaikan analisis. Untuk perusahaan yang harus dimenangkan dalam proyek pengadaan laboratorium komputer senilai Rp 38 miliar, Syamsu membawa nama PT Batu Karya Mas (BKM), yang akhirnya menang. Esok harinya, karena tekanan itu, ULP mengumumkan pemenangnya.
Padahal, dokumen penawaran PT BKM tidak memenuhi syarat. Zen berselisih dengan koleganya, Bagus Natanegara, Kepala Seksi Perlengkapan Bagian Umum Ditjen Pendidikan Islam. Bagus menyebut orang-orang yang datang dengan kode ”anak-anak jin”.

Wednesday, March 6, 2013

Korupsi di Sekitar Politisi


KOMPAS.com - ”Saya orang DPR. Setelah nyemplung di sana, saya tahu sendiri sepak terjang partai politik. Demokrat bukan satu-satunya partai korup,” begitulah gaya blakblakan Permadi, mantan politisi PDI-P yang kini menjadi politisi di Partai Gerindra.
Tanpa tedeng aling-aling, Permadi tidak menampik Partai Gerindra pun tidak luput dari modus-modus korupsi. Permadi menyebutkan mulai dari yang recehan, seperti pemilihan fasilitas kelas penerbangan. Semestinya kelas bisnis, diubah menjadi ekonomi supaya anggaran bisa dikantongi.
Modus lain, ada anggota Dewan yang tugas ke luar negeri, tetapi tidak berangkat. Namun, uang tetap dicairkan untuk dikantongi. Mereka titip tanda tangan nota perjalanan dinas. Ada lagi modus memotong hari penugasan. Artinya, ditugaskan tujuh hari, tetapi hanya berangkat dua hari. ”Sekali lagi, uang dinas utuh selama tujuh hari, supaya bisa dikantongi,” ujar Permadi dalam diskusi Peluang dan Tantangan Menuju Indonesia Bebas Korupsi, Narkoba, dan Terorisme yang diselenggarakan Forum Masyarakat Katolik Indonesia bekerja sama dengan Wanita Katolik Republik Indonesia, di Jakarta, Sabtu (2/3).
Modus korupsi juga dilakukan sewaktu masa reses DPR. Anggota Dewan semestinya bertemu konstituen. Nyatanya, hanya Rp 2,5 juta saja yang dibagi-bagikan ke konstituen di daerah. Itu pun dibagikan oleh sopir. ”Sisanya, sekali lagi, dikantongi,” ujar Permadi.
Tak hanya di DPR, di kementerian pun tidak luput dari praktik korupsi. Permadi memberi contoh kementerian politisi. Kasus dugaan korupsi daging impor sapi yang melibatkan Presiden Partai Keadilan Sejahtera dan sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian disebut sebagai contoh. Juga korupsi di Kementerian Agama.
Walau Partai Demokrat disebut bukan satu-satunya parpol korup, Permadi tetap menuding Susilo Bambang Yudhoyono selaku pendiri partai dan pembina Demokrat. Menurut dia, publik telah dibohongi. Lihat saja iklan ”Katakan Tidak pada Korupsi!”. Bintang iklannya adalah Angelina Sondakh dan Anas Urbaningrum. ”Seharusnya, SBY meminta maaf kepada publik karena telah khilaf menempatkan orang-orangnya dalam iklan,” ujar Permadi.
Korupsi, di mata anggota DPR dari Partai Hanura, Miryam Haryani, begitu gampang diketahui indikatornya. Ketika terlihat kesejahteraan masih rendah, kemiskinan tinggi, pengangguran membengkak, lapangan pekerjaan belum terbuka, dan biaya pengobatan mahal, itulah hancurnya kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Korupsi masih terjadi di dalamnya.
Tak bisa mengelak
Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul tidak bisa mengelak. Figur pemimpin Demokrat, Anas Urbaningrum, menjadi bahan pembicaraan yang dianggapnya memprihatinkan dan memalukan. Apalagi, menurut Ruhut, dalam kisah-kisah membuka ”halaman Anas” yang ditampilkan di media belakangan ini, Anas tampil bagai pahlawan. Tidak sedikit yang datang ke rumah Anas. Semua itu tidak lebih disebut Ruhut sebagai BHS alias barisan sakit hati.
”Tunggu saja. Kita mesti melihat jilid pertama yang menjadi kenyataan, yaitu kau (Anas) ditangkap. Jilid kedua, setelah dijadikan tersangka, masuklah penjara. Jilid ketiga, diproseslah menjadi terdakwa. Lalu, jilid keempat, kau menjadi terpidana. Yang jelas ancamannya 20 tahun penjara. Jilid kelima, masuklah ke penjara,” ujar Ruhut.
Dia mengaku, setahun lalu, Anas menyuruhnya membedah kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Dibedah bagaimanapun, Anas tetap tersangkut sehingga dirinya memberanikan diri meminta Anas mundur.
Berbagai modus dan politisi yang tersangkut korupsi ini tak mengherankan di mata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang. Cikal bakalnya dari perekrutan calon anggota legislatif.
”Partai hanya mengedepankan nafsu ingin menang dan berkuasa. Akibatnya, orang- orang yang punya popularitas dan uanglah yang dicalonkan. Menang dulu, persoalan mampu dan kompeten mewakili rakyat urusan belakangan. Akibatnya, boloslah menyuarakan aspirasi rakyat, tidak mampu bertahan menuntaskan undang-undang yang butuh waktu berjam-jam, dan jalan pintaslah ditempuh, lalu tergilincirlah di lembah korupsi,” ujar Sebastian.
Mendapati kondisi ini, tugas berat ada di Komisi Pemilihan Umum. Target KPU meningkatkan partisipasi Pemilu 2014 menjadi 75 persen dari 71 persen dalam Pemilu 2009. Mampu? (Stefanus Osa)
 

Friday, March 1, 2013

Sandi Korupsi Makin Tersembunyi


JAKARTA, KOMPAS.com — Semakin canggih dan tersembunyinya penggunaan bahasa dan simbol-simbol agama dalam komunikasi untuk praktik korupsi menunjukkan semakin kronisnya korupsi dalam kehidupan sosial sehari-hari. Perlu gerakan kolektif untuk menghentikan regenerasi komunikasi korupsi.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, dan pengamat psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, di Jakarta, Senin (25/2/2013), sependapat, penggunaan sandi korupsi merupakan bukti para koruptor sadar korupsi seperti rutinitas harian. Sandi itu antara lain ”apel Malang” dan ”apel Washington” dalam perkara korupsi penggiringan anggaran yang melibatkan politisi Partai Demokrat, Angelina Sondakh. Sandi gagal dibuktikan di persidangan karena alat bukti minim.
”Ini tantangan penegak hukum agar memutakhirkan tren percakapan politik saat ini yang sudah dikemas rapi untuk melancarkan korupsi,” ujar Hamdi.
Dalam sidang perkara korupsi pengadaan laboratorium komputer dan penggandaan Al Quran yang dibiayai Kementerian Agama dengan terdakwa politisi Partai Golkar, Zulkarnaen Djabar dan Dendy Putra, kata-kata sandi yang digunakan antara lain ”santri” yang merujuk pada orang suruhan Zulkarnaen, yaitu Fahd el Fouz; ”pengajian” yang merujuk kegiatan proyek yang akan dimenangi; dan ”pesantren” yang merujuk pada Kemenag.
Hamdi menambahkan, dalam dugaan korupsi yang melibatkan mantan petinggi partai, juga beredar penggunaan sandi untuk menyamarkan korupsi.
Saling mengerti
Arie memaparkan, politisi saling mengerti setiap sandi yang digunakan. Bahkan, mereka juga dengan mudah mengerti sandi yang tak biasa digunakan. Mereka sama-sama tahu ketika di depan publik harus bicara soal hal-hal baik seperti moralitas. Sandi bahkan diturunkan di lingkungan partai.
Menurut Arie, harus ada gerakan kolektif untuk menolak sistem buruk yang saat ini berjalan. ”Banyak koruptor yang dikejar dan ditangkap, tapi hanya giliran terus, ada regenerasi,” ujarnya.
Kini, korupsi menjadi bahaya karena dianggap biasa, dan dimaklumi karena dilakukan banyak pihak. ”Lebih bahaya lagi jika publik terus-menerus dikondisikan untuk menerima praktik ini sebagai hal biasa,” kata Arie.