Monday, December 23, 2013

Kejaksaan belum mampu ekstradisi Eddy Tansil


Senin, 23 Desember 2013 19:30 WIB | 3373 Views
Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung sampai sekarang belum mampu mengupayakan ekstradisi buronan pembobol Bank Bapindo, Eddy Tansil meski keberadaannya sudah terlacak berada di China.

Jaksa Agung, Basrief Arief di Jakarta, Senin, menyatakan keberadaan Eddy Tansil itu sebenarnya sudah terlacak di China.

"Pada 8 September 2011, sudah diminta untuk mengekstradisinya dari China ke Indonesia," katanya.

Eddy Tansil melarikan diri dari penjara Cipinang, Jakarta Timur pada 4 Mei 1996 saat menjalani masa hukumannya 20 tahun penjara.

Dirinya terbukti telah melakukan penggelapan uang sebesar 565 juta dolar AS yang didapatnya dari kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group.

Di dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, memvonisnya dengan 20 tahun kurungan, denda Rp30 juta, membayar uang pengganti sebesar Rp500 miliar dan membayar kerugian negara Rp1,3 triliun.

Kejaksaan Agung menyatakan penyerahan buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Andrian Kiki Ariawan dari Australia paling lambat dilaksanakan pada 16 Februari 2014.

"Pemerintah Australia menyatakan bahwa penyerahkan Andrian Kiki Ariawan dilaksanakan di Perth International Airport, dan harus dilaksanakan paling lambat 16 Februari 2014," kata Basrief Arief.

Hal itu, kata dia, berdasarkan Pasal 14 Ayat (2) Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Australia.

Ditambahkan, "copy" surat dari Departemen Kejaksaan Agung Australia kepada Kementerian Hukum dan HAM sebagai Otoritas Pusat, memuat informasi tentang perencanaan yang dibuat untuk penyerahan terpidana Ariawan kepada Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa Pengadilan Tinggi Australia menguatkan penetapan Menteri Kehakiman Australia untuk menyerahkan terpidana Andrian Kiki Ariawan ke Indonesia.

"Kedutaan Besar Australia melalui nota diplomatik nomor No:p187/2013 menyampaikan secara resmi kepada Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia sehubungan Nota No. P182/2013 tentang permintaan ekstradisi Pemerintah Indonesia terhadap terpidana Adrian Kiki Ariawan," katanya.

Ia menegaskan bahwa Pengadilan Tinggi Australia telah menguatkan penetapan Menkeh Australia pada bulan Desember 2010 untuk menyerahkan terpidana tersebut untuk menjalani hukuman yang diputuskan secara in absensia atas tindak pidana korupsi.(*)
Editor: Ruslan Burhani

KPK cegah penyelewengan dana optimalisasi 2014


Senin, 23 Desember 2013 23:45 WIB | 2930 Views
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah penyelewengan dana optimalisasi tahun anggaran 2014 bekerja sama dengan Kementerian Keuangan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

"Pada 2014, dana optimalisasi ada Rp26,96 triliun yang dialokasikan bagi 32 kementerian dan lembaga, dan dalam rangka pencegahan korupsi pada proses penganggaran nasional terutama terkait dana optimalisasi, KPK bersama Kemenkeu dan Bappenas melihat sejauh mana peran dan upaya kedua kementerian untuk mengupayakan akuntabilitas dana optimalisasi di kementerian dan lembaga," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain di gedung KPK Jakarta, Senin.

KPK melakukan koordinasi dengan Menteri Keuangan Chatib Basri dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana.

Zulkarnain mencontohkan kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) yang melibatkan mantan anggota Badan Anggaran DPR-RI Wa Ode Nurhayati.

"Proses penganggaran nasional terus menerus harus dicermati mengingat terbuka kemungkinan untuk kepentingan individu dan kelompok menggunakan dana optimalisasi misalnya dana DPID, semangat kami adalah semangat pencegahan khususnya litbang yang mengkoordinasikan, memang sudah pernah ada perkaranya dan potensi penyimpangannya tinggi," ungkap Zulkarnain.

Artinya KPK meminta agar kementerian dan lembaga menyampaikan target dan rencana secara terbuka saat meminta alokasi dana optimalisasi tersebut.

"Kementerian dan lembaga harus menyampaikan secara terbuka target dan rencana, kemudian dibahas di Kemenkeu dan Bappenas agar terukur dan disesuaikan dengan kemampuan kementerian dan lembaga tersebut, karena dana optimalisasi ini diusulkan di akhir tahun, jadi siapa sebenarnya pengusulnya? Ini yang harus dibahas supaya bisa akuntabel," tambah Zulkarnain.

Zulkarnain hanya menyampaikan dua kementerian yang mengajukan dana optimalisasi yaitu Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan.

Namun Zulkarnain menegaskan bahwa belum ada rekomendasi untuk menghapuskan dana optimalisasi seperti penghapusan DPID karena dianggap banyak bermasalah.

"Belum ada rekomendasi penghapusan dana optimalisasi, tapi dengan perkiraan anggaran negara pada 2014 mencapai Rp1.600 triliun, sedangkan pengeluaran Rp1.800 triliun, artinya ada defisit, jadi ada pemikiran bagaimana mengurangi utang yang sudah sekitar Rp2.000 triliun itu? Tapi ini perlu kajian khusus," tambah Zulkarnain.

Menkeu Chatib Basri menyatakan keinginan Kemenkeu untuk memastikan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

"Untuk memastikan governance berjalan baik, sudah ada beberapa langkah misalnya kami sampaikan agar dokumen lengkap sebagai bagian pembahasan trilateral di Bappenas dan Kemenkeu, kami juga minta audit BPKP dalam perencanaan dan penganggaran," kata Chatib.(*)
Editor: Ruslan Burhani

KPK kembali periksa Sekjen Mahkamah Konstitusi


Selasa, 24 Desember 2013 12:04 WIB | 1307 Views
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi Janedjri Mahilli Gaffar terkait penyidikan kasus dugaan suap dalam penanganan perkara sengketa pemilihan kepala daerah Lebak untuk tersangka mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

"Terkait Pak Akil Mochtar, untuk kasus pilkada Lebak," kata Janedjri saat tiba di Gedung KPK Jakarta, Selasa, sekitar pukul 10.15 WIB.

Janedjri telah diperiksa oleh penyidik KPK pada 11 Oktober 2013 untuk kasus yang sama. Saat itu dia mengaku dicecar pertanyaan seputar tugas dan fungsinya sebagai Sekjen serta kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

KPK juga telah memeriksa dua hakim konstitusi yaitu Anwar Usman dan Maria Farida. Keduanya merupakan rekan satu panel Akil Mochtar, yang sudah menjadi tersangka, dalam menangani perkara sengketa pemilihan kepala daerah.

KPK juga memeriksa Ketua MK Hamdan Zoelfa pada 12 Desember 2013 terkait kasus itu.

Akil Mochtar menjadi tersangka penerima suap Pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Lebak sejak 3 Oktober 2013.

Penyidik KPK menangkap Akil di rumah dinasnya beserta barang bukti uang Rp 3 miliar yang diduga merupakan uang suap terkait penanganan perkara sengketa Pilkada Gunung Mas dan uang Rp1 miliar terkait kasus pernanganan kasus sengketa Pilkada Lebak.

KPK menambahkan satu pasal untuk menjerat Akil terkait gratifikasi lantaran diduga menerima pemberian hadiah atau janji saat ia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi.

KPK juga menetapkan Akil sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang dan sudah menyita sekitar 33 mobil dan dua rumah dan tanah serta membekukan rekening perusahaan milik istrinya Ratu Rita, CV Ratu Samagad, yang bergerak di bidang pertambangan, perkebunan dan perikanan.

Editor: Maryati

Saturday, December 21, 2013

Bisnis Syariah Menghadapi Perdagangan Bebas



Bisnis Syariah Menghadapi Perdagangan Bebas
Oleh Sudirman Tebba

Konferensi tingkat menteri WTO (World Trade Organisation – Organisasi Perdagangan Dunia) yang berlangsung di Bali awal Desember 2013 mencapai kesepakatan yang pada intinya melicinkan langkah organisasi ini menjalankan perdagangan bebas di kalangan negara anggota, walaupun sebelumnya sempat terjadi pertentangan  di kalangan mereka. Pertentangan itu terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang dalam organisasi ini dalam hal menjalankan perdagangan bebas. Bagi negara-negara maju perdagangan bebas sangat menguntungkan, karena akan memperluas pasar produk-produknya, baik barang maupun jasa. Sedangkan negara-negara sedang berkembang belum tentu siap menjalankan perdagangan bebas, karena tidak mempunyai kemampuan dana, skill, dan jaringan yang kuat seperti yang dimiliki negara-negara maju, sehingga dikhawatirkan dunia usaha di negara-negara sedang berkembang akan kalah bersaing dan gulung tikar.
            Kekhawatiran terhadap masalah itu yang menimbulkan perbedaan kepentingan antara negara-negara maju dengan negara-negara sedang berkembang dalam organisasi perdagangan dunia ini. Tetapi perdagangan bebas yang akan dijalankan organisasi ini tidak hanya membawa kerugian bagi negara-negara sedang berkembang, karena para konsumen di negara-negara sedang berkembang diuntungkan oleh perdagangan bebas, sebab mereka bisa mendapatkan barang dan jasa yang lebih murah. Hal ini karena barang dan jasa dapat keluar masuk di antara negara-negara anggota tanpa dikenakan biaya, sehingga harga barang dan jasa sama dengan harga di negara asalnya.
            Jadi, boleh dibilang ada pihak yang diuntungkan dan ada pula pihak yang dirugikan oleh perdagangan bebas dalam kerangka WTO. WTO sendiri resmi berdiri pada 1 Januari 1995 menggantikan sekretariat GATT (General Agreement on Tariff and Trade). Pembentukannya berdasarkan kesepakatan negara-negara peserta Putaran Uruguay.  Putaran Uruguay mulai di kota Punta Del Este di Uruguay pada bulan September 1986 dan sebenarnya dijadwalkan selesai pada bulan Desember 1990. Namun pertentangan yang tajam terus berlangsung beberapa konflik antara Amerika Serikat dan Uni Eropa, khususnya Prancis mengenai subsidi pertanian membuat mundur hingga tiga tahun. Walaupun berjalan sangat alot, namun pada tanggal 15 April 1994 negara-negara peserta Putaran Uruguay berhasil membuat kesepakatan yang disebut Marakesh Protocol.
            Tujuan utama diselenggarakannya Putaran Uruguay adalah untuk menciptakan aturan-aturan dasar dalam rangka mengendalikan kecenderungan meningkatnya proteksionisme baru dan berusaha mengubah arahnya agar perdagangan internasional yang berlangsung menjadi kian bebas.
            Selain itu untuk pertama kalinya Putaran Uruguay membicarakan perdagangan internasional di sektor jasa, pertanian, dan investasi asing. Di situ juga mulai dinegosiasikan aturan-aturan internasional bagi perlindungan hak cipta dan perbaikan mekanisme penyelesaian konflik melalui perbaikan proses pembuatan keputusan dan penyelesaian pengaduan oleh GATT.
            GATT merupakan perjanjian internasional yang dibentuk pada tahun 1947 dengan tujuan mempromosikan hubungan perdagangan internasional yang lebih bebas melalui rangkaian negosiasi atau perundingan perdagangan multilateral. Bermarkas di Genewa GATT berusaha merangkul sebanyak mungkin negara untuk duduk bersama guna menurunkan tingkat tarif secara serentak.
            Pada awalnya GATT ini merupakan bagian dari ITO (International Trade Organisation) yang piagam dasarnya dinegosiasikan oleh sejumlah pendirinya di Havana Kuba pada tahun 1948. Tujuan pembentukan organisasi perdagangan itu adalah untuk mengatur keseluruhan hubungan dagang antarnegara. Tetapi senat Amerika Serikat dan parlemen dari beberapa negara menolak untuk meratifikasi perjanjian pembentukan ITO, sehingga lembaga itu tidak berfungsi. Untuk selanjutnya GATT tampil sebagai penggantinya. Sosok dan cakupannya yang tidak begitu ambisius menjadikan GATT lebih disukai dari pada ITO.
            Dalam melaksanakan fungsinya GATT bertumpu pada tiga prinsip dasar, yaitu:
1.      Prinsip nondiskriminasi. Prinsip ini mengacu kepada kewajiban setiap negara untuk menerima prinsip-prinsip utama untuk semua negara tanpa kecuali dan tanpa syarat. Satu-satunya pengecualian dari prinsip ini adalah masih dibenarkan perbedaan tarif dalam kasus integrasi ekonomi, seperti persekutuan pabean, di mana sesama anggota memberikan tarif yang lebih rendah dari pada untuk pihak luar  nonanggota dan dalam hubungan perdagangan antara sebuah negara dengan negar lain yang pernah menjadi koloni yang biasanya memperoleh akses istimewa. Dalam dua kondisi itulah tindakan-tindakan yang berbau diskriminatif masih bisa ditolerir.
2.      Penghapusan semua bentuk hambatan perdagangan non-tatif, seperti kuota, terkecuali untuk produk-produk pertanian yang diakui rentan terhadap tekanan harga internasional. Bagi negara-negara yang mengalami kesulitan dengan neraca pembayarannya juga masih dibenarkan untuk memberlakukan hambatan non-tarif.
3.      Konsultasi, artinya dalam mengatasi setiap masalah atau konflik semua negara anggota GATT diimbau untuk menempuh jalan negosiasi secara damai. Perang tarif atau tindakan balas membalas sejauh mungkin dihindari.
Sejalan dengan itu telah dicapai berbagai kesepakatan di antara negara anggota, antara lain mengenai tarif, kuota, tindakan anti dumping, dan subsidi. Mengenai tarif negara-negara anggota sepakat untuk menurunkan tarif yang selama ini masih diberlakukan untuk produk-produk industri dari rata-rata 4,7 persen menjadi 3 persen, sedangkan proporsi produk yang dibebaskan dari tarif akan ditingkatkan dari 20 – 22 menjadi 40 – 45 persen. Tarif untuk beberapa sektor tertentu dihapuskan sama sekali, misalnya untuk sektor farmasi, peralatan konstruksi, perlengkapan medis, produk-produk kertas dan baja.
            Soal kuota negara-negara anggota sepakat untuk menggantikan kuota yang selama ini masih diterapkan terhadap impor pertanian, tekstil dan pakaian jadi berdasarkan perjanjian multifiber atau multifibre arrangement (MFA) dengan tarif restriktif lebih rendah yang tingkatannya akan diturunkan secara bertahap dalam periode sepuluh tahun. Sementara itu tingkat tarif untuk produk-produk pertanian juga akan diturunkan hingga 24 persen bagi negara-negara berkembang dan hingga 36 persen di negara-negara industri. Sedangkan tarif untuk tekstil akan dikurangi hingga 25 persen.
            Mengenai soal tindakan anti dumping Putaran Uruguay memutuskan ketentuan-ketentuan yang lebih tegas dan cepat untuk mengatasi setiap perselisihan yang bersumber dari penggunaan undang-undang anti dumping d banyak negara, meskipun GATT tidak dapat melarang sepenuhnya penggunaan ketentuan seperti itu.
            Mengenai subsidi volume ekspor pertanian yang disubsidi akan dikurangi hingga 21 persen dalam periode selama enam tahun. Sedangkan subsidi pemerintah untuk kegiatan-kegiatan riset industri yang bersifat penelitian dasar dibatasi hingga 50 persen dari total biaya untuk riset terapan.

Bisnis Syariah
            Semua kesepakatan itu mengarah kepada perdagangan bebas, di mana lalu lintas barang dan jasa di antara negara anggota tidak dikenakan biaya. Kondisi ini sangat menguntungkan negara-negara maju untuk memperluas pasar produknya, karena mereka memiliki dana, skill dan jaringan yang sangat memadai. Sebaliknya di negara-negara sedang berkembang, seperti Indonesia, timbul kekhawatiran bahwa kondisi itu akan menggilas dunia usaha yang ada, karena tidak siap dana, skill dan jaringan yang memadai. Jangankan usaha yang baru akan tumbuh usaha yang sudah jalanpun akan bangkrut karena kalah bersaing dengan usaha yang datang dari negara-negara maju.
            Salah satu sebab kekhawatiran itu adalah sistem perbankan yang menyediakan dana bagi dunia usaha, yaitu sistem bunga, di mana pengusaha yang menggunakan dana itu kalau usahanya rugi tetap harus mengembalikan dana itu berikut bunganya. Tentu saja kondisi ini sangat memberatkan. Apalagi orang yang baru mulai mengadakan usaha tidak langsung berhasil, tetapi kadang bangkrut dulu atau jatuh bangun.
Dalam kondisi demikian kelihatannya sistem keuangan yang tepat adalah sistem keuangan Islam yang menganut sistem bagi hasil, di mana kalau usaha untung dibagi, tetapi kalau rugi juga dibagi di antara kreditur dan debitur (profit and loss sharing). Para pengusaha akan merasa lebih aman menggunakan dana seperti ini dari pada dana yang menggunakan sistem bunga.
Sistem keuangan Islam yang menggunakan sistem bagi hasil adalah mudharabah, musyarakah dan murabahah. Istilah mudharabah berasal dari kata dharb fi al- ardh, orang yang bepergian di atas bumi (yadhribuna fi al-ardh, mencari karunia Allah) (Al-Muzzammil: 20).
Karena pekerjaan dan perjalanannya mudharib berhak atas sebagian keuntungan usaha. Dalam sunnah para fukaha bersandar pada praktek mudharabah antara Nabi SAW dengan Khadijah sebelum pernikahannya ketika Nabi SAW mengadakan perjalanan dagang ke Suriah untuk Khadijah. Jadi, dalil hukum yang dipergunakan untuk mendukung model kontrak ini adalah Al-Qur’an dan Sunnah.
Ketika mendefinisikan mudharabah para fukaha menitikberatkan pada adanya pembagian dalam keuntungan. Untuk membedakan mudharabah dari jenis-jenis kemitraan yang lain definisi di atas ditambah kata-kata dengan (modal) harta dari satu pihak dan (modal) kerja dari pihak lain, sebagaimana definisi yang dikemukakan al-Quduri bahwa mudharabah adalah sebentuk perjanjian untuk berpartisipasi dalam keuntungan dengan (modal) harta dari satu mitra dan (modal) kerja dari mitra lainnya.  Menurut istilah yang dipergunakan para fukaha Madinah mudharabah juga disebuh muqaradhah atau qiradh.     
Karena itu, mudharabah dipahami sebagai kontrak antara paling sedikit dua pihak, yaitu pemilik modal (shahib al-mal atau rabb al-mal) yang mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, dan pengusaha (mudharib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha. Jenis kontrak ini berbeda dengan musyarakah, yang sama-sama menerapkan sistem bagi hasil, tetapi semua pihak berhak turut serta dalam manajemen. Dalam mudharabah pemilik modal tidak mendapat peran dalam manajemen. Jadi, mudharabah adalah kontrak profit and loss sharing yang akan memberi pemodal suatu bagian tertentu dari keuntungan/ kerugian proyek yang mereka biayai.
Mudharib menjadi pengawas (amin) untuk modal yang dipercayakan kepadanya. Mudharib harus menggunakan dana dengan cara yang telah disekapati dan kemudian mengembalikan kepada rabb al-mal dan bagian keuntungan yang telah disepakati. Mudharib menerima untuk dirnya sendiri dari sisa keuntungan itu.
Dalam kontrak mudharabah pembagian keuntungan antara dua pihak harus ditetapkan secara proporsional. Pemodal tidak secara otomatis mendapat keuntungan atau bagian yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemodal tidak bertanggung jawab atas kerugian di luar modal yang telah diberikannya. Mudharib (mitra kerja) tidak turut menanggung kerugian kecuali kerugian waktu dan tenaga.
Model kontrak itu bisa sederhana dan bisa juga rumit, terbatas dan tidak terbatas. Mudharabah sederhana bisa terdiri atas dua pihak yang menjalin kontrak, seorang investor dan seorang usahawan atau pekerja, atau bisa juga terdiri atas satu orang pada salah satu pihak, yaitu beberapa investor, atau kalau tidak, beberapa pekerja, dan modelnya pun bisa beragam.
Mudharabah yang rumit bisa mengambil beberapa bentuk, misalnya investor merupakan sebuah kemitraan dan pekerjanya pun sebuah kemitraan. Jenis yang tidak terbatas atau absolut adalah mudharabah dengan penyerahan modal tanpa penentuan jenis pekerjaan, lokasi, waktu, kualitas kerja atau dengan siapa ia berdagang. Jenis mudharabah yang terbatas adalah yang sebagian atau semua hal itu telah ditentukan.
Ciri khas kontrak mudharabah adalah peran ganda mudharib, yakni sebagai wakil (agen) sekaligus mitra. Mudharib menjadi agen untuk rabb al-mal dalam setiap transaksi yang dilakukannya pada modal, dan ia menjadi mitra rabb al-mal ketika mendapat keuntungan. Hanya saja agen  tidak berhak mendapat keuntungan berdasarkan pekerjanaannya setelah keuntungan didapatkan, tetapi bagian yang didapatkannya adalah sebagai mitra bagi rabb al-mal. Harta mudharabah menjadi milik bersama antara mudharib dan rabb al-mal, dan bagian mudharib kini didasarkan atas bagiannya yang tak dibagi dalam kepemilikan bersama.
Semua pembagian keuntungan harus dinyatakan sebagai rasio atau bagian dari total keuntungan. Keuntungan tak dapat dinyatakan sebagai suatu persentase dari modal yang diinvestasikan. Prinsip ini merupakan sine qua non (syarat penting) sebuah perjanjian yang sah. Penyimpangan apapun dari prinsip itu atau dari kondisi yang menggiring kepada ketidakpastian dalam persyaratan inmi akan membatalkan perjanjian.
Meski kelihatannya sama, ada perbedaan yang melampaui perbedaan semantik antara sistem bagi hasil dan pinjaman berbunga. Tidak ada jaminan hasil atau keuntungan dalam sistem bagi hasil, sedangkan dalam pinjaman berbunga seorang debitur harus mengembalikan pokok pinjaman ditambah bunga yang sudah ditetapkan sebelumnya kepada kreditur tanpa mempedulikan apakah ia untung atau rugi.
Dengan begitu, pada pinjaman berbunga serbagian kerugian finansial langsung menjadi beban debitur. Dalam mudharabah kerugian finansial sepenuhnya ditanggung pemodal, karena mudharib hanya rugi waktu dan tenaga, dan tidak mendapat imbalan apapun dari pekerjaannya (jika merugi). Jadi, dalam skema mudharabah modal tenaga dan modal finansial punya kedudukan yang sama.      
Pinjaman berbunga dan mudharabah dapat dikatakan mewakili dua alternatif yang berlawanan. Transaksi berdasarkan musyarakah menjadi jalan tengah antara keduanya. Dalam kontrak musyarakah pihak pengusaha menyertakan modalnya di samping modal dari investor. Dengan begitu, ia juga terbebani resiko kehilangan modal. Di sinilah letak perbedaannya dengan mudharabah dan pinjaman berbunga. Karena pihak pengusaha juga ikut menanamkan modalnya, maka ia dapat mengklaim persentase laba yang lebih besar.  Dalam beberapa aspek lainnya musyarakah memiliki karakteristik yang sama dengan mudharabah.
Secara istilah musyarakah (dari kata Arab syirkah) berarti kemitraan dalam suatu usaha dan dapat diartikan sebagai bentuk kemitraan antara dua orang atau lebih yang menggabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan serta menikmati hak dan tanggung jawab yang sama.
Musyarakah bisa berbentuk mufawadah atau kemitraan tidak terbatas, tidak tertutup dan sejajar, setiap mitra sama-sama punya kewajiban menyumbang modal dan punya hak dalam manajemen dan pengaturan usaha. Masing-masing mitra menjadi wakil dan penjamin dari mitra lainnya. Kemitraan investasi yang lebih terbatas dikenal sebagai ‘inan (syirkah al-‘inan). Jenis kemitraan ini terjadi bila dua pihak atau lebih turut memberikan modal, baik dengan uang, pikiran atau kerja (tenaga). Musyarakah ‘inan terbatas pada usaha tertentu. Kedua mitra berbagi keuntungan dengan cara yang disepakati dan menanggung kerugian sesuai dengan proporsi kontribusi modal mereka.
Kemitraan yang berdasarkan perjanjian seperti itu dianggap sah karena pihak-pihak yang terlibat dengan sadar bersepakat untuk melakukan investasi bersama dan berbagi keuntungan sekaligus (kerugian). Kesepakatan itu tentu saja tidak harus secara formal dan tertulis, namun bisa juga secara informal dan lisan. Sebagaimana dalam mudharabah, keuntungan dibagi sesuai dengan proporsi yang disepakati bersama. Acuan untuk memberikan hak keuntungan dari kontrak musyarakah adalah modal, partisipasi aktif dalam bisnis, dan pertanggungjawaban.
Keuntungan harus didistribusikan di antara para mitra bisnis berdasarkan proporsi yang telah ditetapkan sebelumnya. Bagian keutungan tiap-tiap pihak harus dinyatakan sebagai proporsi atau persentase, tetapi merekapun harus berbagi kerugian jika terjadi sesuai dengan kontribusi modal masing-masing.
Meskipun pada awalnya musyarakah merupakan kemitraan yang dibangun sebagai sarana untuk berbagai macam aktivitas komersial konsep dasar musyarakah dipergunakan oleh institusi keuangan Islam untuk memberikan dana kepada perusahaan komersial. Misalnya beberapa segi musyarakah dapat digunakan untuk membangun fasilitas modal sebuah perusahaan atau untuk mengadakan investasi bersama dalam pelbagai aktivitas, seperti pembangunan real estate. Di Sudan musyarakah digunakan secara luas dalam penyediaan dana pedesaan. Di negara-negara Barat musyarakah digunakan dalam pembiayaan pembangunan pemukiman.
Para bankir Islam juga telah melaksanakan dan menyempurnakan konsep mudharabah untuk membentuk mudharabah dua atau tiga deret (kadang-kadang disebut remudharabah, mudharib yudharib). Dalam skema seperti ini kontrak mudharabah diperluas hingga mencakup tiga pihak (deret), yaitu deposan sebagai pemilik modal, bank sebagai perantara, dan pengusaha yang butuh modal. Bank bertindak sebagai pengusaha (mudharib) ketika ia menerima dana dari deposan, dan sebagai pemilik modal (rabb al-mal) ketika ia memberikan dana kepada pegusaha.
Berikut ini beberapa syarat pokok yang terkait dengan kontrak mudharabah:
1.      Bank menerima dana dari masyarakat atas dasar mudharabah tak terbatas (terbuka). Bank tidak dibatasi untuk menentukan jenis aktivitas, durasi dan lokasi perusahaan yang akan dimodali. Intinya dana itu tidak digunakan untuk membiayai aktivitas haram. Jika itu terjadi, maka kontrak dianggap batal.
2.      Bank berhak mengumpulkan dan menyatukan keuntungan dari pelbagai investasi yang berbeda, dan berbagi laba bersih (setelah dikurangi biaya administrasi, depresiasi modal, dan zakat) dengan para deposan sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan. Bila terjadi kerugian para deposan kehilangan bagian proporsional atau seluruh dananya. Pengembalian dana kepada pemodal harus ditegaskan sebagai bagian keuntungan.
3.      Bank menerapkan bentuk mudharabah terbatas (tertutup) ketika dana itu diberikan kepada pengusaha. Bank berhak menentukan jenis aktivitas, durasi, dan lokasi proyek serta memonitor penggunaan dana itu. Tetapi pembatasan itu tidak bisa diformulasikan dengan cara yang dapat merusak kinerja pengusaha. Ketika sebuah proyek dilaksanakan bank tidak boleh ikut campur dalam manajemen investasi dan ambil bagian dalam operasi bisnis sehari-hari. Dengan demikian, kontrak pinjaman dan batasan lainnya yang biasa diterapkan di bank konvensional tidak dibolehkan dalam perbankan Islam.
4.      Dalam mudharabah pemodal tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal apalagi tambahan atas modal, karena hubungan antara investor dan mudharib adalah hubungan fidusier (kepercayaan) dan mudharib merupakan pihak yang patut dipercaya. Karena itu, bank tidak bisa mendapatkan garansi apapun, seperti dalam bentuk sekuritas (surat berharga) atau agunan dari pengusaha sebagai jaminan sendainya pengusaha merugi. Penetapan agunan atau garansi akan membatalkan kontrak mudharabah.  Kendati demikian, jaminan bisa saja diperoleh dari pihak ketiga yang independen.
5.      Kontrak mudharabah harus menetapkan tingkat keuntungan untuk tiap-tiap pihak. Tingkat keuntungan ini harus berupa rasio, bukan nominal yang telah pasti. Penetapan nominal keuntungan akan membatalkan kontrak mudharabah, karena mungkin saja keuntungan yang didapat tidak sesuai dengan nominal yang telah ditetapkan. Sebelum menyepakati rasio keuntungan usaha mudharabah harus dikonversi dalam bentuk uang, dan modal harus disisihkan. Mudharib berhak mengurangi semua biaya yang berkaitan dengan bisnis dari modal mudharabah.
6.      Tanggung jawab pemilik modal dibatasi hanya pada modal diberikan. Di pihak lain tanggung jawab pengusaha juga dibatasi, yakni hanya pada tenaga dan usaha. Tetapi kalau terbukti pengusaha melakukan kesalahan manajemen atau lalai mengelola modal, maka ia bisa dituntut atas kerugian finansial dan diwajibkan membayar ganti rugi kepada pemilik modal sesuai dengan kerugian itu.
7.      Pengusaha berbagi keuntungan dengan bank sesuai dengan pola pembagian yang disepakati sebelumnya. Sebelum investasi menghasilkan untung, bank dapat membayar gaji kepada pengusaha yang besarnya ditentukan sesuai gaji pasaran yang berlaku.
Mudharabah dan musyarakah merupakan setidaknya secara teoritis meski tidak selalu secara praktis pilar kembar perbankan Islam. Dua teknik pembiayaan ini sepenuhnya sesuai dengan prinsip Islam, karena melalui dua teknik itu para pemberi pinjaman berbagi keuntungan dan kerugian dari perusahaan yang dibiayai. Prinsip musyarakah dimasukkan ke dalam struktur modal bank Islam sama dengan konsep kemitraan dan konsep pemilikan saham gabungan. Bank Islam bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana para deposan untuk menghasilkan keuntungan mengikuti aturan mudharabah.
Bank juga bisa mempergunakan dana para deposan dengan model pembiayaan lainnya yang sah, seperti penjualan mark up atau penjualan yang ditangguhkan, leasing dan pinjaman hibah. Dengan kata lain, bank mengoperasikan sistem mudharabah dua deret, yaitu bertindak sebagai mudharib pada sisi tabungan dan sebagai rabb al-mal (pemilik modal) pada sisi fortofolio investasi.
Kontrak mudharabah merupakan sarana yang secara langsung menghubungkan imbalan atas penggunaan modal dengan hasil proyek. Sebaliknya kontrak riba menciptakan hubungan yang jelas antara input dan imbalan atas penggunaan modal. Ini baru perbedaan dari sisi formal teori. Pada tataran praktis banyak perbedaan antara keduanya hingga menyentuh persoalan insentif ekonomi dan kinerja manajerial. Dalam kontrak riba (transaksi berbunga) manajer diberi kebebasan untuk melakukan upaya optimal sesuai dengan tingkat investasi yang telah ditentukan.
Di pihak lain mudharabah menetapkan hubungan antara investasi modal dan hasil proyek. Dengan menurunkan keuntungan tertentu dari proyek yang kondisinya buruk dan karena itu menurunkan tingkat upaya gabungan sampai di bawah keuntungan yang mungkin diharapkan pada tingkat investasi tertentu, mendorong manajer yang kondisi usahanya baik untuk melaporkan proyek investasi secara jujur.
Konsep keungan Islam lainnya yang sering berlaku pada bank Islam dewasa ini adalah murabahah. Murabahah berarti pembelian barang dengan pembayaran yang ditangguhkan, seperti sebulan, tiga bulan, setahun. Pembiayaan murabahah merupakan pembelian yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produk (inventory). Pembiayaan murabahah mirip dengan kredit modal kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank konvensional dan karenanya pembiayaan murabahah berjangka waktu di bawah 1 tahun (short run financing).
Bank Islam umumnya mengadopsi murabahah untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah untuk membeli barang meskipun si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar. Pada prinsipnya murabahah yang digunakan dalam bank Islam didasarkan pada dua elemen pokok, yaitu harga beli dan biaya yang terkait, dan serta kesepakatan atas mark up (laba).
Ciri dasar kontrak murabahah adalah:
1.      Si pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya yang terkait dan tentang harga asli barang dan batas laba (mark up) harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya 
2.       Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang
3.      Apa yang diperjual-belikan harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus menyerahkan barang itu kepada pembeli
4.      Pembayarannya ditangguhkan.
Bank-bank Islam pada umumnya telah menggunakan murabahah sebagai metode pembiayaan mereka yang utama, meliputi kira-kira 75 persen dari total kekayaan mereka. Angka persentase ini kira-kira sesuai dengan banyak bank Islam, dan begitu pula sistem perbankan di Pakistan dan Iran.  Sejak awal 1984 di Pakistan pembiayaan jenis murabahah mencapai sekitar 87 persen dari total pembiayaan dalam investasi deposito bagi hasil. Dalam kasus Dubai Islamic Bank, bank Islam paling awal di sektor swasta pembiayaan murabahah mencapai 82 persen dari total pembiayaan selama tahun 1989. Bahkan bagi Islamic Development Bank (IDB) selama lebih 10 tahun pembiayaannya 73 persen dari seluruh pembiayaannya adalah murabahah, yaitu dalam perdagangan dagang luar negeri.
Sejumlah alasan diajukan untuk menjelaskan popularitas murabahah dalam operasi investasi perbankan Islam, yaitu:
1.      Murabahah merupakan suatu mekanisme investasi jangka pendek dan dibandingkan denga sistem profit and loss sharing (PLS) cukup memudahkan
2.      Mark up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank-bank berbasis bunga yang menjadi saingan bank Islam
3.      Murabahah menjauhkan ketidak-pastian  yang ada pada pendapatan dari bisnis dengan sistem bagi hasil
4.      Murabahah tidak memungkinkan bank-bank Islam untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra si nasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.
Dengan sistem keuangan Islam berupa bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah dan murabahah Dunia Islam siap menghadapi perdagangan bebas. Para pengusaha muslim atau pengusaha yang menggunakan dana bagi hasil bank Islam itu tidak khawatir kalah bersaing dan merugi dalam menghadapi usaha dari negara-negara maju, karena mereka tidak sendirian, tetapi didukung oleh bank-bank Islam. Kalau mereka merugi, maka bank Islam juga ikut merugi. Berbeda halnya dengan bank konvensional tidak mau ikut menanggung kerugian yang dialami oleh debiturnya, sehingga kalau debitur merugi, maka debitur  sendiri yang menanggung akibatnya. Masalah ini sangat membebani dunia usaha yang belum mapan dalam bersaing dengan usaha dari negara maju yang sudah mapan modal, skill, dan jaringannya.



Bantuan IDB
Selain sistem keuangan syariah yang dijalankan oleh bank-bank Islam atau syariah Islamic Development Bank (IDB) juga telah mengambil langkah membantu  negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam) untuk menghadapi perdagangan bebas dalam kerangka WTO, yaitu:
1.      Workshop tentang dampak perjanjian GATT dan persyaratan ISO pada kemampuan ekspor negara anggota di Jakarta, Juni 1995.
2.      Seminar akibat dampak perjanjian GATT dan jasa perdagangan pada negara OKI di Casablanca Maroko, November 1995.
3.      Workshop tentang dampak dari peraturan teknis yang diperkenalkan oleh WTO dan Uni Eropa pada negara anggota OKI di Ankara Turki, 1996.
4.      Seminar regional pada perjanjian perdagangan internasional yang berkaitan dengan hambatan teknis di antara negara Arab Maghrib di Tunis Tunisia, November 1996.
5.      Seminar tentang WTO bagi negara muslim di Asia Tengah dan sejumlah negara Timur Tengah di Ashgabat Turkmenistan, Desember 1996.
6.      Seminar tentang WTO untuk negara anggota IDB di Barat dan Tengah Afrika di Dakar Sinegal, Januari 1997.
7.      Seminar tentang kebijakan dan metode mempromosikan ekspor tekstil dan produk garmen jadi untuk menembus pasar Eropa bagi negara anggota IDB di Amman Jordania, Agustus 1997.
8.      Seminar tentang masa depan negara-negara Islam dalam perdagangan masa depan produksi makanan di pasar Eropa dengan memperhatikan perkembangan saat ini dalam perdagangan dunia di Tunis Tunisia, 1997.
9.      Seminar tentang promosi ekspor dan pelengkapnya pada tekstil di antara negara anggota IDB dengan melihat perkembangan pada perdagangan dunia di Beirut Lebanon, Juli 1998.
10.  Seminar tentang kebijakan dan metode promosi ekspor nontradisional negara anggota IDB di Damaskus Suriah.
11.  Seminar tentang hambatan perdagangan dan implikasinya untuk ekspor di antara negara anggota IDB di Kairo Mesir, September 1998.
12.  Workshop akibat dan dampak perjanjian perdagangan jasa di negara nggota IDB di Amman Yordania, 24 -26 Januari 1999.
13.  Simposium regional tentang perdagangan dan lingkungan di Kairo Mesir, 6 – 8 September 1999.
14.  Workshop regional tentang prosedur dan praktek menyelesaikan perselisihan, 13 – 16 September 1999.
15.  Workshop internasional tentang WTO dan liberalisasi jasa perdagangan internasional di Kuala Lumpur Malaysia, 28 – 29 September 1999.
16.  Studi regional dan workshop tentang dampak liberalisasi pada lingkungan pada wilayah Arab  di Jeddah Arab Saudi, Juni 1997.
17.  Seminar tentang hambatan teknis terhadap perdagangan dan pengukuran sanitasi  di Conakri, 31 Juli – 28 Agustus 1999.
18.  Workshop regional tentang prosedur dan implementasi penyelesaian perselisihan.
19.  Workshop internasional tentang WTO dan liberalisasi pada perdagangan jasa dunia di Kuala Lumpur Malaysia, 28 – 29 September1999.
20.  Workshop untuk mendiskusikan studi pertanian, investasi dan jasa di Jenewa, 26 -28 Juli 1999.
21.  Pertemuan konsultatif dengan anggota OKI untuk mempersiapkan pertemuan ketiga konferensi menteri WTO.
22.  Simposium regional tentang perdagangan dan lingkungan di Kairo Mesir, 6 – 8 September 1999.
23.  Pertemuan konsultatif pada pertemuan ketiga menteri-menteri WTO di Seattle Amerika Serikat, 30 November – 3 Desember 1999.
24.  Seminar tentang TBT dan SPM untuk negara berbahasa Inggris di Dhaka Bangladesh, 27 –  30 Maret 2000.
25.  Simposium tentang peraturan WTO dan pengenalannya kepada publik di Riyadh Arab Saudi, 16 April 2000.
26.  Seminar tentang penyelesian dan perjanjian antidumping di Arab di Jeddah Arab Saudi, 3 - 6 September 2000.
27.  Kursus kebijaksanaan perdagangan untuk negara-negara berbahasa Arab di Doha Qatar, 7 – 25 Oktober 2000.
28.  Bantuan teknis untuk pusat lingkungan dan pengembangan kawasan Arab dan Eropa di Kairo Mesir.
29.  Simposium tentang pembentukan ikatan dan zona bebas perdagangan dan hubungan dagang dengan WTO di Riyadh Arab Saudi, 7 - 8 Mei 2000.
30.  Briefing tentang kesepakatan utama WTO dan menyiapkan tindak lanjutnya, 29 Mei 2000.
31.  Studi keuangan dan jasa-jasa lain atas permintaan pemerintah Sudan.
32.  Bantuan biaya dalam melaksanakan dampak keasepakatan Putaran Uruguay terhadap perekonomian Nigeria.
33.  Seminar tentang mekanisme penyelesaian perselisihan dan perjanjian antidumping di Jeddah Arab Saudi, 3 – 6 September 2000.
Itulah sejumlah langkah yang dilakukan IDB dalam membantu negara-negara anggota OKI menghadapi perdagangan bebas dalam kerangka WTO. Hal ini melengkapi kesiapan bisnis syariah dalam menghadapi perdagangan bebas. Walaupun masih banyak kelemahan bisnis syariah, tetapi setidaknya mempunyai potensi yang bisa dikembangkan untuk mengurangi dampak negatif perdagangan bebas yang mungkin timbul karena harus bersaing dengan negara-negara maju yang lebih mapan dalam hal dana, skill dan jaringan itu.

Daftar Bacaan:
1.      Ali Yafie, et al., Fiqih Perdagangan Bebas (Jakarta: Teraju, 2003).
2.      Mervyn K. Lewis & Latifa M. Algaoud, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktik dan Prospek (Jakarta: Serambi, 2007).
3.      Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah: Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis (Jakarta: Paramadina, 2006).
4.      Karnaen Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1999).
5.      Henricus W. Ismanthono, Kamus Istilah Ekonomi Populer (Jakarta: Kompas, 2003).

            Sudirman Tebba adalah dosen Fakultas Ilmu dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Lulus S1 Fakultas Syariah IAIN (sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, S2  IPWI dan S2 Tasawuf ICAS Jakarta/ Unversitas Paramadina. Telah menulis buku-buku spiritual.