Wednesday, July 31, 2013

Penasihat KPK MM Billah mundur


Jakarta (ANTARA News) - Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi Mohammad Mu`tashim Billah mundur dari jabatannya per 1 Agustus 2013 karena memiliki ikatan keluarga dengan salah seorang pegawai KPK.

"Di KPK ada aturan bahwa kode etik tidak boleh ada pegawai di dalam kantor yang ada hubungan keluarga derajat ketiga, lalu ada informasi kalau Pak Billah punya `prunan` (keponakan), Pak Billah itu `Pakdhenya`," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Busyro mengaku bahwa saat proses seleksi publik untuk posisi penasihat KPK sudah berdasarkan kompetensi yang dimiliki sehingga saringan terakhir menghasilkan MM Billah dan Suwarsono.

"Kualifikasi Pak Billah terpenuhi, rekam jejak bagus, konsepnya bagus, pengembangan yang dia paparkan bagus, kompetenlah beliau itu tapi setelah kami sampaikan kepada beliau ternyata beliau tidak tahu ada aturan seperti itu," ungkap Busyro.

Busyro mengakui bahwa proses pendalaman mengenai hubungan keluarga MM Billah telah dilakukan sejak pekan lalu.

"Pengecekan sudah dilakukan sejak seminggu terhadap informasi itu, biro SDM (Sumber Daya Manusia) melakukan telaah dokumen dan hasil dokumennya memang betul ada hubungan tersebut, lalu dibawa ke rapat pimpinan dan hasilnya menyampaikan keputusan kepada Pak Billah supaya diberitahu hasil temuan tersebut," jelas Busyro.

Ia mengungkapkan temuan itu disampaikan langsung oleh dirinya dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto bersama dengan Sekretaris Jenderal KPK Annies Said Basalamah dan Biro SDM.

"Kami memberitahukan ada temuan seperti ini, kemudian Pak Billah dengan sportif memang baru tahu setelah masuk (KPK), ada keponakannya itu, setelah kami beri tahu ada aturan seperti itu maka Pak Billah menyatakan mengundurkan diri dan pengunduran diri sudah disampaikan terhitung sejak 1 Agustus besok," jelas Busyro.

Busyro mengungkapkan bahwa KPK belum akan mencari penggati MM Billah.

"(Penggantian) itu belum kami rapatkan," ungkap Busyro, meski berdasarkan UU KPK No 30 tahun 2002 menyebutkan bahwa KPK diharuskan memiliki penasihat maksimal 4 orang.

MM Billah dan Suwarsono sebagai penasihat KPK baru dilantik pada 27 Mei 2013.

MM Billah sebelumnya adalah pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan saat ini menjadi kandidat doktor Sosiologi Universitas Indonesia.

KPK akui dugaan korupsi Dinas Perhubungan DKI


Rabu, 31 Juli 2013 21:40 WIB | 937 Views
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui dugaan korupsi pemberian izin kelaikan kendaraan untuk angkutan umum di Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta setelah mengkaji sejak awal 2013.

"Saya belum mengundang timnya (tim pengkaji dari KPK), tapi sudah transparan," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas di Jakarta, Rabu.

Selain Dinas Perhubungan, KPK juga telah melakukan kajian dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Dharma Jaya terkait distribusi daging.

"KPK punya pengalaman berdasarkan kasus-kasus yang ada, di sektor mana yang rawan untuk terjadinya korupsi," kata Busyro.

Berdasarkan kajian itu, KPK siap mengusut dugaan kasus korupsi di Dinas Perhubungan Pemprov DKI dan Badan Usaha Milik Daerah itu.

"Dulu pertama kali Pak Ahok (Basuki Tjahja Purnama) ke sini (KPK), lalu Pak Jokowi (Joko Widodo) ke sini (KPK) sudah menyampaikan beberapa hal yang KPK bisa masuk (selidiki dugaan korupsi)," kata Busyro.

Namun, Busyro mengatakan KPK belum mempunyai kesimpulan awal atas kajian dugaan korupsi di Dinas Perhubungan DKI maupun PD Dharma Jaya.

"(Alasan) yang penting yaitu karena kepentingan publik ada di situ (Dinas Perhubungan dan PD Dharma Jaya)," kata Busyro.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama atau Ahok mempersilahkan tim KPK untuk memeriksa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) di jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Jadi, ada dugaan petugas Uji KIR (uji kelaikan kendaraan) meloloskan metromini atau angkutan umum lain, padahal sebenarnya tidak lulus," kata Ahok.

Wakil Gubernur DKI menuturkan tidak pernah mengetahui apakah jumlah buku KIR yang telah dikeluarkan sesuai dengan jumlah trayek angkutan umum yang ada di Jakarta.

Tuesday, July 30, 2013

Bio Farma bantah sumbang Anas Urbaningrum


Selasa, 30 Juli 2013 18:49 WIB | 1156 Views
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama (Dirut) PT Bio Farma, Iskandar, membantah perusahaannya memberikan sumbangan untuk pemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.

"(Diperiksa untuk saksi) yang dari Adhikarya (terkait) urusan Hambalang. Hanya, kami memang tidak ada kaitan apa-apa," kata Iskandar, setelah diperiksa selama lebih dari tujuh jam oleh Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung KPK Jakarta, Selasa.

Menurut Iskandar, Tim Penyidik KPK menanyakan hubungan Bio Farma dengan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Bogor.

"Kami tidak ada hubungan apa-apa," kata Iskandar tentang kasus dugaan uang sumbangan dari beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kepada Anas dalam kongres Partai Demokrat.

Sebelumnya Ketua KPK, Abraham Samad, mengatakan lembaganya tengah mendalami dugaan aliran dana dari beberapa BUMN untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat pada kongres di Bandung tahun 2010.

"Pendalaman dilakukan dengan menelaah hasil temuan awal. Tidak boleh membuat kesimpulan dari temuan awal, tapi dugaan. Oleh karena itu kami buat penelusuran-penelusuran intensif untuk mendalaminya," katanya menjelang rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Jakarta, Senin (8/7).

Namun ia tidak menyebutkan jumlah aliran dan serta BUMN yang menjadi penyandang dana pada pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi proyek Hambalang yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi A. Mallarangeng, mantan Kepala Biro Perencanaan Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar, dan mantan Direktur Operasional 1 PT Adhi Karya (Persero), Teuku Bagus Mukhamad Noor.

Anas Urbaningrum juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah terkait proyek Hambalang dan proyek-proyek lainnya.

Ahok izinkan KPK periksa jajaran Pemprov DKI



Jakarta (ANTARA News) - Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memberikan izin kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menggeledah para Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) di jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.

"Kalau KPK mau memeriksa Pemprov DKI, silakan saja. Itu memang sudah menjadi tugas mereka. Kita tidak bisa melarang mereka menjalankan tugas," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Selasa (30/7/2013).

Menurut Ahok, pada Senin (29/7) kemarin, pihak KPK telah bertemu dengannya untuk membahas adanya indikasi korupsi dalam tubuh Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta yang diduga melibatkan sejumlah pejabat, mulai dari eselon satu hingga eselon tiga.

Indikasi korupsi yang terjadi di Dishub itu, lanjut Ahok, yakni terkait pemberian buku Uji KIR (uji kelaikan kendaraan) bagi metromini dan angkutan lainnya.

"Jadi, ada dugaan petugas Uji KIR diduga meloloskan metromini atau angkutan umum lain, padahal sebenarnya tidak lulus. Sampai sekarang, kita juga tidak pernah tahu berapa jumlah buku KIR yang dikeluarkan. Apakah sesuai dengan jumlah trayek yang ada di Jakarta atau tidak," ujar Ahok.

Ahok mengungkapkan masalah lain yang ditemukan oleh KPK, yaitu kemudahan dalam mengeluarkan surat Uji KIR di ibukota. Padahal, surat Uji KIR sama seperti akta lahir untuk kendaraan sebelum dapat beroperasi.

"Kemudian, disamping itu juga ditengarai bahwa sebagian besar dari biaya pengurusan Uji KIR tidak masuk ke kas negara. Beberapa temuan seperti inilah yang masih kita pelajari lebih lanjut," ungkap Ahok.

Sebagai tindak lanjut, Ahok menuturkan pihaknya akan meminta jawaban langsung dari Dishub DKI terkait temuan-temuan dari KPK tersebut.

Ahok menerangkan kasus itu merupakan temuan tahun lalu dan pihaknya telah melakukan disposisi terhadap temuan tersebut kepada Dishub DKI, namun masih belum ada respon hingga saat ini. (R027)

Monday, July 29, 2013

KPK berpeluang periksa Hotma Sitompul



Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan berpeluang memeriksa pengacara kondang Hotma Sitompul terkait kasus dugaan suap pengurusan kasasi di Mahkamah Agung. Kasus ini telah menjerat seorang pengacara yang bekerja di kantor Hotma yakni Mario C. Bernardo.

Hal tersebut disampaikan Juru Bicara KPK Johan Budi dalam konferensi pers di Kuningan, Jakarta, Senin (29/7) petang.

Johan belum bisa menyampaikan kapan pemeriksaan Hotma akan dilakukan. Namun ia hanya bisa memastikan, selain Hotma, tentunya penyidik KPK akan memeriksa sejumlah saksi yang diduga mengetahui perihal dua tersangka yang tertangkap tangan, Mario serta Djody Supratman.

Saat ini KPK tengah menelaah sejumlah dokumen yang yang berhasil disita dari kantor Hotma pada Jumat malam pekan lalu. Johan memastikan KPK tidak akan berhenti di dua tersangka.

Sebelumnya KPK menangkap Mario dan Djody dalam sebuah operasi tangkap tangan di dua lokasi, di Monas dan di kantor Hotma. KPK turut menyita sejumlah uang sebesar Rp128 juta sebagai barang bukti.(mario pasaribu)

KPK periksa mantan Ketua Tim Penanganan Bank Century



Senin, 29 Juli 2013 12:13 WIB | 978 Views
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Ketua Tim Penanganan Bank Century, Poltak S Tobing, dalam kasus pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century dan penetapan itu sebagai bank gagal yang berdampak sistemik.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BM (Budi Mulya)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, di Jakarta, Senin.

Selain memeriksa Poltak, hari ini KPK juga memeriksa mantan Deputi Direktur Direktorat Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) JF Sri Suparni dan mantan pegawai BI Yunandar Bustal.

Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat BI dan Kementerian Keuangan, termasuk mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani, di Washington DC Amerika Serikat pada 30 April dan 1 Mei.

KPK juga memeriksa sejumlah pejabat BI seperti Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah yang pernah menjabat sebagai Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI pada 2008, dan Kepala Kantor BI di Amerika Serikat Wimboh Santoso yang pada 2008 menjabat Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan BI.

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum dalam perkara itu.

Bank Century mendapatkan dana talangan hingga Rp6,7 triliun pada 2008 meski pada awalnya dinilai tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi kriteria.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Bank Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan BI terhadap bank milik Robert Tantular tersebut.



Sunday, July 28, 2013

ICW: Pengadilan Tipikor Siaga 1

  • Indra Akuntono
  • Minggu, 28 Juli 2013 | 17:24 WIB
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho | KOMPAS.com/Indra Akuntono

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) berada di posisi siaga satu. Penilaian itu didasarkan pada ringannya hukuman yang dijatuhkan pada koruptor serta adanya hakim Pengadilan Tipikor yang terlibat dalam kasus korupsi.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Emerson Yuntho menyampaikan, selama sekitar 3,5 tahun pengadilan Tipikor berjalan, vonis hukuman yang dijatuhkan didominasi oleh hukuman ringan dengan pidana penjara di bawah lima tahun.

Dari pantauan ICW, dalam kurun waktu tersebut ada 461 kasus korupsi yang terpantau. Lebih jauh Emerson menjelaskan, selama 3,5 tahun ini pengadilan Tipikor memberikan vonis bebas pada 143 terdakwa, vonis satu tahun penjara pada 185 terdakwa, dan vonis satu sampai dua tahun penjara kepada 167 terdakwa kasus korupsi.

Sementara itu untuk vonis di atas 2 tahun-5 tahun penjara, pengadilan Tipikor hanya menjatuhkan itu pada 217 terdakwa. Sementara vonis di atas 10 tahun penjara hanya dijatuhkan pengadilan Tipikor untuk lima terdakwa, dan empat terdakwa kasus korupsi dinyatakan bebas.

"Hal ini tidak sebanding dengan kerugian negara selama 3,5 tahun yang nilainya mencapai Rp 6,4 triliun. Koruptor masih berada di zona nyaman, dan ini siaga satu," kata Emerson, di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (28/7/2013).

Indikator lainnya, kata Emerson, selama 3,5 pengadilan Tipikor berjalan, sedikitnya ada lima hakim yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi.

Lima hakim itu adalah Kartini Marpaung (Hakim Tipikor Semarang), Heru Kisbandono (Hakim Tipikor Pontianak), Setyabudi (Hakim Tipikor Bandung), Pragsono (Hakim Tipikor Semarang), dan Asmadinata (Hakim Tipikor Semarang).

Bahkan lebih jauh, ICW juga menyoroti pernyataan Mahkamah Agung tentang adanya tujuh hakim pengadilan Tipikor yang "nyambi" sebagai advokat di tempat lain.

"Ini perlu diwaspadai, jangan sampai hakim Tipikor jadi calo perkara atau mafia peradilan," ujarnya.

Untuk diketahui, pernyataan ICW dikeluarkan berdasarkan penelitian selama 3,5 tahun lalu dari pemberitaan di sejumlah media massa, website Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, dan berdasarkan informasi mitra kerja ICW di sejumlah daerah.

Penelitian dilakukan terkait evaluasi kinerja pengadilan Tipikor. "Ini hanya yang kami temukan, kami yakin fakta di lapangan lebih dari yang kami temukan," kata Emerson.

Ina Primiana Syinar: Ditjen Pajak harus miliki basis data yang bagus (25 Juli 2013)



Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Prof Dr. Ina Primiana mengatakan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mesti memiliki basis data yang baik untuk mencegah penyelewangan pajak lebih dini lagi.

Ketua Program Studi Magister Manajemen Sains Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran ini melanjutkan, upaya menciptakan sistem birokrasi berintegritas dan bisa menangkal praktik korupsi dapat dimulai dengan meneguhkan basis data yang bisa diketahui internal Ditjen Pajak sehingga sama-sama mengetahui lalu lintas pajak untuk kemudian mampu menangkal potensi penyalahgunaan.

Ina sendiri menilai, dalam kerangka sistem, Ditjen Pajak telah membangun sebuah sistem birokrasi yang kuat. Masalahnya, keadaan ini dirusak oleh mereka yang menyelewengkan kekuasaan dan tidak memiliki integritas, seperti tertangkapnya oknum-oknum pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu karena praktik suap.

"Sebenarnya yang membuat masyarakat menghindari pajak adalah karena mereka merasa pegawai pajak berbuat seperti itu (suap)," kata Ina.

Dia menilai masyarakat umumnya sadar bahwa mereka harus membayar pajak, namun karena ulah oknum-oknum di internal Ditjen Pajak seperti itu, maka masyarakat mempertanyakan jaminan bahwa uang pajak mereka dipergunakan sebagaimana mestinya.

Yang harus diketahui oleh masyarakat saat ini adalah bahwa Ditjen Pajak bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas penggunaan uang pajak. Seluruh penerimaan perpajakan disalurkan dalam anggaran kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Wajib pajak senantiasa berpikir ingin mendapatkan keuntungan dari pajak yang mereka bayarkan, sedangkan praktik-praktik nakal segelintir pegawai Ditjen Pajak telah membuat masyarakat menjadi skeptis.

"Wajib pajak menganggap alangkah mudahnya pegawai pajak menerima suap dari para wajib pajak nakal!," kata Ina.

Namun, mengingat ini bukan penyakit sistemik, dan selalui saja ada dua pihak yang terlibat (petugas pajak dan wajib pajak), Ina menganggap beberapa penyelewengan yang belakangan terjadi menjadi lebih banyak karena faktor individual petugas pajak, kendati dia tidak mengesampingkan ada bagian-bagian lemah dalam sistem perpajakan.

Untuk mengatasi perkara ini, salah satu yang perlu dilakukan Ditjen Pajak adalah membuat para pegawai Ditjen Pajak tidak terlalu banyak menangani wajib pajak yang jumlahnya luar biasa besar itu, bahkan wajib pajak berpostur besar saja banyak sekali jumlahnya dan ini belum terkelola secara maksimal.

"Satu orang petugas pajak urus ratusan orang. Itu melebihi kapasitas dia. Apalagi jika terjadi ketidakmerataan wajib pajak yang ditangani petugas sehingga sulit mengawasinya," kata Ina.

Dalam kerangka ini, Ditjen Pajak harus mempunyai basis data yang bagus sehingga mereka bisa mengetahui potensi-potensi potensi pajak yang bisa didapatkan.

Langkah ini ditempuh demi membuat sistem terbuka pada Ditjen Pajak, yaitu untuk mengetahui nilai pajak yang harus dibayarkan wajib pajak baik perusahaan maupun perorangan. Dan ini dibandingkan dengan realisasi pembayaran wajib pajak tadi.

Ina menekankan, basis data diperlukan untuk mengetahui potensi kerugian atau kehilangan penerimaan pajak.  Tidak itu saja, basis data juga membuat para pegawai pajak mengetahui skala potensi yang bisa diperoleh dari wajib pajak, baik perorangan maupun perusahaan.

Ina melihat basis data atau database yang ada sekarang mesti ditingkatkan lagi karena memiliki sejumlah kekurangan.

"Seringkali terjadi pada database Pajak, ada perusahaan yang sudah tutup tetapi masih terus ditarik kewajiban pajaknya," ujar Ina.

Kantor pajak sering beralasan bahwa pegawai mereka diganti, namun saat bersamaan data lama yang sudah tidak relevan lagi, ternyata masih sering digunakan. "Itu menunjukkan bahwa sistem masih lemah," kata Ina.

Bagaimanapun juga Ina menyadari bahwa Ditjen Pajak melakukan itu semua demi mengamankan penerimaan pajak yang senantiasa meningkat secara drastis dari tahun ke tahun.

Oleh karena itu, Ina menyarankan sistem data yang mesti dikembangkan itu diharapkan dapat mengetahui kelemahan jika wajib pajak tidak membayar kewajibannya atau kewajibannya itu tidak dibayarkan sebagaimana semestinya.

Sistem data yang bagus dan benar juga dapat membuat siapapun yang tidak membayar pajak, tidak akan bisa didiamkan begitu saja.

Selain sistem, Ina menggarisbawahi pula pentingnya memperbaiki dan membina mental para pegawai sehingga tidak ada lagi yang berkesempatan menyelewengkan kekuasaan atau wewenang.

Menurut Ina, para pegawai pajak mesti didorong dan dibentuk untuk tegas menolak suap, apalagi para pegawai Ditjen Pajak sudah menerima remunerasi yang semestinya mengekang mereka dalam menerima suap mengingat dengan paket remunerasi itu kebutuhan-kebutuhan hidup mereka  bisa terpenuhi.

Oleh karena itu, ada hal lain yang perlu dikuatkan lagi, seperti sistem whistlebowing. Ina menganggap model pengawasan seperti ini cukup efektif untuk menjerat oknum-oknum pajak seperti yang dilakukan oleh KPK.

Untuk itu, sistem ini mesti diperkuat kembali, terutama dari sisi penerapan peraturan dan hukum.

Ina juga menggarisbawahi sangat pentingnya peran serta masyarakat dalam mendorong peningkatan integritas pegawai pajak dan reformasi birokrasi pada Ditjen Pajak.

"Masyarakat harus ikut membantu melaporkan jika ada oknum-oknum yang menyeleweng," kata dia.

Untuk itu, Ina mengapresiasi Ditjen Pajak yang telah menyediakan saluran pengaduan masyarakat atas layanan yang Ditjen Pajak berikan. Ditjen Pajak juga telah memiliki saluran sama yang sifatnya langsung ke KPK, sehingga memudahkan penangkapan pegawai pajak yang nakal.

"Meski sekarang sudah banyak pegawai pajak yang berhati-hati, saluran pengaduan ini tetap penting untuk dijaga, terutama untuk menyampaikan informasi bahwa ada tindakan suap pajak," pungkas Ina Pramiana.

Saturday, July 27, 2013

10 Catatan Hukum Presiden SBY, Dari BAP Yang Bocor Hingga Kecurigaan Pada KPK

Jumat, 26 Juli 2013 - 14:29 WIB


 

Saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Bantuan Hukum Nasional 2013 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (26/7), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, ia bukan Sarjana Hukum tapi ia cinta keadilan. Oleh karena itu, Presiden mengaku lebih memilih menggunakan bahasa sesorang yang bukan sarjana hukum di dalam hal-hal yang akan  disampaikannya terkait masalah hukum.
“Bagi saya yang namanya adil itu, kalau dia salah ya dihukum, kalau tidak salah jangan dihukum. Kalau salahnya besar hukumannya berat, kalau salahnya kecil hukumannya ringan, jangan dibalik, ini yang salah, yang tidak salah dihukum, yang salah tidak dihukum, salahnya kecil sekali hukumannya berat, salah besarnya hukumannya ringan sekali, itu berarti tidak adil, bahasa sederhananya seperti itu,” ujar Presiden SBY dalam acara yang dihadiri oleh 310 peserta, yang merupakan direktur atau Kepala Bantuan Hukum se Indonesia, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Mensesneg Sudi Silalahi, Seskab Dipo Alam, dan Jaksa Agung Basrif Arief itu.
Menurut Presiden, sejak tahun pertengahan tahun 2005 hingga hari ini Presiden telah menerima 3.600.000 SMS dan 114.000 surat. Sekitar 3 bulan yang lalu, Presiden bergabung dengan twitter dan telah mendapatkan 2.894.172 follower, di fan page facebook memiliki 356.172 follower. “Artinya kami mendengar apa yang mereka (masyarakat) rasakan dan mereka keluhankan tentang keadilan,” tutur Presiden SBY.
Dari seluruh masalah yang disampaikan masyarakat itu, Presiden menangkap 10 catatan yang esensial, tentang hukum dan keadilan, yaitu:  
1. Banyak yang bertanya, “Pak kok di Indonesia ini ada pengadilan  belum memutuskan kok media massa sudah memvonis seolah-olah orang itu bersalah. Dia kan punya anak, punya istri, punya teman, aibnya luar biasa, belum-belum sudah dinyatakan bersalah oleh Press, Trial by the Press.”
Presiden mengatakan, yang betul adalah Trial by the Court, Pengadilan. Polisi menjalankan penyelidikan, kemudian polisi atau KPK atau kejaksaan melakukan penyidikan. Ketika Kejaksaan atau KPK melakukan penuntutan, majelis hakim sedang menyidangkan belum boleh dikatakan seseorang bersalah, kecuali sudah ada ketetapan hukum yang dijatuhkan dalam sebuah pengadilan oleh majelis hukum. “Apalagi baru berita, baru katanya, divonis seolah-olah salah, dengarkan suara rakyat ini, ini yang pertama,” pinta SBY.
2.   Mudah-mudahan tidak benar tapi masuk kepada saya ini untuk semua penegak hukum, Kepolisian, Kejaksaaan, KPK   atau siapapun, mengapa isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) diketahui oleh pihak-pihak tertentu mestinya itu dokumen rahasia, dibawa nanti dalam proses pengadilan.
“Kok sampai ditangan-tangan pihak tertentu, bisa dibayangkan kalau ditangan press akan menjadi bagian publikasi dari media itu maka disini keadilan juga terganggu koyak jadinya. Belum-belum kok sudah diudal-udal , mari kita sama intropeksi betul atau tidak betul. Jika tidak betul Alhamdullilah,” tutur Presiden SBY.
3.   Masih ada keluhan seolah-olah putusan majelis hakim tidak dianggap tepat. Presiden mengajak intropeksi, kalau ada kejahatan X, perkara X di seluruh dunia dinyatakan bersalah, di pengadilan di Indonesia tidak bersalah tentu ada yang tidak benar . Atau sebaliknya, di seluruh dunia atau di pengadilan manapun di negeri kita mesti bersalah tapi pengadilan x tidak bersalah.
“Mari dilihat bareng-bareng, menurut saya hukum itu memiliki nilai-nilai yang universal, lintas bangsa, lintas negara, lintas keadaan, lintas ruang mestinya begitu, tentunya ada konteks kapan kejahatan itu dilakukan,  tapi kalau sangat menyolok misalkan sangat berbeda, tentu akan mendapatkan sorotan yang tidak kecil,” kata Kepala Negara.
4.   Saya sering berkunjung kedaerah, mudah-mudahan tidak benar, pimpinan daerah, Gubernur, Walikota, Bupati mengaku kepada saya, masih ada pak, saya ini dicari-cari kesalahannya, setelah dicari-cari kesalahannya katanya bisa diatur. “Ini suara mereka (baca rakyat) dan saya sudah berkali-kali menyampaikan kepada jajaran kejaksaan agung, kepolisian, jangan ada oknum seperti  itu, jangan ada kasus seperti itu. Bukan kolusi namun jelas itu tidak menjadi harapan kita semua,” tegas Presiden SBY.
5.   Mereka berharap tidak boleh ada tekanan dari siapapun kepada penegak hukum, tekanan itu misalnya yang tidak salah, hukum saja setinggi-tingginya, atau yang nyata bersalah bebaskan itu tekanan, baik dari penguasa, dari politik dari Jenderal dari LSM atau dari press semua itu biarkan hukum dan keadilan. “Saya mengajak semuanyan jangan memberikan tekanan apapun, kepada para penegak hukum,” pinta SBY.
6.   Saya menggarisbawahi saya berharap mari kita berikan dukungan kepada penegak hukum, jangan sampai  begitu penegak hukum menyatakan seseorang sebagai tersangka, lantas sebut main rekayasa politik, jika begitu tidak akan selesai , penegak hukum dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka tentu dapat dipertanggungjawabkan, kalau tidak dapat dipertanggungjawabkan bisa ketahuan sendiri nantinya. “Oleh karena itu jangan sampai, wah ini rekayasa politik, ini pesanan ini, itu pesanan itu, mari kita bebasakan dan didik diri kita semua, kita harus respect terhadap para penegak hukum,” kata Presiden SBY.
7.   Masih ada kecurigaan masyarakat, jangan-jangan ada deal Politik, saya membayangkan bagaimana deal politik yang dapat kita ubah sebetulnya, tetapi masih ada yang mengatakan  jangan-jangan ada deal politik, yang sering jadi sasaran adalah KPK, BPK dan penegak hukum lainya. “Oleh karena itum dalam rangka refleksi dan kontemplasi ini mari kita bebaskan kita semua tidak ada deal politik apapun karena besarnya tanggungjawab moral dan tanggungjawab keadilan bagi penegak hukum termasuk saya sebagai Kepala Negara,” ungkap Kepala Negara.
8.   Jangan sampai Majelis Hakim diintimidasi, ditekan secara fisik diancam atau diteror. “Pernah suatu saat saya mendengar itu, dan saya katakan, kalau ada yang menteror secara fisik beritahu saya, di negara hukum tidak bisa seseorang mengancam apalagi sampai awas nyawa kalian tidak akan selamat ini kan bisa punya keadilan,” tutur SBY.  Jika butuh pengamanan, lanjut Presiden, pemerintah akan memberikan bantuan sudah ada LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) kepada Majelis Hakim, Jaksa kalau memang terancam keselamatannya, tidak boleh negara membiarkan.
9.   “Ini saya garis bawahi, karena pada kenyataannya ada, jangan-jangan ada suap kepada penengak hukum, oknum dimanapun ada, di pemerintahan ada, di penegak hukum ada , di perss ada, di polisi ada, di manapun ada oknum, nah biasanya satu dua orang digeneralisasi. Yang paling baik semua menjaga diri, jangan sampai ada hal seperti itu yang akan mencemari nama baik dan akan menghilangkan trust kepercayaan masyarakat kepada kita semua,” kata Kepala Negara.
10.   Ini kadang-kadang politiknya tinggi Presiden sering dibeginikan “Pak hayolah kita revisi Undang-Undang, ini ndak bener, ini berlebihan kekuasaaannya dan seterusnya” . Ini riel, yang dimaksudkan adalah MK dan KPK. “Saya mendukung penuh MK dan KPK, setiap putusan MK  Yes Sir, saya jalankan, tidak ada putusan MK apapun yang tidak saya jalankan, kadang-kadang mengejutkan karena waktunya langsung, misalnya pembubaran BP Migas, itu kalau malam tidak konsiyir atau tidak saya keluarkan , goyang itu iklim investasi di Indonesia, investasi BP Migas itu trilliuan rupiah tapi saya jalankan,” kata Presiden SBY.
Presiden menyebutkan pernah dulu 4 atau 5 tahun yang lalu kurang 2 hari ia pidato di DPR, DPD tentang RAPBN dan Nota Keuangannya, sudah siap dokumennya berbuku-buku, sudah ia siapka draft pidato saya tiba-tiba MK mengambil keputusan pemberlakuan anggaran pendidikan 20% berlaku sejak diputuskan. “Dua hari dua malam terpaksa presiden mengaku tidak tidur untuk mengubah semuanya tapi saya jalankan, mengapa? Karena putusan MK Final dan mengikat,” ungkap Presiden SBY.
 Presiden berpesan kepada pendekar keadilan, para hakim konstitusi dan yang lain-lain cermatlah dalam mengambil keputusan, karena sekali palu diketok final dan mengikat demikian yang hadir adalah rasa keadilan. Demikian juga KPK, kalau di Kepolisian, Kejaksaaan dilakukan penyidikan, penyelidikan kalau tidak memenuhi syarat untuk ke proses selanjutnya, ya dihentikan demi keadilan.
“Pesan saya kepada KPK karena memang begitu aturannya, hukumnya maka berhati-hatilah dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka karena setelah itu bablas sampai pengadilan. Ini tujuannya baik, baik kepada MK atau KPK , dengan respect dan penghormatan yang tinggi, besarnya kekuasaannya ditangan kedua lembaga, kekuasaan itu dijalankan dengan benar dan penuh amanah,” pinta Kepala Negara.

Subsidi pangan dapat dorong korupsi



Sabtu, 27 Juli 2013 13:32 WIB | 788 Views
Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia menyatakan bahwa subsidi pangan bila tidak transparan akan berdampak negatif yaitu tetap membuat warga miskin tetap kelaparan, meningkatkan defisit fiskal, dan dapat mendorong korupsi.

"Program subsidi pangan yang dirancang dengan buruk dan tidak transparan serta akuntabel dalam pemanfaatannya tidak akan bermanfaat bagi warga miskin," kata Wakil Presiden Pengentasan Kemiskinan dan Pengelolaan Ekonomi Bank Dunia, Jaime Saavedra, dalam rilis Bank Dunia yang diterima ANTARA, di Jakarta, Sabtu.

Menurut Jaime Saavedra, program-program subsidi pangan tersebut antara lain juga dapat berbiaya tinggi serta rentan akan terjadinya tindak korupsi.

Untuk itu, Bank Dunia juga menentukan prioritas kebijakan dalam mereformasi program tersebut yang akan membuat subsidi lebih tepat sasaran. Lembaga keuangan multilateral itu juga telah berkoordinasi dengan sejumlah lembaga PBB dan mendukung Kemitraan untuk Sistem Informasi Pasar Pertanian (AMIS) guna meningkatkan transparansi pasar pangan secara global.

Sebagaimana diberitakan, Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat melakukan studi korupsi dalam bidang pangan guna mencapai ketahanan pangan nasional yang berdaulat.

"Untuk jangka panjang KPK harus melakukan studi korupsi terkait ketahanan pangan," kata Sekretaris Jenderal AHN, Ramdansyah dalam diskusi tentang pangan di Jakarta, Jumat.

Menurut Ramdansyah, hal tersebut perlu dilakukan agar upaya ketahanan pangan jangan sampai menjadi bias korupsi sehingga melencengkan cita-cita UU Pangan.

Ia mengingatkan, pemenuhan kebutuhan pangan menjadi jaminan bahwa negara telah menjalankan tugasnya sesuai amanah konstitusi.

Selain itu, ujar dia, ketahanan pangan secara langsung berdampak kepada ketahanan nasional karena rendahnya daya beli masyarakat dan tingginya harga kebutuhan pokok juga dapat mengakibatkan rakyat kekurangan gizi, kelaparan, kebodohan, dan bahkan kekacauan sosial.

"Perampokan, pencurian, bahkan pembunuhan dapat meningkat seiring dengan lemahnya ketahanan pangan," katanya.

Selain itu, Ramdansyah juga mengingatkan bahwa UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan tingkat perseorangan.

Pasal 3 UU tersebut menyatakan bahwa penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan.

Friday, July 26, 2013

Kata politisi ini, KPK gelar operasi kelas teri


Jumat, 26 Juli 2013 20:34 WIB | 1174 Views
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Aboe Bakar Al Habsy menganggap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi kelas teri dengan menangkap pengacara berinisial MCB.

"Yang seharusnya mereka (KPK) lahap adalah kasus BLBI, Bank Century ataupun Hambalang," kata Aboe Bakar di Jakarta, Jumat.

Sembari kukuh menyebut KPK menggelar operasi kelas teri, Aboe menyarankan KPK lebih baik menjadi organ pemicu dalam pemberantasan korupsi seperti yang disebutnya dikehendaki UU KPK.

"Biarlah kasus-kasus teri seperti ini ditangani oleh penyidik Polsek atau Polres, akan lebih baik bila KPK fokus pada mega skandal yang mempengaruhi makro ekonomi, karena disinilah kelas KPK sebenarnya," kata dia.

Politis Partai Keadilan Sejahtera ini mengakui persoalan korupsi sudah begitu sistemik di negara ini sehingga diperlukan bukan sekadar fungsi penindakan, namun juga fungsi pencegahan.

"Namun fungsi ini tidak akan bisa berhasil bila tidak dilakukan dengan membuat desains kebijakan birokrasi yang kredibel," kata dia, yaitu sistem birokrasi yang tidak koruptip.

Kamis kemarin, setelah menangkap seorang pegawai MA berinisial DS, berikut barang bukti sejumlah uang terkait dengan penanganan suatu kasus di Mahkamah Agung, KPK menangkap MCB di satu kantor pengacara di Jakarta Pusat.

"Dari tangan DS kami temukan tas berwarna cokelat dan ada uang sekitar Rp80 juta dan masih dihitung sampai sekarang. Diduga pemberian uang ini berasal dari MCB, tapi maksud dan tujuannya masih ditelusuri lebih jauh oleh penyidik," ungkap Juru Bicara KPK Johan Budi.

Thursday, July 25, 2013

Hotma: Penangkapan MCB Tak Terkait Kasus Djoko Susilo


JAKARTA, KOMPAS.com
— Bos firma hukum Hotma Sitompul & Associates, Hotma Sitompul, menegaskan, penangkapan anggota stafnya, MCB, oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi  tidak terkait kasus simulator ujian surat izin mengemudi roda empat (R4) dan roda dua (R2) di Korps Lalu Lintas Polri dengan terdakwa Irjen Djoko Susilo.

"Tidak benar penangkapan terkait kasus hukum Irjen Pol Djoko Susilo yang saat ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta," kata Hotma di Jakarta, Kamis (25/7/2013).

MCB diduga memberi suap kepada anggota staf Mahkamah Agung berinisial DS sebesar Rp 80 juta pada Kamis ini.

Menurut Hotma, ia tidak mengetahui soal praktik suap serta orang-orang yang terlibat dalam perkara yang menjadi permasalahan saat ini. Ia menambahkan, firma hukumnya saat ini tidak menangani kasus apa pun yang berkaitan dengan MA.

"Kantor kami sama sekali tidak mengetahui perkara apa yang menjadi pokok persoalan dalam penangkapan saudara MCB," ujar Hotma.

Baik MCB maupun DS sedang menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta. Selain uang tunai yang dibawa DS, penyidik KPK juga menyita sejumlah uang di rumah panitera MA tersebut.

Wednesday, July 24, 2013

Selamat, KPK Raih penghargaan Magsaysay 2013

Selamat, KPK Raih Penghargaan Magsaysay 2013

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi meraih penghargaan bergengsi di Asia, yakni Ramon Magsaysay Award 2013, atas upayanya memerangi korupsi di Indonesia. KPK dinilai sebagai lembaga antikorupsi yang independen dan berani menindak pejabat negara yang terlibat skandal korupsi.

"(KPK diberi penghargaan) atas kampanye pemberantasan korupsi yang sukses dan independen. KPK menggabungkan penindakan yang tak kenal kompromi terhadap pejabat berkuasa yang bersalah dengan reformasi yang baik dalam sistem pemerintahan, serta sosialisasi yang edukatif atas kesiagaan, kejujuran, dan partisipasi aktif masyarakat Indonesia," ujar Direktur Komunikasi Ramon Magsaysay Award Foundation (RMAF) Manuel H Hizon, Rabu (24/7/2013).

Selain KPK, RMAF juga memberikan penghargaan kepada beberapa tokoh lainnya, yakni Ernesto Domingo dari Filipina, Lehpai Seng Raw dari Myanmar, Habiba Sarabi dari Afganistan, dan organisasi Shakti Samuha dari Nepal.

Sementara itu, Presiden RMAF Carmencita Abella mengatakan, peraih penghargaan Ramon Magsaysay merupakan individu dan organisasi yang luar biasa. Semuanya dinilai terlibat dalam memberikan solusi yang berkelanjutan atas permasalahan sosial yang mengakar di negaranya masing-masing. Permasalahan ini dinilai telah merusak kehidupan masyarakat sehingga menciptakan kemelaratan dan kebodohan. Permasalahan ini termasuk konflik bersenjata, penyakit yang mematikan, eksploitasi dan perdagangan manusia, korupsi dengan impunitas, serta instabilitas politik dan sistem tata pemerintahan yang buruk.

Para penerima penghargaan ini dinilai telah mencurahkan kemampuan dan energinya untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat. "Mereka menolak menyerah, kendati menghadapi kesulitan dan penentangan yang luar biasa. Kita harus belajar banyak dari mereka, dan menghormati keberaniannya," kata Carmencita.

Polisi tindak lanjuti laporan pekerja surveyor Indonesia

Polisi tindak lanjuti laporan pekerja Surveyor Indonesia

Kamis, 25 Juli 2013 00:17 WIB | 681 Views
Jakarta (ANTARA News) - Pihak Polda Metro Jaya akan menindaklanjuti laporan pengurus Serikat Pekerja PT Surveyor Indonesia terhadap Direktur Utama Muhammad Arief Zaiunudin, terkait mutasi dan demosi yang diduga dilatarbelakangi kritikan adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan pimpinan perusahaan.

"Laporannya dipelajari dulu seperti apa dan nanti akan di disposisikan ke satuan yang kompeten untuk menangani perkara itu," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Rikwanto di Jakarta, Rabu.

Rikwanto mengatakan seluruh pelaporan yang masuk ke Sentra Pelayanan Polda Metro Jaya akan ditindaklanjuti sesuai prosedur.

Setelah dianalisa petugas kepolisian, maka penyidik akan memeriksa pelapor dan saksi lainnya yang terkait dengan pelaporan, termasuk pihak terlapor.

Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Surveyor Indonesia, Pongky E Kardono menuturkan pihaknya belum mau menanggapi lebih jauh terkait laporan tersebut.

Namun, Pongky mengungkapkan pihak perusahaan berupaya konsolidasi dengan pelapor, yakni pengurus Serikat Pekerja Surveyor Indonesia.

Tuesday, July 23, 2013

Wajib pajak juga tanggung biaya sosial koruptor

Wajib pajak juga tanggung biaya sosial koruptor

Selasa, 23 Juli 2013 19:24 WIB | 791 Views
Jakarta (ANTARA News) - Para wajib pajak di Indonesia turut menanggung biaya sosial para koruptor yang telah divonis melalui Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ataupun putusan Mahkamah Agung.

"Nilai biaya eksplisit (kerugian negara secara eksplisit), korupsi sebesar Rp168,19 triliun, tapi total nilai hukuman finansial kepada koruptor hanya Rp15,09 triliun atau hanya 8,97 persen dari biaya eksplisit," kata peneliti Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM), Rimawan Pradiptyo dalam diskusi media terkait Peraturan Pemerintah No.99 tahun 2012 di Jakarta, Selasa.

Deputi Penelitian, Pelatihan, dan Pengabdian Masyarakat di Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis UGM itu mengatakan para wajib pajak turut membayar sisa kerugian negara sebesar Rp153,1 triliun dari uang yang telah dikorupsi.

"Biaya yang ditanggung wajib pajak itu belum termasuk biaya oportunitas korupsi dan biaya antisipasi dan reaksi terhadap korupsi," kata Rimawan.

Penghitungan itu, menurut Rimawan, berdasarkan putusan 1365 kasus korupsi sejak 2001 hingga 2012 yang tersedia di situs Internet Mahkamah Agung.

"Penghukuman finansial (terhadap koruptor) juga tidak berdampak pada perekonomian nasional," kata Rimawan.

Riset Rimawan tentang Dampak Ekonomi, Sosial, dan Politik revisi PP No. 99 tahun 2012 itu juga menunjukkan koruptor dengan skala korupsi kurang dari Rp10 juta menerima vonis hukuman penjara lebih besar dibanding koruptor berskala korupsi lebih dari Rp100 juta.

Masa tahanan penjara koruptor berdasarkan putusan MA, menurut riset Rimawan, rata-rata 64,77 persen dari lama tuntutan jaksa penuntut.

"Tanpa ada remisi pun, para koruptor umumnya akan tinggal di penjara 50 persen hingga 60 persen dari masa penjara berdasarkan putusan MA," kata Rimawan. (I026/B012)

Dirut Surveyor Indonesia dilaporkan serikat pekerja

Dirut Surveyor Indonesia dilaporkan serikat pekerja

Selasa, 23 Juli 2013 00:57 WIB | 1438 Views
Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Serikat Pekerja Surveyor Indonesia melaporkan Direktur Utama PT Surveyor Indonesia, Muhammad Arief Zaiunudin ke Polda Metro Jaya, terkait mutasi dan demosi diduga dilatarbelakangi kritikan adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan pimpinan perusahaan.

"Kami menduga mutasi itu melanggar undang-undang serikat pekerja, sehingga pengurus serikat pekerja melaporkan Dirut PT Surveyor Indonesia," kata Ketua Serikat Pegawai Surveyor Indonesia, Irman Bustaman di Markas Polda Metro Jaya, Senin (22/7) malam.

Irman menyebutkan, pihaknya melengkapi bukti laporan dengan menyertakan surat somasi dan surat jawaban somasi dari Dirut PT Surveyor Indonesia, serta surat pengurus yang dimutasi.

Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : TBL/2497/VII/2013/PMJ/Ditreskrimsus tertanggal 22 Juli 2013, Pengurus Serikat Pekerja Surveyor Indonesia melaporkan Arief melanggar Pasal 28 huruf (a) juncto Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang serikat kerja.

Pengacara Serikat Pekerja Surveyor Indonesia, Muhammad Joni menambahkan kliennya menduga Arief menghalangi serikat pekerja yang kritis, sehingga membuat keputusan mutasi dan demosi.

Joni menjelaskan, para pekerja Surveyor mengkritisi dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan pimpinan perusahaan tersebut.

"Setelah (mengkritik), beberapa pengurus dimutasi dan demosi, kami laporkan atas perkara tersebut," ujar Joni.

Selain itu, Joni menambahkan pihaknya telah melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terkait dugaan tindak pidak gratifikasi yang dilakukan pimpinan PT Surveyor Indonesia.

Joni menduga keputusan mutasi pekerja terkait dengan kritikan terhadap dugaan gratifikasi yang melibatkan pejabat kementerian terkait, penolakan merger PT Surveyor Indonesia dengan PT Sucofindo dan adanya pengusutan kasus korupsi PT Surveyor Indonesia oleh Kejati DKI Jakarta. (T014/Z002)

Monday, July 22, 2013

Kejaksaan Agung berhentikan 58 jaksa nakal

Kejaksaan Agung berhentikan 58 jaksa "nakal"

Selasa, 14 Mei 2013 15:51 WIB | 1407 Views
Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menyatakan 58 jaksa telah diberhentikan selama tahun 2012 karena dinilai melakukan pelanggaran kode etik.

"Angka itu meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, hanya 29 jaksa yang diberhentikan," kata Jaksa Agung Muda Pengawasan, Marwan Effendy, dalam acara audiensi dengan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi di Jakarta, Selasa.

Ia juga mengatakan bahwa Kejaksaan Agung akan menindaklanjuti semua laporan atau pengaduan mengenai perilaku jaksa yang melanggar kode etik.

Kamampuan bagian pengawasan di daerah dalam menemukan jaksa-jaksa "nakal" pun, menurut dia, sudah makin baik.

"Saya sendiri bingung mau buat apa lagi, banyak (jaksa) tertangkap tangan. Kita punya satgas buser sendiri," katanya.

Ia juga menyoroti penanganan kasus tilang yang membuka celah praktik menyimpang di pengadilan dan kejaksaan.

"Kasus tilang misalnya ada 500 kasus tapi dia menyetor dari panitera hanya 300 kasus," katanya.

Selain itu ia menyebutkan adanya tren putusan yang bocor sehingga koruptor bisa kabur terlebih dahulu. "Tentunya ada keterlibatan pihak lain di belakang kasus itu," katanya.

Soal anggaran Jokowi FITRA dinilai menyesatkan rakyat

Soal Anggaran Jokowi, FITRA Dinilai Menyesatkan Rakyat

JAKARTA, KOMPAS.com - Informasi yang dilansir FITRA berkaitan dengan anggaran operasional Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama bisa menyesatkan masyarakat, karena tidak mempertimbangkan penggunaan anggaran tersebut. Demikian pandangan pengamat kebijakan publik Adrinof Chaniago.

Informasi yang dilansir FITRA menyebut anggaran operasional Jokowi dan Basuki pada 2013 mencapai lebih dari Rp 26 miliar.  Jika dihitung lebih rinci, Jokowi dan Basuki punya anggaran blusukan masing-masing sebesar Rp 37 juta per hari.

FITRA membandingkan anggaran itu dengan anggaran operasional gubernur dan wakil gubernur DKI era Fauzi Bowo dan Prijanto, yang bernilai lebih dari Rp 17 miliar.

Menurut Chaniago, FITRA bisa menyesatkan publik karena tidak menjelaskan apa yang Jokowi-Basuki dan Fauzi-Prijanto lakukan dengan anggaran itu. Menurutnya, anggaran besar bukan masalah jika digunakan untuk kepentingan masyarakat.

"Kelemahan FITRA dimanfaatkan. Apalagi menyuruh Jokowi jangan blusukan. Pelajari dulu agar pemerintahan bisa efektif, jangan dipelintir. Anggaran besar tapi efektif. Daripada hemat tapi nyatanya boros dimana-mana. Blusukan itu proyek murah. Jokowi menggerakkan supaya program itu tepat sasaran," kata Adrinof kepada Tribunnews, Minggu (21/7/2013).

"Bandingkan dengan pemerintahan sebelumnya yang rajin menggerogoti anggaran. Dengan proyek mengada-ada, atau proyek yang perlu tapi anggarannya mengada-ada. FITRA pakai kacamata yang sudah dibersihkan lah," tambahnya.

Jokowi sendiri telah menyatakan bahwa ia tidak menggunakan anggaran operasional untuk blusukan. Menurutnya, ia menggunakan anggaran itu untuk membantu masyarakat dan semua pengeluaran itu dicatat sehingga bisa dipertanggungjawabkan.

"Anggaran operasional Gubernur untuk sumbangan ke masyarakat, bantuan kegiatan masyarakat yang diajukan lewat proposal, bantuan korban kebakaran, banjir, obat-obatan, beras, seragam sekolah, dan buku tulis," ujar Jokowi.

"Blusukan juga salah satu mekanisme kontrol langsung di lapangan. Sehingga secara otomatis menjadi salah satu cara mencegah korupsi," tambahnya.

Jaksa Agung ajak ubah paradigma penanganan korupsi

Jaksa Agung ajak ubah paradigma penanganan korupsi

Senin, 27 Mei 2013 18:48 WIB | 1495 Views
Denpasar (ANTARA News) - Jaksa Agung Basrief Arief mengajak untuk mengubah paradigma di kalangan penegak hukum di lingkungan kejaksaan dalam penanganan kasus korupsi dengan pendekatan pencegahan atau preventif.

"Saya berharap dalam penanganan kasus tersebut sesuai dengan pencanangan gerakan antikorupsi, dapat mengubah tidak hanya pendekatan represif namun juga preventif," kata Basrief usai melakukan kunjungan ke Kejaksaan Negeri Denpasar, Senin sore.

Pendekatan dengan cara mencegah tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh para penegak hukum di lembaga tersebut dengan cara memberikan penyuluhan hukum ke semua kalangan.

Penyuluhan dan penerangan mengenai hukum tersebut bertujuan supaya jangan sampai terjadi tindak pidana korupsi.

"Penyuluhan itu dapat dilaksanakan oleh setiap kejaksaan di daerah termasuk Bali," ujarnya.

Pihaknya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di daerah manapun di Tanah Air tidak memasang target secara kuantitatif namun lebih ke kualitatif.

"Saya tidak menciptakan target secara angka, namun tidak membiarkan tindakan yang terindikasi merupakan korupsi. Termasuk dalam menanggapi laporan atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)," ucapnya.

Dia menambahkan, namun jika temuan tersebut melanggar secara administrasi maka hanya dikenakan sanksi ganti rugi tapi jika ada indikasi maka ditindak secara hukum.

Sebelum melakukan kunjungan Jaksa Agung melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Jaksa Agung Thailand terkait tukar menukar informasi dan jaksa antarkedua negara itu. (*)

Sunday, July 21, 2013

Korupsi penghambat kemajuan ekonomi

Korupsi penghambat kemajuan ekonomi

Minggu, 21 Juli 2013 21:30 WIB | 991 Views
Lebak (ANTARA News) - Mantan Ketua MPR Periode 1999-2004 Amien Rais mengatakan pelaku korupsi menjadi penghambat kemajuan ekonomi Indonesia sehingga perlu diberantas untuk mencegah tindakan korupsi.

"Saat ini pelaku korupsi makin merajalela dan kerugian uang negara hingga triliunan rupiah," kata Amien Rais saat berbuka puasa bersama masyarakat Lebak di LPMP Rangkasbitung, Minggu.

Menurut dia, selama ini kasus korupsi di Tanah Air termasuk luar biasa dan pemberantasannya belum tuntas.

Pihaknya berharap pelaku korupsi dapat hukuman seberat-beratnya, karena mereka bisa menghancurkan tatanan kehidupan masyarakat banyak.

Bahkan, koruptor-koruptor di Indonesia lebih canggih dibandingkan di Malaysia.

Kasus korupsi di Malaysia dinilai seperti taman kanak-kanak.

Namun, sejauh ini penegakan hukum kasus korupsi terkadang tebang pilih sehingga supremasi hukum belum maksimal.

Karena itu, pihaknya meminta ke depan pemerintah harus melaksanakan dua hal untuk mendekati reformasi yakni pertama penegakan hukuman tanpa tebang pilih.

Kedua, pemberantasan korupsi harus dilaksanakan serius untuk meningkatkan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

Sebab korupsi bisa menjadikan penghambat kemajuan ekonomi juga bisa menimbulkan kemiskinan.

"Kami setuju jika korupsi itu dihukum seberat-beratnya untuk memberikan efek jera kepada pelakunya," kata tokoh Muhammadiyah.

Ia menyebutkan, selama reformasi empat pilar demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan.

Pilar pertama yakni legislatif yang membuat hukum, kedua eksekutif yang menjalankan undang-undang melalui Presiden hingga Bupati, ketiga, Yudikatif yakni peradilan hukum yang melaksanakan Kejaksaan dan Mahkamah Agung dan keempat, media massa.

Namun, demokrasi ini diperlukan politik yang kuat sehingga saling sinergi untuk melaksanakan kehidupan yang lebih baik.

"Saya kira politik itu sangat berperan untuk menentukan nasib bangsa ini," katanya.

Saturday, July 20, 2013

KPK Rencana Tahan Anas dan Andi Usai lebaran

KPK Rencana Tahan Anas dan Andi Usai Lebaran

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal segera menahan dua tersangka kasus Hambalang, Anas Urbaningrum dan Andi Alfian Mallarangeng. Anas, mantan Ketua Umum Partai Demokrat, menjadi tersangka dalam kasus ini dengan dugaan menerima gratifikasi. Sementara Andi, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga sekaligus mantan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat, menjadi tersangka kasus ini terkait pengucuran anggaran.

"Insya Allah (segera ditahan), saya perkirakan habis Lebaran," kata Ketua KPK Abraham Samad di sela diskusi media di Jakarta, Jumat (19/7/2013) malam. Selain berencana menahan Andi dan Anas, KPK juga akan menahan tersangka lain dalam kasus yang sama, Direktur Operasional PT Adhi Karya, Teuku Bagus Muhammad Noor, dalam waktu yang berdekatan.

KPK belum menahan ketiga tersangka saat ini, kata Abraham, karena masih ada data terkait penyidikan yang harus dilengkapi. Data itu, ujar dia, bukan sekadar angka kerugian negara yang dihitung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Tapi, ada data yang mau kami cocokkan. Belum lengkap sehingga belum bisa ditahan. Karena kalau terlalu lama ditahan dan belum lengkap, bisa lepas," papar dia.

Dalam kasus terkait proyek Hambalang, KPK menetapkan empat tersangka, yakni Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kementerian Pemuda dan Olahraga Deddy Kusdinar, Andi, Teuku Bagus, dan Anas. KPK menduga Anas menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain, sedangkan tiga orang lainnya diduga melakukan penyalahgunaan wewenang terkait pembangunan sarana dan prasarana olahraga Hambalang.

Sejauh ini, baru Deddy Kusdinar yang ditahan. KPK baru satu kali memeriksa Andi sebagai tersangka, tetapi tidak langsung melakukan penahanan. Demikian juga dengan Teuku Bagus yang tidak ditahan seusai diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (19/7/2013).

Sementara Anas belum pernah diperiksa KPK sebagai tersangka. KPK masih mendalami bentuk penerimaan lain yang diduga diterima Anas selain Harrier, Vellfire, dan aliran dana untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat 2010.

Kejati tahan mantan Sekwan DPRD Malut


Kejati tahan mantan Sekwan DPRD Malut

Sabtu, 20 Juli 2013 17:06 WIB | 810 Views
Ternate (ANTARA News) - Kejaksanaan Tinggi Maluku Utara (Malut)  menahan mantan Sekretaris Dewan DPRD Malut, IA, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan anggaran penyusunan 15 Rancangan Peraturan Daerah senilai Rp6,9 miliar.

"Selain Sekwan IA, Kejati juga menahan mantan Bendahara Setwanprov Malut, AK, dalam kasus dugaan penyelewengan anggaran Ranperda dan keduanya saat ini dititipkan di Rutan kelas IIb Ternate," kata Ketua Tim Penyidik Kejati Malut, Maryono, di Ternate, Sabtu.

Sebelum dilakukan penahanan terhadap kedua tersangka, tim penyidik Kejati Malut melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap hampir tujuh jam mulai 08.00 WIT hingga Sore.

Ia mengatakan, selain menahan kedua tersangka, Kejati Malut juga menyita satu mobil sedan merek ford berwarna merah dengan nomor polisi DG 1210 MM milik mantan Bendahara Sekwan DPRD.

Sejauh ini, baru dua orang yang ditetapkan tersangka dalam kasus Ranperda di DPRD Malut, akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan aka nada tersangka baru dalam kasus tersebut.

Kasus dugaan korupsi anggaran penyusunan 15 Ranperda di DPRD Malut dilaporkan, setelah tidak adanya pertanggungjawaban mengenai penggunaan dana Rp6,9 miliar untuk pembahasan Ranperda tahun 2011.

"Dari laporan penyidik sudah ada 13 orang saksi yang diperiksa dalam kasus Ranperda ini dan mengarah pada dua orang tersangka, tetapi belum disebutkan siapa yang akan ditetapkan tersangka," katanya.

Ia mengatakan, penyidik telah memeriksa sebanyak 13 saksi dalam kasus dugaan penyimpangan dana ranperda dan tidak tertutup kemungkinan akan ada saksi lainnya pada kasus tersebut.

Sementara itu, Kejati Malut, Abdoel Kaderoen SH ketika dihubungi sebelumnya menyatakan, pihaknya akan transparan dalam pengungkapan dugaan penyelewengan anggaran Ranperda di DPRD Malut, serta tidak akan terpolitisir dengan kasus yang ditangani saat ini, ujarnya.

"Kejati Malut akan bersikap proporsional dalam menuntaskan kasus itu dan tidak ada terpengaruh dengan masalah politik," katanya.

Oleh karena itu, Kejati Malut saat ini telah memeriksa sejumlah saksi terkait dengan kasus tersebut, diantaranya Ketua DPRD Malut, Syaiful Ruray, serta sejumlah anggota Banleg yang saat ini masih berstatus sebagai saksi.

Friday, July 19, 2013

Disambut baik KPK usut penyimpangan perbaikan jalan pantura

Disambut baik KPK usut penyimpangan perbaikan jalur Pantura


Zul Sikumbang Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR RI, Syarifuddin Sudding menyambut baik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki proyek pembangunan jalan di Jalur Pantai Utara (Pantura).

"Kita mendukung penuh upaya KPK untuk melakukan investigasi terkait kemungkinan adanya penyelewengan anggaran negara untuk jalan di Pantura. Jika ada yang tidak beres, silakan diungkap tuntas, kami di Komisi III DPR RI akan mem-back up KPK," kata Sudding di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (19/7/2013).

Sudding mengatakan proyek yang nilainya triliunan rupiah itu, tak pernah tuntas diselesaikan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Akibatnya, kata politisi Hanura itu, terjadi kemacetan dari tahun ke tahun.

"Bahkan proyek perbaikan jalur Pantura ini nyaris menjadi proyek abadi, karena setiap tahun tidak pernah selesai," tegas ketua Fraksi Partai Hanura ini.

Sudding merasa heran dengan proyek perbaikan jalur Pantura yang menelan dana triliunan rupiah tersebut dari tahun ke tahun tidak pernah selesai. Padahal semestinya, sebuah proyek tentu sudah diperhitungkan jangka waktu pengerjaan serta ketahanan jalan yang dikerjakan.

"Tiap tahun selalu ada perbaikan tapi tidak pernah selesai. Alasannya selalu kelebihan beban dan muatan. Memangnya tidak ada insinyur yang bisa menghitung berapa kekuatan dan ketahanan beban terhadap jalan? Sekali lagi, yang paling menderita adalah rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa," tandas dia.

Dalam pernyataannya, Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas mengatakan, KPK tengah menelusuri secara khusus proyek perbaikan jalan di jalur Pantura yang panjangnya sekitar 1.360 kilometer itu.

Ia menyebutkan, dari penelusuran KPK, ditemukan ada indikasi kejanggalan, ditemukan ketidakcocokan anggaran.

Thursday, July 18, 2013

Luthfi Hasan akhirnya akui Darin istri ketiganya

Luthfi Hasan Akhirnya Akui Darin Istri Ketiganya

JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah lama bungkam, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan anggota DPR RI Luthfi Hasan Ishaaq akhirnya mengakui bahwa Darin Mumtazah adalah istri ketiganya. Pengakuan disampaikan terdakwa kasus suap impor daging sapi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu seusai diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (18/7/2013), sebagai saksi untuk terdakwa Direktur PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman.

"Kan sudah diumumkan, ya benar itu," katanya.

Ketika dikonfirmasi kembali perihal hubungan mereka, Luthfi mempertegas bahwa Darin memang istrinya.

"Iya, sangat benar," tegasnya lagi.

Namun, Luthfi enggan berkomentar tentang peluang Darin hadir sebagai saksi di persidangannya.

"Kalau masalah itu tidak usah dibahas," kata Luthfi kemudian.

Dalam dakwaan tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, disebutkan bahwa mantan Presiden PKS itu memberikan hadiah berupa satu Mitsubishi Grandis senilai Rp 150 juta kepada Darin. Mobil yang diberikan kepada Darin tersebut diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi.

Menurut jaksa KPK, Luthfi menyembunyikan harta yang patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi melalui sejumlah cara, salah satunya dengan membelikan aset yang diatasnamakan orang lain. Jaksa juga menyebutkan bahwa Darin adalah istri ketiga Luthfi. Luthfi disebut menikahi Darin sekitar tahun 2012. Pernikahan tersebut disebut sebagai pernikahan ketiga Luthfi.

Selain Darin, menurut jaksa, Luthfi memiliki dua istri lainnya. Istri pertama, Sutiana Astika, yang dinikahi pada Januari 1984, serta Lusi Tiarani, yang dinikahi pada September 2000. Ayah Darin, Ziad, pun membenarkan adanya pernikahan itu pada akhir Juni 2012. Menurut Ziad, keduanya saling jatuh cinta karena Luthfi beberapa kali bertandang ke rumah Ziad untuk urusan bisnis.

Wednesday, July 17, 2013

KPK periksa mantan Deputi Gubernur BI

KPK periksa mantan Deputi Gubernur BI

Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ardhayadi Mitroatmodjo dalam kasus korupsi pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) untuk Bank Century dan penetapan bank itu sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budi Mulya," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu (17/7/2013).

Ardhayadi adalah mantan Deputi Gubernur BI Bidang Sistem Pembayaran dan Peredaran Uang serta Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pengawasan Bank.

Ia tidak memberikan pernyataan apapun saat mendatangi gedung KPK.

Dalam kasus Bank Century, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat BI dan pejabat Kementerian Keuangan seperti Sri Mulyani yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan.

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012.

Sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Tuesday, July 16, 2013

Koruptor tidak diuntungkan dengan pemberlakuan PP no: 99/ 2012

Koruptor tidak diuntungkan dengan pemberlakuan PP 99/2012

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengatakan bahwa narapidana (napi) yang dihukum karena melakukan tindak pidana korupsi tidak diuntungkan dengan pemberlakukan Peraturan Pemerintah No 99 tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

"Jangan disalahkan kebijakan saya meng-entertain koruptor, karena hukuman terhadap napi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tidak berubah setelah diterapkannya PP tersebut, tidak ada dispensasi apapun," kata Amir, di Jakarta, Senin.

Kebijakan yang dimaksud oleh Amir adalah surat edaran yang menyatakan bahwa PP No 99/2012 berlaku untuk napi yang putusannya berkekuatan hukum tetap (inkracht) sejak 12 November 2012 atau sejak PP tersebut dikeluarkan.

Surat edaran Menkumham Amir Syamsuddin Nomor M.HH-04.PK.01.05.06 Tahun 2013 tersebut dikeluarkan pada 12 Juli 2013 atau sehari setelah kerusuhan LP Tanjung Gusta, 11 Juli 2013.

Padahal sebelumnya PP tersebut berlaku umum atau juga berlaku untuk para napi yang telah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap sebelum 12 November 2012 sehingga bagi mereka diterapkan PP lain yaitu PP No 28/2006 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.

"Sepanjang terpenuhi syarat PP No 86/2006, napi yang sudah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap sebelum 12 November 2012 akan mendapat remisi," tambah Amir.

Namun ia menyatakan bahwa salah satu alasan dikeluarkannya surat edaran tersebut adalah untuk mencegah aturan ketat untuk napi anak yang dihukum karena memiliki narkoba.

"Surat edaran itu sebenarnya untuk menyelamatkan pengguna narkoba yang dihukum karena memiliki narkoba tapi bukan pengedar, bila ada pelaku korupsi yang terkena dampak dari PP, hal itu merupakan risiko," tambah Amir.

Ia menjelaskan bahwa Menkumham akan mengeluarkan peraturan pelaksana mengenai PP No 99/2012.

"Kami akan mengeluarkan peraturan pelaksana, cukup dalam peraturan menteri khusus mengatur pengguna narkoba yang dihukum karena memiliki narkoba," ungkap Amir.

Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menyatakan bahwa selain berpegang pada PP 99/2012, Kemenkumham dalam memberikan remisi dan pembebasan bersayar juga berpegang pada Peraturan Menkumham No 6 tahun 2013 tentang tata tertib lembaga pemasyarakatan dan rumah tangga negara.

"Berlaku Peraturan Menteri No 6 tahun 2013 yang mengatur mengenai pelanggaran ringan, sedang dan berat jadi bila berat tidak akan mendapat remisi," ungkap Denny.

Pasal 34A PP No 99 tahun 2012 menjelaskan bahwa pemberian remisi bagi narapidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, harus memenuhi sejumlah persyaratan.

Pertama adalah bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya; kedua telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk narapidana korupsi; dan ketiga telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh lapas dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar: kesetiaan kepada Indonesia secara tertulis atau tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis.

Monday, July 15, 2013

Hakimtolak keberatan Luthfi Hasan Ishaaq

Hakim tolak keberatan Luthfi Hasan Ishaaq

Senin, 15 Juli 2013 13:00 WIB | 907 Views
Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan kuasa hukum terdakwa kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq, dengan perbedaan pendapat.

"Menyatakan sah surat dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai dasar pemeriksaan dan memerintahkan jaksa untuk melanjutkan perkara," kata Ketua Majelis Hakim, Gusrizal, saat membacakan putusan sela, Senin.

Dalam nota keberatan mereka, kuasa hukum Luthfi antara lain menyatakan bahwa dakwaan terhadap Luthfi bertujuan untuk menjatuhkan Partai Keadilan Sejahtera karena KPK melakukan tebang pilih dan PKS yang sekarang ditebang.

"Itu bukan materi keberatan sehingga harus dikesampingkan," kata Gusrizal tentang keberatan itu.

Hakim juga menyatakan beberapa keberatan kuasa hukum Luthfi harus dibuktikan, termasuk soal penyadapan yang dianggap melanggar hak asasi manusia dan bahwa bukan penyelenggara negara yang terbukti mempengaruhi pegawai Kementerian Pertanian dalam perkara itu.

"Hal itu bukan materi keberatan serta merupakan ruang lingkup pembuktian perkara sehingga keberatan harus dikesampingkan," tambah Gusrizal.

Namun Gusrizal menambahkan bahwa hakim anggota memiliki perbedaan pendapat dalam membuat putusan tersebut.

"Hakim anggota 3 dan 4 mengakukan perbedaan pendapat khusus mengenai kewenangan jaksa penuntut umum KPK mengenai kewenangan penuntutan tindak pidana pencucian uang," kata hakim anggota, I Made Hendra.

Made Hendra menjelaskan, penuntut umum yang berwenang untuk melakukan penuntutan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah jaksa yang berada di bawah jaksa agung atau kepala kejaksaan tinggi.

"Jaksa KPK tidak termasuk di bawah Jaksa Agung atau Kepala Kejaksaan Tinggi, sehingga wewenang penuntutan TPPU harus diserahkan ke Kejaksaan Negeri setempat," tambah dia.

Anggota majelis hakim ke-4, Joko Subagio, mengatakan bahwa organ pemerintah tidak bisa menganggap sendiri dirinya punya wewenangan.

"JPU KPK tidak punya kewenangan untuk mengajukan penuntutan pencucian uang ke pengadilan sehingga TPPU dalam dakwaan ke-2 dan ke-3 haruslah tidak dapat diterima," jelasnya.

Atas putusan tersebut pengacara Luthfi pun mengajukan perlawanan.

"Kami mengajukan perlawanan," kata kuasa hukum Luthfi, M. Asegaf.

Sementara jaksa KPK, Muhibuddin, menyatakan tetap akan melanjutkan perkara.

"Kami tetap melanjutkan perkara, dissenting opinion akan dijawab dengan perlawanan bersamaan dengan penuntutan," katanya.

Sunday, July 14, 2013

Diperiksa KPK Maharany Didampingi Pamannya

Diperiksa KPK, Maharany Didampingi Pamannya


JAKARTA, KOMPAS.com — Maharany Suciyono datang ke Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kepengurusan tambahan kuota impor daging sapi selama lebih kurang tiga jam, Senin (8/7/2013), dengan didampingi pamannya. Seusai diperiksa, mahasiswi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta ini enggan mengungkapkan materi pemeriksaannya. Sambil memegang lengan pamannya, Maharany hanya tersenyum ketika diberondong pertanyaan wartawan.

“Permisi... permisi...,” kata Maharany singkat meminta agar kerumunan wartawan memberinya jalan untuk menuju taksi yang telah menunggunya di pintu keluar Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Maharany diperiksa karena dianggap tahu seputar kasus dugaan korupsi kuota impor daging sapi yang menjerat Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman.

Kasus ini berawal saat KPK menangkap tangan Ahmad Fathanah dan dua direktur PT Indoguna Utama, yakni Juard Effendi serta Arya Abdi Effendi, Januari lalu. Saat ditangkap KPK, Fathanah tengah bersama Maharany di sebuah kamar hotel di Jakarta. Maharany pun ikut ditangkap lalu digelandang ke Gedung KPK untuk diperiksa lebih lanjut.

Setelah pemeriksaan, KPK membebaskan Maharany karena dianggap tidak terlibat dalam kasus dugaan pemberian suap tersebut. Dalam kasus ini, KPK mulanya menjerat empat tersangka, yakni Fathanah, Arya, Juard, dan mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Melalui pengembangannya, KPK menetapkan Maria sebagai tersangka atas dugaan memberikan uang kepada Luthfi dan Fathanah dalam rangka mengurus tambahan kuota impor daging sapi.

Saturday, July 13, 2013

Jaksa KPK: Janganlah Sebar Virus Kebencian terhadap KPK

Jaksa KPK: Janganlah Sebar Virus Kebencian terhadap KPK

JAKARTA, KOMPAS.com — Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan, KPK tidak pernah bertujuan mendiskreditkan bahkan menghancurkan atau merusak Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan mengusut kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi yang menjerat mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Hal ini disampaikan tim jaksa KPK saat membacakan tanggapan jaksa atas eksepsi atau nota keberatan pihak pengacara Luthfi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (8/7/2013).

"Kami menilai justru tim penasihat hukumlah yang menggiring opini seolah-olah KPK bukan memproses orang yang diduga melakukan tindak pidana, melainkan memproses institusi PKS. Apakah sedemikian naifnya pemahaman penasihat hukum terkait pertanggungjawaban pidana?" kata Jaksa Muhibuddin.

Jaksa KPK menanggapi poin eksepsi tim pengacara Luthfi yang menuding ada motif di luar hukum yang mendasari penyidikan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang kuota impor daging sapi. Dalam eksepsinya pada persidangan pekan lalu, tim pengacara Luthfi menilai KPK berupaya menghancurkan suatu partai, yakni PKS. Sementara itu, menurut jaksa KPK, kasus kuota impor daging sapi ini bukanlah menyasar suatu partai, melainkan hanya melibatkan individu, yakni Luthfi.

"Janganlah sampai penasihat hukum menebar virus kebencian kepada KPK dengan melibatkan jutaan kader PKS lainnya yang istikamah dan sungguh-sungguh berjuang untuk tegaknya demokrasi di republik ini," sambung Muhibuddin.

Padahal, lanjut jaksa, tim penasihat hukum memahami bahwa partai politik adalah pilar demokrasi. Oleh karena itu, jaksa KPK tidak sepakat, bila karena pemeriksaan satu orang dalam partai politik yang diduga melakukan suatu tindak pidana, lalu para penasihat hukum Luthfi membangun opini seolah-olah orang lain juga ikut untuk menanggung perbuatan tersebut.

"Bukankah agama memerintahkan kita untuk saling tolong dalam kebaikan dan ketakwaan, bukan sebaliknya, tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan?" tambahnya kemudian.

Tim jaksa KPK juga menilai tudingan terhadap KPK yang disampaikan tim pengacara Luthfi tersebut sudah di luar ruang lingkup nota keberatan sehingga harus dikesampingkan. Jaksa Muhibuddin bahkan menyebutkan isi pembelaan tim pengacara Luthfi yang menuding KPK justru akan memberatkan terdakwa.

"Untuk kepentingan siapa tim penasihat hukum mengajukan nota keberatan? Jika materinya sedemikian rupa, maka siapa sesungguhnya yang menjadikan penegakan hukum sebagai suatu festival?" tutur Jaksa Muhibuddin.

Secara umum, tim jaksa KPK menilai eksepsi tim pengacara Luthfi hanya sebatas ajang curhat ketimbang menyampaikan materi keberatan seperti yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Tim jaksa KPK pun meminta majelis hakim Tipikor menolak seluruh nota keberatan yang diajukan tim penasihat hukum tersebut, kemudian menyatakan surat dakwaan jaksa KPK sudah memenuhi syarat materiil dan formal untuk dijadikan dasar memeriksa perkara ini di persidangan.

Friday, July 12, 2013


Aturan remisi koruptor akan dievaluasi

Jumat, 12 Juli 2013 18:48 WIB | 688 Views
Medan (ANTARA News) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia akan melakukan evaluasi mengenai materi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang berisi pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi kalangan koruptor.

Rencana evaluasi itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin usai berdialog dan menerima aspirasi perwakilan narapidana dan tahanan Lapas Tanjung Gusta Medan, Jumat.

Sebenarnya, kata Menkumham, penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut merupakan semangat untuk mengakomodir amarah dan kebencian publik atas tindak pidana korupsi.

Namun PP tersebut juga merangkum sejumlah tindak pidana lain yang dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) seperti peredaran narkoba dan aksi terorisme.

Kondisi itu menimbulkan ketidaknyamanan bagi narapidana lainnya karena merasa haknya sebagai warga binaan pemasyarakatan berupa pembebasan bersyarat dan remisi tidak tersahuti lagi.

"Itu menjadi keberatan mereka. Sebagai menteri, itu wajib saya perhatikan," katanya.

Meski penolakan terhadap PP 99/2012 tersebut terjadi di Medan, tetapi pihaknya memperkirakan hal itu merupakan aspirasi umum yang ada di pemikiran seluruh narapidana di Tanah Air.

"Saya rasa, walau pun kejadiannya di Tanjung Gusta, apa yang mereka sampaikan merupakan aspirasi seluruh warga binaan pemasyarakatan," ujar Menkumham.

Karena itu, pihaknya akan mencari solusi yang tepat dalam mengatasi masalah itu tanpa mengabaikan aspirasi rakyat untuk memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera bagi kalangan koruptor.

"Saya harus mencari solusi. Itu janji yang wajib saya tepati," katanya.

Terkait kerusuhan di Lapas Tanjung Gusta, Menkumham menilai faktor awalnya cukup sederhana karena merasa tidak nyaman disebabkan fasilitas air dan listrik yang terhenti.

"Sebenarnya tidak terlalu banyak masalah yang mereka kemukakan, sangat simple," katanya.

Namun, kata dia, ketidaknyamanan tersebut diikuti belum tersosialisasinya PP 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Wednesday, July 10, 2013


Polri minta maaf jika terbukti jadi lembaga terkorup

Rabu, 10 Juli 2013 17:13 WIB | 783 Views
Jakarta (ANTARA Newsntara) - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F. Sompie menyatakan kepolisian meminta maaf jika hasil survei Transparency International Indonesia (TII) yang menyebut kepolisian sebagai lembaga terkorup di Indonesia terbukti benar.

"Polri yang memiliki 400 ribu anggota di seluruh Indonesia harus berbesar hati menerima setiap masukan baik berupa teguran, koreksi atau hasil penelitian yang walau ada yang menyakitkan. Kalau ini benar, Polri meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia," kata Ronny di Jakarta, Rabu.

Dia juga meminta lembaga survei memberikan rekomendasi guna memperbaiki kinerja Polri.

"Kami minta agar lembaga survei juga memberikan rekomendasi yang tajam, simpul mana yang harus diperbaiki Polri," katanya.

Survei Global Corruption Barometer (GCB) 2013 yang dilakukan oleh TII menyebut kepolisian sebagai lembaga paling korup di Indonesia disusul parlemen dan pengadilan.

Korupsi Indonesia sulit diperbaiki jika KPK diganggu

Korupsi Indonesia sulit diperbaiki jika KPK diganggu

Selasa, 9 Juli 2013 21:58 WIB | 972 Views
Jakarta (ANTARA News) - Tingkat korupsi di Indonesia yang dinilai masih tinggi oleh Transparency International Indonesia (TII) sulit untuk diperbaiki bila berbagai pihak masih ada yang terus mengganggu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sulit bagi pemerintah memperbaiki kondisi. Indonesia jika KPK terus diganggu dan reformasi lembaga-lembaga publik. mengendor," kata Sekjen TII Dadang Trisasongko, di Jakarta, Selasa.

Ia mengemukakan, meski pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi, namun suap dan penyalahgunaan wewenang dinilai masih marak, sementara lembaga-lembaga yang mestinya memberikan pelayanan, pelindungan dan supervisi justru memiliki integritas yang buruk.

Karena itu, ujar dia, diperlukan upaya lebih keras untuk memperkuat lembaga-lembaga antikorupsi, memonitor efektivitas reformasi pelayanan publik dan melibatkan warga dalam upaya-upaya melawan korupsi.

"Di Indonesia, 72 persen warga menyatakan korupsi meningkat. Sementara 20 persen menyatakan kondisi sama dan hanya 8 persen menyatakan korupsi menurun," katanya.

Dadang juga mengatakan, ketika. ditanya tentang upaya pemberantasan korupsi, 65 persen warga menyatakan belum efektif, sementara hanya 32 persen yang menyatakan sudah efektif. Sisanya tidak yakin apakah efektif atau tidak.

"Kita membutuhkan dukungan politik yang kuat untuk pembenahan parlemen, kepolisian pengadilan, dan lembaga-lembaga pelayanan publik untuk memastikan alokasi budget dan basic services kepada warga tidak dikorupsi," lanjut Dadang.

Menurut dia, secara global partai politik, polisi, parlemen, peradilan dan birokrasi merupakan lembaga yang paling korup.

Ia berpendapat, kondisi itu juga tercermin di Indonesia dalam kaitan dengan pemenuhan pelayanan hak-hak dasar kepada warga. Survey yang dilakukan TII menunjukkan masih banyak kutipan yang harus dibayar ketika berurusan dengan lembaga kepolisian, pengadilan, perizinan usaha, pertanahan, pendidikan dan kesehatan.

Meski demikian, ujar dia, warga di seluruh dunia masih sangat optimistis melawan korupsi karena 9 dari 10 orang yang disurvei bersedia terlibat melawan korupsi, dan dua pertiga di antaranya berkomitmen untuk menolak suap.

"Di Indonesia, 80 persen warga bersedia untuk bertindak secara konkret. Baik dalam bentuk memberi tekanan petisi dan protes atau demo, bergabung dalam organisasi antikorupsi, menolak suap, membangun wacana melalui media sosial, maupun melaporkan kejadian korupsi di sekitarnya," katanya.

Selain itu, KPK yang telah menjadi rujukan lembaga antikorupsi di seluruh dunia dalam penegakan hukum terhadap korupsi perlu terus didukung dan diperkuat kewenangan, kapasitas dan sumberdaya keuangannya.(M040/R010)

Tuesday, July 9, 2013

Hakim Tipikor cecar Mantan Menkes Siti Fadilah

Hakim Tipikor cecar Mantan Menkes Siti Fadilah

Senin, 8 Juli 2013 20:44 WIB | 1260 Views

Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah  dicecar majelis hakim Tindak Pidana Korupsi terkait  penunjukan langsung perusahaan yang mengerjakan proyek tersebut.

"Kesaksian Saudara menunjukkan gambaran betapa sibuknya seorang menteri, bagaimana mungkin seorang menteri mengatakan flu burung adalah Kejadian Luar Biasa (KLB) tapi tidak tahu produk keputusan presiden mengenai hal itu?," tanya ketua majelis hakim Nawawi Ponolango dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Kasus yang melibatkan Siti Fadilah tersebut adalah dugaan korupsi dana proyek korupsi pengadaan alat kesehatan untuk flu burung tahun 2006-2007 di Kementerian Kesehatan.

Siti Fadilah Supari dalam dakwaan disebut melakukan perbuatan pidana bersama-sama dengan terdakwa mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar, Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes Ratna Dewi Umar yaitu dalam pengadaan alat kesehatan wabah flu burung (pengadaan pertama) dengan cara menetapkan metode penunjukan langsung perusahaan pelaksana yaitu milik Rudijanto Tanoesoedibjo, kakak pengusaha Harry Tanoesoedibjo.

Sedangkan dalam pengadaan ketiga dan keempat, Siti Fadilah juga memerintahkan agar pengadaan dilakukan dengan metode penunjukkan langsung kepada Tatat Rahmita Utami (PT Kimia Farma Trading Distribution) untuk melengkapi peralatan 56 rumah sakit rujukan flu burung dan pengadaan "reagen dan consumable".

Menjawab pertanyaan tersebut, Fadilah mengatakan bahwa ia lupa.

"Luar biasa, Saudara sebaiknya berpikir sejenak sebelum menyampaikan jawaban," cecar Nawawi.

Anggota majelis hakim Alexander Marwata menanyakan siapa yang menentukan penunjukkan perusahaan-perusahaan tersebut.

"Direktur (Ratna Dewi Umar) sangat menguasai masalah, berhak untuk menentukan penunjukkan langsung, karena itu direktur bertanya ke dirjen, dirjen bertanya ke menteri dan menteri bertanya ke sekretaris jenderal mengenai penunjukkan langsung, sehingga penunjukkan langsung ini sudah dalam jalan yang benar karena bila tidak maka pemerintah terlambat," jelas Fadilah.

Saat Ratna Dewi Umar menjelaskan bahwa ia meminta untuk bertemu dengan Fadila dan menyatakan bahwa Fadila meminta untuk penunjukkan langsung dengan perusahaan Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo, Siti Fadila membantah hal itu.

Hakim Nawawi kembali menanyakan apakah Fadila berinisiatif untuk penunjukkan langsung.

"Jadi tidak benar seperti yang diterangkan terdakwa bahwa penunjukkan langsung untuk perusahaan Rudi Tanoesoedibjo?" tanya Nawawi.

"Tidak ada, saya sudah bersumpah tidak ada," jawab Fadila.

"Ini menarik, kami berhadapan dengan dua sosok wanita sebaya yang sama-sama dokter, kami harap tidak ada yang berbohong di antara Anda," tegas Nawawi.

Monday, July 8, 2013

70 % korupsi berasal dari proyek pengadaan


70% korupsi berasal dari proyek pengadaan

Sabtu, 6 Juli 2013 19:16 WIB | 1662 Views
Surabaya (ANTARA News) - 70 persen dari 385 kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermula dari pengadaan barang dan jasa, demikian Indonesia Procurement Watch (IPW), Sabtu.

"Tingginya angka kasus yang ditangani KPK, menjadi indikator proyek pengadaan barang dan jasa merupakan lahan subur praktik korupsi di Indonesia," kata Direktur Program IPW Hayie Muhammad pada pelatihan peliputan Pengadaan Barang dan Jasa di Surabaya, hari ini.

Menurut dia, selama ini perencanaan pengadaan barang dan jasa pada hampir semua kantor pemerintah khususnya daerah tidak diawasi maksimal sehingga dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi.

"Umpamanya ada pesanan-pesanan dari pihak-pihak lain seperti DPR, DPRD untuk memasukkan nilai pekerjaan atau proyek itu di atas harga HPS (Harga Perkiraan Sendiri)," katanya.

Akibatnya HPS menjadi lebih mahal dari pada harga pasar. "Itulah yang dibagi-bagi mereka untuk sebagai lahan korupsi mereka," katanya.

Selama ini proyek pengadaan barang dan jasa menghabiskan 30 persen anggaran APBN setiap tahun dengan peningkatan 10 persen per tahun.

Tak hanya KPK, Kejaksaan juga telah mengungkap sekitar 2.000 kasus pengadaan barang dan jasa terindikasi korupsi sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen.

Hayie menambahkan, pengawasan sejak awal perencanaan berperan penting dalam mencegah kolusi dan korupsi, selain denganb mengurangi potensi pertemuan penyedia dengan pengguna layanan melalui transaksi elektronik.

Dia mengharapkan Badan Pemeriksa Keuangan mengawasi penuh proses pengadaan barang dan jasa. "Selama ini BPK kurang menyentu permasalahan itu," kata Hayie.

Friday, July 5, 2013

Korupsi termasuk dosa besar dalam Islam

Korupsi termasuk dosa besar dalam Islam

Kamis, 20 Juni 2013 14:32 WIB | 1165 Views
Banda Aceh (ANTARA News) - Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh TM Syahrizal SH  menyatakam korupsi termasuk dosa besar dalam agama Islam, karena dampaknya sangat merugikan rakyat, perekonomian dan keuangan negara.

"Karena sangat membahayakan, maka Islam melarang kita untuk mendekati korupsi, sebagaimana tindakan preventif ketika Allah SWT melarang kita mendekati zina," katanya dalam pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumah Aceh di Banda Aceh, Rabu malam.

Dia menyatakan, Islam telah memberikan pandangan mengenai tindak pidana korupsi karena jenis tindak pidana ini memang telah terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Dia menjelaskan, meski dalam literatur Islam tak ada istilah yang sepadan dengan korupsi, namun korupsi dapat dikatagorikan sebagai tindak kriminal (maksiat) dalam kontek risywah (suap), saraqah (pencurian), al-ghasysy (penipuan) dan khiyana (pengkhianatan).

Syahrizal menyatakan, berdasarkan isyarat Alquran dan Sunnah, jelas sekali tindak korupsi sangat merugikan rakyat, perekonomian, merendahkan martabat manusia dan bangsa.

Ia menyatakan, dari penjelasan tersebut, korupsi adalah bentuk dari memakan atau mengambil harta orang lain dengan cara batil yang diharamkan Islam. Oleh karena itu, pelakunya akan mendapatkan hukuman di dunia dan akhirat.

"Seorang muslim semestinya tidak akan melakukan korupsi, karena perbuatan itu merupakan khianat dan tidak amanah yang seharusnya menjadi sifat yang melekat dengan seorang muslim," katanya.

Zulkarnaen Djabar kembali diperiksa KPK

Zulkarnaen Djabar kembali diperiksa KPK

Jumat, 5 Juli 2013 12:08 WIB | 504 Views
Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus korupsi pengadaan kitab Suci Al Quran di Kementerian Agama, Zulkarnaen Djabar, kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (5/7).

"Dipanggil sebagai saksi untuk (tersangka) Ahmad Jauhari," kata Zulkarnaen kepada pers di gedung KPK di Jakarta.

Zulkarnaen yang mengenakan kemeja putih tidak banyak memberikan pernyataan dan langsung masuk Gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB.

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada Kamis (30/5), memvonis penjara 15 tahun dan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan kepada Mantan Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Golkar itu.

Majelis hakim menilai Zulkarnaen terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi pengadaan Al Quran dan laboratorium komputer di Kementerian Agama tahun anggaran 2011-2012.

Sementara putra Zulkarnaen, Dendy Prasetya juga divonis Majelis Hakim Tipikor Jakarta penjara delapan tahun dan denda Rp300 juta subsider satu bulan kurungan.

Pada Kamis (10/1), Direktur Urusan Agama Islam Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Ahmad Jauhari, ditetapkan sebagai tersangka oleh Tim Penyidik KPK dalam kasus korupsi pengadaan Al Quran dan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah di Kementerian Agama.

"Terjadi penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan suap dalam proses pengaturan anggaran dalam kaitan dengan pengadaan penggandaan Al Quran di Kemenag," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi.

Wednesday, July 3, 2013

Timwas Century Usulkan Pemanggilan Paksa Pimpinan KPK

Timwas Century usulkan pemanggilan paksa pimpinan KPK

Rabu, 3 Juli 2013 14:04 WIB | 1475 Views
Jakarta (ANTARA News) - Tim Pengawas (Timwas) Kasus Bank Century DPR akan mengusulkan pemanggilan paksa pimpinan KPK karena sudah tiga kali tidak menghadiri rapat pengawasan proses hukum kasus Bank Century di Gedung MPR/DPR/DPD RI.

"Sampai hari ini, pimpinan KPK sudah tiga kali tidak hadir di rapat Timwas Century di DPR," kata anggota Timwas Century DPR, Hendrawan Supratikno, di sela rapat Timwas Century di Gedung MPR/DPR/DPD RI Jakarta, Rabu.

Menurut dia, dalam tiga pekan pimpinan DPR sudah tiga kali mengundang pimpinan KPK untuk menghadiri rapat pengawasan penanganan kasus Bank Century di DPR namun selalu tidak hadir.

Anggota Timwas Century, menurut Hendrawan, akan mengusulkan kepada pimpinan DPR untuk segera memanggil paksa pimpinan KPK untuk hadir pada rapat bersama Timwas Century di DPR.

Mengacu pada Undang-Undang No. 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, ia menjelaskan, DPR bisa melakukan paksa jika nara sumber yang telah diundang tiga kali berturut-turut tapi tidak memenuhi undangan.

Anggota Timwas Century DPR, Fahri Hamzah menambahkan, Timwas Century akan melakukan rapat internal untuk membahas pemanggilan paksa dan kemudian menyampaikannya kepada pimpinan DPR.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu menyebut ketidakhadiran pimpinan KPK dalam rapat pengawasan proses hukum kasus Bank Century itu sebagai tindakan "merendahkan DPR" sehingga perlu ada rekomendasi pemanggilan paksa.

Tentang ketidakhadiran dalam rapat dengan Timwas Century DPR pada Rabu ini, pimpinan KPK sudah mengirimkan surat kepada pimpinan DPR RI bahwa mereka tidak bisa hadir karena harus memberikan pembekalan kepada calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan di Jakarta.