Saturday, August 31, 2013

Anas: Ada Orang Kuat "Menyetir" Nazaruddin



PARIAMAN - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum mengatakan ada orang kuat di balik pernyataan Muhammad Nazaruddin soal keterlibatan banyak pihak dalam kasus korupsi.

Orang kuat yang dimaksud Anas menyuruh koleganya ketika di Partai Demokrat itu untuk menyeret orang lain dalam kasus korupsi.

"Nazaruddin itu ditugaskan orang yang sangat kuat di Indonesia untuk menuduh-nuduh, menyeret-nyeret, menyerang-nyerang dan menfitnah," kata Anas di sela kampanye pemilihan wali kota Pariaman, Sumatera Barat, Kamis (29/8/2013).

Anas mengatakan, itu sudah menjadi skenario jika orang kuat yang dimaksud dalam keadaan terpojok. Sayangnya, Anas mengelak ketika ditanya siapa orang kuat yang dia maksud.

"Skenario awal memang seperti itu. Kalau situasi terpojok selalu dikeluarkan Nazaruddin untuk teriak yang tidak-tidak," tegasnya.

Sebelumnya, istri suami Neneng Sri Wahyuni ini mengklaim telah melaporkan ke KPK ihwal bagi-bagi uang, antara lain, di proyek KTP elektronik, proyek Merpati, dan proyek fiktif yang nilainya hingga triliunan rupiah.

Menurut mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu, ada 11 proyek beraroma korupsi yang sudah dilaporkan. Selain bagi-bagi uang di proyek yang disebutkan di atas, Nazar menyatakan sudah melaporkan proyek penunjukan langsung pembangunan gedung Mahkamah konstitusi senilai Rp300 miliar. (Eka Guspriadi/Sindo TV/trk)

KPK Diakui Berhasil Memerangi Korupsi



TEMPO.CO, Manila- Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) didapuk penghargaan Ramon Magsaysay Award 2013, Sabtu, 31 Agustus 2013. Dalam situs resminya, Ramon Magsaysay Award Foundation (RMAF) menilai KPK sebagai lembaga antikorupsi yang independen. "Mereka berhasil memerangi korupsi di Indonesia," tulis situs tersebut.

Pihak RMAF juga menilai KPK telah memiliki rekam jejak yang impresif dalam pemberantasan korupsi. Sejak 2003-2012, KPK telah menangani 332 kasus yang melibatkan pejabat tinggi dan penyelenggara negara. Sebanyak 169 di antaranya sudah disidangkan dan 100 persen diputus bersalah oleh pengadilan.

Sejak pertama kali berdiri pada tahun 2004 hingga 2013 ini, KPK telah mengembalikan kekayaan negara senilai Rp 805,6 miliar. Hal yang tidak kalah penting, yakni program pencegahan korupsi bernama Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Program ini dinilai efektif dalam memajukan transparansi dan akuntabilitas kekayaan para pejabat negara. RMAF juga menilai progam-progam lainnya, seperti pengendalian gratifikasi, kajian sistem untuk menutup potensi korupsi dalam birokrasi, pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan, serta kampanye antikorupsi yang kreatif dan inovatif, sebagai progam memerangi korupsi yang efektif.

Maria Lourdes menyerahkan penghargaan tersebut kepada KPK di Cultural Center of the Philippines, Manila, Filipina, bersama empat penerima penghargaan lainnya yang berasal dari Afghanistan, Myanmar, Nepal, dan Filipina.

Penghargaan Ramon Magsaysay pada mulanya diambil dari nama mantan Presiden Filipina. Pemberian penghargaan ini bertujuan menyebarluaskan keteladanan integritas Ramon Magsaysay dalam menjalankan pemerintahan dan kegigihannya dalam memberikan pelayanan umum di lingkungan masyarakat yang demokratis.
Ramon Magsaysay Award diberikan kali pertama pada 1958. Hingga 2008, penghargaan yang juga biasa disebut sebagai Nobel Asia ini diberikan kepada individu dan organisasi dalam enam kategori, yaitu government service, public service, community leadership, journalis, literature and creative communication arts, peace and international understanding, dan emergent leadership.

Mereka yang menerima penghargaan ini adalah individu dan organisasi yang luar biasa. Mereka dianggap telah menyebarluaskan integritasnya dan mendorong lingkungan masyarakat yang demokratis. Para penerima penghargaan ini juga dinilai berperan aktif dalam memberikan solusi yang berkelanjutan atas permasalahan sosial yang mengakar di negaranya masing-masing.

Dipo Disebut dalam Suap Impor Daging, Ini Penjelasan Istana


JAKARTA - Sekretaris Kabinet, Dipo Alam disebut dalam persidangan kasus suap impor daging dan pencucian uang dengan terdakwa Ahmad Fathanah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Selatan, Kamis 29 Agustus 2013.

Nama Dipo terungkap saat diperdengarkan rekaman pembicaraan antara Luthfi Hasan dan Ridwan Hakim di Pengadilan Tipikor.

Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, mengaku belum mendapat informasi, apakah nama Dipo yang dimaksud Dipo Alam yang juga Sekretaris Kabinet.

"Kami tidak mempunyai informasi mengenai hal itu. Terus terang saya mengetahui hal itu dari rekan-rekan media," kata Julian Komplek Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat (30/8/2013).

Dia menyerahkan semuanya ke pengadilan perihal penyebutan nama Dipo dan Presiden SBY.

"Yang harus kita pastikan adalah pemisahan antara bukti atau temuan atau fakta yang ada di pengadilan dengan opini atau persepsi, tentu dua hal yang berbeda saya kira. Yang terbaik dalam hal ini, adalah menyerahkan hal tersebut ke pengadilan," bebernya.

Pengadilan kata Julian merupakan tempat yang tempat untuk membuktikan semua tudingan tersebut. Oleh sebab itu, dia menunggu hasil dari pengadilan yang saat ini masih berlangsung.

"Biarkan pengadilan berjalan sebagaimana mestinya dalam proses mereka. Ya kita tunggu, tentu kami akan mengikuti proses mereka. Senantiasa menghormati proses pengadilan yang berlangsung pada siapapun,"tegasnya.
(hol)

KPK Didesak Usut Tudingan Keterlibatan SBY di Suap Impor Daging



JAKARTA - Tudingan Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin tentang dugaan suap impor daging sapi yang mengalir ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus ditelusuri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Pengamat Masyarakat Anti Korupsi (MAKI), Boyamin Saiman sikap istana yang enggan mengomentari tudingan Ridwan semakin menguatkan dugaan keterlibatan SBY. Apalagi Sengman, pembawa uang Rp40 miliar ke SBY memang terkenal sebagai orang yang mendapat akses keistimewaan dari penguasa.

"Ya Sengman itu orang Palembang, dia punya Palembang Square dan macam-macam, dia mendapat keistemawaan dari Dirjen Pajak sebelumnya, kalau istana tak mau komentar berarti ada kaitannya," jelas Bonyamin kepada Okezone, Sabtu (31/8/2013).

Menurut dia, Sengman memiliki banyak kasus, namun tak pernah diproses oleh aparat penegak hukum karena dekat dengan puasa. Bahkan, menurut informasi yang dia terima, Sengman memanipulasi pelepasan tanah pemerintah untuk dibangun Palembang Square sehingga biaya pajaknya tidak tinggi.

"Info yang saya dapat, dulu dia banyak masalah tapi tidak pernah diproses soal pelepasan tanah tidak diproses. Jadi saat pelepasan tanah untuk Palembang Square dia lakukan dengan cara yang tidak benar. Itu tanah pemerintah, lalu dia bilang tanah itu didapat dengan harga murah sehingga pajaknya yang harus dibayar gede tak jadi," jelas dia.

"Dulu ada dugaan penggelapan pajak tidak diproses. Kenapa, karena tidak ada yang berani nyentuh dia," imbuhnya.

Dia berharap aparat penegak hukum tak tebang pilih dalam kasus suap impor daging tersebut. "Apapun yang terjadi kita lihat, apakah Sengman ini juga akan diusut. KPK harus menelusurinya," pungkasnya.
(hol)

Wali Kota Makassar Akan Diperiksa Terkait Kasus Korupsi Tanah


MAKASSAR, KOMPAS.com - Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin segera diperiksa Kejaksaan Tinggi Sulselbar sebagai saksi dalam kasus korupsi pembebasan lahan Celebes Convention Center (CCC) di Jalan Metro Tanjung Bunga.

Ilham selaku ketua tim 9 dijadwalkan akan diperiksa pekan ini sebagai saksi untuk dua tersangka, yakni mantan kepala Bappeda Pemprov Sulsel Sangkala Ruslan dan mantan Camat Mariso Agus AS.

"Pekan depan giliran ketua panitia 9 kita periksa. Intinya kita kebut pemeriksaan saksi-saksi, kemudian tersangka Sangkala Ruslan kita periksa karena kita ingin pelimpahan berkasnya bersamaan dengan tersangka Agus As," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulselbar, Chaerul Amir, Sabtu (31/8/2013).

Sementara itu, Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin yang dikonfirmasi terkait rencana pemeriksaan dirinya, menyatakan bersedia hadir. "Saya bersedia hadir dalam pemeriksaan di Kejati Sulselbar. Jika keterangan saya dibutuhkan, kenapa tidak. Selaku pejabat dan warga Indonesia, wajib memenuhi panggilan pemeriksan itu untuk menyelesaikan masalah," singkat Ilham sambil tersenyum.

Sebelumnya, penyidik telah memeriksa satu persatu anggota tim 9 pembebasan lahan dalam kelengkapan berkas perkara tersangka Sangkala Ruslan, di antaranya mantan wakil ketua tim 9, Ichsan Saleh dan Sekretaris 1 tim 9, Tajuddin Noer.

Sangkala Ruslan menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pembebasan lahan pembangunan CCC. Sangkala dianggap orang yang paling terlibat dalam pembebasan lahan, mulai dari pembahasan penyusunan rencana APBD, peninjauan hingga rapat-rapat koordinasi yang membicarakan lokasi tanah yang sekarang dibangun CCC.

Sementara Agus As dinilai melanggar hukum sebagai pejabat negara dengan menerima uang yang diakui fee senilai Rp 750 juta dari Rp 3,4 miliar total dana yang dialokasikan Pemerintah Provinsi Sulsel.

Disebut Muluskan Proyek Hambalang, Adik Marzuki Alie Siap Diperiksa KPK



Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama anggota Komisi X DPR Juhaini Alie disebut-sebut dalam laporan audit Hambalang tahap II. Juhaini diduga memuluskan anggaran proyek Hambalang.
Dikonfirmasi mengenai hal itu, Juhaini mengaku siap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengklarifikasi persoalan tersebut.
"Kalau saya no problem, yang penting kita tidak ada urusan sama masalah korupsinya," kata Juhaini ketika dikonfirmasi, Jumat (23/8/2013).
Juhaini mengaku juga belum pernah mendatangi proyek tersebut. Ia mengatakan sempat diajak datang ke lokasi tersebut. Namun, ia menolak.
"Kalau korupsi itu urusan kementerian dengan orang-orang yang berhubungan dengan proyek,"
imbuhnya
Politisi Demokrat itu menegaskan dirinya menolak proyek tersebut. Apalagi, bangunan Hambalang sempat rubuh.
"Pada waktu itu kita panggil semua klarifikasi masalah. Pada waktu itu dipangil semua, perencanaan Hambalang kita ingin tahu kenapa terjadi begitu, kita lihat studi kelayakan, makanya kita tunggu audit BPK," ujar adik Marzuki Alie ini.
Sebanyak 15 anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) disebut dalam hasil audit tahap II Hambalang oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mereka diduga terlibat dalam penyimpangan pada proses persetujuan anggaran proyek Hambalang.
Berdasarkan dokumen hasil audit tahap II Hambalang yang diterima wartawan, 15 anggota DPR tersebut berinisial MNS, RCA, HA, AHN, APPS, WK, KM, JA, MI, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS.
"MNS, RCA, HA, AHN bersama APPS, WK, KM, JA, MI menandatangani persetujuan alokasi anggaran menurut program dan kegiatan pada APBN Perubahan Kemenpora TA 2010, meskipun tambahan anggaran optimalisasi sebesar Rp 600 miliar belum dibahas dan ditetapkan dalam Rapat Kerja antara Komisi X dan Kemenpora," tulis dokumen tersebut.

DPR Tantang KPK Selesaikan Kasus Hambalang



TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi harus segera menyelesaikan kasus Hambalang. "Laporan sudah diserahkan, jadi tidak ada alasan bagi KPK untuk berlama-lama lagi," ujar Pramono usai menghadiri acara diskusi di daerah Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu, 31 Agustus 2013.
Pramono mempersilahkan KPK untuk memeriksa anggota parlemen jika memang terbukti terkait dalam kasus tersebut. "Kalau ada keterlibatan anggota DPR, silahkan diperiksa," kata Pramono.
Disinggung mengenai hilangnya nama-nama yang sempat disebut dalam draft awal, Pramono mengatakan, DPR akan berpatokan kepada laporan resmi yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut dia, kebenaran dokumen tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh pimpinan DPR.
Jumat, 23 Agustus 2013, BPK menyerahkan audit tahap II atas pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang kepada DPR. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, ada indikasi kerugian negara sebesar Rp 463,67 miliar akibat penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang.
Namun dalam audit tersebut tidak disebutkan 15 anggota legislator yang diduga memuluskan proyek Hambalang. Sebelumnya, dalam salinan draft yang diterima oleh Tempo dan beberapa media lain, ada 15 nama legislator yang ikut memuluskan pembahasan anggaran untuk proyek Hambalang.
FAIZ NASHRILLAH

Ganjar Bantah Tuduhan Nazarudin



Metrotvnews.com, Semarang: Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo membantah pernyataan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazarudin, bahwa dirinya menerima aliran dana korupsi proyek pengadaan e-KTP senilai USD500 ribu. Pernyataan tersebut ditegaskan Ganjar saat melakukan kunjungan kerja ke kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Propinsi Jawa Tengah di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (28/8/2013) sore.

Bahkan, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI tersebut menyatakan dengan tegas, akan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Gubernur Jateng jika dirinya terbukti menerima aliran dana tersebut. Ganjar meminta Nazarudin untuk membuktikan tudingannya.

Editor: Kesturi Haryunani

Rizal Ramli: Sengman, Beking Finansial SBY



JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Keuangan Rizal Ramli mengaku heran dengan bantahan pihak Istana terkait sosok Sengman. Padahal, menurut Rizal, Sengman sudah dikenal dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu penyokong finansialnya saat terjun ke dunia politik.

"Sengman ini businessman yang pertama kali menyumbang SBY masuk politik. Jadi deket banget. Masa istana membantah," ujar Rizal di Kompleks Parlemen, Jumat (31/8/2013).

Rizal pun mengaku kenal dengan Sengman. Sengman, lanjut Rizal, adalah seorang pengusaha asal Sumatera Selatan.

"Ini orang jadi beking SBY pertama kali secara finansial," imbuhnya.

Rizal pun menganalogikan adanya istana hitam dan putih di sekitar Presiden. Istana putih, sebutnya, ada di Istana Merdeka. Orang-orang di istana putih pun lebih membahas hal-hal yang normatif.

"Yang aneh-aneh itu istana hitam. Di mana lokasinya, siapa penghuni, saya enggak tahu," ucap Rizal.

Munculnya nama Sengman
Dian Maharani Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin, saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan suap impor daging sapi, dengan terdakwa Ahmad Fathanah, Kamis (19/8/2013), di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Sidang kasus dugaan suap impor daging sapi dengan terdakwa Ahmad Fathanah terus berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Persidangan kasus ini, Kamis (29/8/2013), menghadirkan Ridwan Hakim, putra dari Ketua Majelis Syuro PKS.

Rekaman percakapan antara Fathanah dan Ridwan diputar, lalu nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebut. Pemutaran rekaman pembicaraan tersebut dilakukan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut jaksa, percakapan itu terjadi setelah pertemuan Ridwan dan Fathanah di Kuala Lumpur, Malaysia, Januari 2013. Dalam rekaman itu, didengarkan suara Fathanah yang menyampaikan kepada Ridwan bahwa uang Rp 40 miliar sudah beres dikirim melalui Sengman dan Hendra.

Mendengar rekaman itu, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango kemudian menanyakan nama yang muncul tersebut kepada Ridwan.

"Ada nama Sengman. Itu siapa?" tanya Nawawi.

"Itu nama orang, Pak," jawab Ridwan.

"Iya, siapa?" tanya hakim lagi yang tampak kesal dengan jawaban Ridwan.

Ridwan kemudian menjelaskan bahwa Sengman adalah utusan Presiden SBY.

"Waktu saya diputarkan (rekaman) ini di penyidikan KPK, saya jelaskan Bapak Sengman ini setahu saya utusan Presiden kalau datang ke PKS," jawab Ridwan.

"Presidennya siapa?" tanya Nawawi.

"Presiden kita, Pak SBY. (Sengman) di BAP (berita acara pemeriksaan) ditulis dia orang dekatnya Pak SBY," jawab Ridwan lagi.

Sementara itu, menurut Ridwan, Hendra adalah teman dari Sengman. Ketika dicecar oleh hakim, Ridwan mengaku tidak tahu maksud pembicaraan Fathanah.

"Saya tidak tahu karena beliau (Fathanah) bilang ini 40 (Rp 40 miliar) dibawa Sengman," katanya.

Menurut Ridwan, substansi keseluruhan pembicaraan lewat telepon itu adalah mengenai pemberitaan di majalah Tempo saja.

"Substansinya masalah (yang dimuat majalah) Tempo itu saya jelaskan. Soal kuota daging sapi, Pak. Permasalahannya, nama saya waktu itu disangkutpautkan. Yang saya paham, pemberitaan (Tempo) 2011 salah. Saya tidak ada kaitannya dengan daging sapi," terang Ridwan.

Dalam rekaman itu juga disebut nama El dan Engkong. Ridwan yang dikonfirmasi menyatakan bahwa El adalah Direktur Utama PT Indoguna, Maria Elizabeth Liman. Sementara Engkong adalah sebutan untuk ayah Ridwan, Hilmi.

Friday, August 30, 2013

FITRA Desak Bupati OKU Timur Diperiksa Terkait Dugaan Investasi Bodong



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus investasi bodong CV Indotronik di kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur kini jadi perhatian publik. Karena nilai investasi para nasabah yang menanamkan dananya di CV Indotronik cukup fantastis, yang diduga mencapai Rp 4,6 triliun.
Menurut Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, pejabat kabupaten tak bisa lepas tangan begitu saja. Polisi didesak mengusut dugaan keterlibatan para pejabat di OKU Timur, sebab perizinan dikeluarkan Dinas Perdagangan setempat.
Uchok mengatakan dalam kasus Indotronik, polisi jangan berhenti mengusut hanya sampai kepada pemilik CV Indotronik. Namun peran para pejabat di Pemkab OKU Timur, terutama di Dinas Perdagangannya, harus diusut pula.
"Ini kelalaian pemerintah membiarkan investasi bodong berkeliaran ditengah-tengah masyarakat, bahkan sampai bebas tiga tahun begitu," kata Uchok dalam keterangan persnya, Sabtu (31/8/2013).
Herman Deru sebagai Bupati OKU Timur, kata Uchok, tak bisa lepas tangan begitu saja dalam kasus investasi bodong CV Indotronik. Sebab Dinas Perdagangan yang memberi izin operasi bagi CV Indotronik ada dibawah tanggung jawabnya. Terlebih selama tiga tahun, CV Indotronik leluasa mengeruk dana publik.
"Tugas pemerintah itu melayani dan melindungi rakyat, bukan pura-pura tidak tahu ada operasi investasi bodong selama tiga tahun," katanya.
Dikatakannya, polisi harus segera melakukan penyelidikan terhadap investasi bodong ini. Polisi juga harus mendalami, kemungkinan keterlibatan pejabat di kabupaten OKU Timur. Termasuk menelisik apakah Bupati OKU Timur, Herman Deru, juga punya peran dalam kasus itu.
"Semua harus disentuh oleh polisi. Mulai dari kemungkinan keterlibatan aparatur dinas terkait. Polisi juga harus berani membongkar dugaan keterlibatan mereka atau dugaan kongkalikong antara pengusaha investasi bodong dengan aparat pemerintah, sampai ke akarnya," tuturnya.
Uchok melihat ada kelalaian dari dinas pemberi izin operasi bagi CV Indotronik. Apalagi izin operasi CV Indotronik bukan izin untuk kegiatan jasa keuangan. Bila melihat fakta itu, Uchok berpendapat dugaan kongkalikong cukup kuat.
Bupati OKU Timur, Herman Deru, pun tak bisa lepas tangan begitu saja karena sebagai pemimpin aparatur birokrat disana, Herman ikut bertanggung jawab atas kebijakan bawahannya yang lalai dan sembrono. "Semua harus diusut. Bupatinya juga harus diusut dong," ujarnya.
Seperti diketahui, CV Indotronik ramai menjadi pembicaraan karena pemilik perusahaan ingkar janji. Bahkan diduga membawa lari dana para nasabah yang di investasikan di perusahaan tersebut.
Para nasabah pun marah, ketika mengetahui telah ditipu oleh iming-iming bunga investasi menggiurkan yang ditawarkan CV Indotronik. Dana yang sudah dihimpun CV Indotronik nilainya bukan recehan, tapi diduga mencapai Rp 4,6 triliun.
Saat ini, kepolisian OKU Timur telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Ketiga orang tersangka tersebut adalah Direktur CV Indotronik Albertus Primadani Irawan, Komisaris CV Indotronik, Kurniawan yang juga ayah dari Albertus, dan Kristin, istri Albertus. Ketiganya dijerat dengan pasal berlapis, mengenai penipuan, penggelapan, dan perbuatan kejahatan berulang.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari Bupati OKU Timur, Herman Deru.

Anggota DPR dilaporkan atas dugaan penipuan


Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR Andi Anzar Tjakrawijaya dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal Polri atas dugaan penipuan dan pemalsuan dokumen atas kepemilikan perusahaan pertambangan PT Bumi Energi Kaltim (BEK).

"Saya datang untuk melaporkan penipuan. Saya merasa jadi korban di sini dalam hal proses kepemilikan perusahaan saya. Saya merasa ada indikasi penggelapan," kata Dirut PT BEK Jamaludin Karim di Jakarta, Jumat.

Andi yang berasal dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini, dilaporkan ke polisi dengan nomor kasus TBL/579/VIII/2013 Bareskrim tertanggal 30 Agustus 2013.

Kuasa Hukum Jamaludin, Mansur Munir mengatakan awalnya Jamaludin sebagai pemegang saham PT BEK hendak menjual kepemilikan sahamnya kepada Andi. Sesuai perjanjian, perubahan akta perusahaan dilakukan setelah pelunasan.

"Ini baru uang mukanya saja, tapi nama sudah berubah di Kemenkum HAM, padahal tanpa sepengetahuan Pak Jamaludin," ungkapnya.

Menurut dia, kliennya merugi Rp26 miliar, karena saham PT BEK yang dibeli Andi baru dibayar sebesar Rp5 miliar dari total saham yang dijual yakni Rp31 miliar.

Dia mengatakan pihaknya sebelumnya telah meminta Andi untuk menyelesaikan masalah tersebut, namun tidak ditanggapi. "Saya coba supaya dialihkan saja kalau memang merasa tak mampu membeli. Tapi ternyata dia tetep mempertahankan, akhirnya jadi menggantung gini," katanya.
(A064/C004)
Editor: Ruslan Burhani

KPK Berharap Anas "Bernyanyi"


JAKARTA, KOMPAS.com -  Komisi Pemberantasan Korupsi berharap mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum membuka keterlibatan pihak lain dalam kasusnya, bila memang ada. Anas adalah tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain.

"Tentu saja (kami berharap) seperti itu," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, Kamis (29/8/2013). Dia mengatakan pada dasarnya korupsi cenderung sistemik sehingga kemungkinan tidak dilakukan oleh aktor tunggal.

"Dasar kami, korupsi selama ini lebih banyak korupsi sistemik. Itu bukti politik sehingga banyak sekali aktornya," ungkap Busyro. Dia pun mengatakan KPK akan mengembangkan penyidikan kasus Hambalang yang melibatka Anas, termasuk bila Anas mengungkapkan dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus itu.

Busyro berjanji KPK tidak akan membatasi pengusutan pada pihak tertentu saja, tak terkecuali bila Anas menyebutkan nama-nama yang perlu pengembangan penyidikan untuk mendapatkan kebenaran materiil. "SOP kami, tidak akan membataasi pada peran-peran tertentu apalagi kalau ada bukti-bukti permulaan yang cukup," kata dia.

KPK menetapkan Anas sebagai tersangka pada Februari 2013. Hingga kini, Anas belum ditahan. Busyro mengaku belum tahu kapan Anas akan diperiksa sebagai tersangka.

Dalam kasus ini, anas diduga menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain, yang dia terima saat masih menjadi anggota DPR. Diduga, Anas menerima Toyota Harrier, Vellfire, dan aliran dana untuk pemenangan saat mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Kongres 2010.

Dituding "Mark Up", Kemendagri Juga Akan Laporkan Nazaruddin ke Polisi


JAKARTA,KOMPAS.com – Setelah melaporkan terpidana kasus suap wisma atlet, Muhammad Nazaruddin, ke polisi dengan tudingan pencemaran nama baik, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi kembali menyiapkan laporan baru atas nama Kementerian Dalam Negeri terkait tudingan penggelembungan harga (mark up) dalam proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Pagi tadi Gamawan melaporkan Nazaruddin karena dianggap telah melakukan fitnah terkait tudingan fee yang diterima Gamawan dalam proyek yang sama.

“Zudan (Kepala Biro Hukum Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh) hari ini saya beri kuasa untuk melaporkan juga ke kepolisian soal dugaan mark up anggaran 45 persen itu, supaya Nazar juga membuktikan semua,” kata Gamawan saat ditemui di Gedung Kemendagri, Jumat (30/8/2013).

Menurutnya, Nazaruddin telah memberikan keterangan palsu. Ia membantah tudingan Nazaruddin soal penggelembungan anggaran proyek e-KTP hingga sebesar 45 persen.

“Dia (Nazaruddin) menyebutkan 45 persen, itu kan artinya dia sudah hitung kan. Kami minta mana 45 itu,” ujarnya.

Ia menjelaskan, Kementerian yang dipimpinnya melakukan tender terbuka. Konsorsium yang dipilih adalah yang menawarkan harga terendah yaitu Rp 5,8 triliun.  Ia membantah ada permainan harga dalam pelaksanaan proyek yang didukung anggaran multi year dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara itu. Hal itu dapat dibuktikan dengan hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas proyek tersebut hingga dua kali.

“Saya minta audit lagi ke BPKP untuk jaga-jaga kehati-hatian kami. Saya minta lagi hasil tender itu diaudit lagi sebelum saya setujui,” katanya.

Gamawan enggan berspekulasi soal motif tudingan Nazaruddin.

Nazaruddin menuding Gamawan menerima fee dari proyek pengadaan e-KTP. Menurut Nazaruddin, fee tersebut ada yang diterima Mendagri melalui transfer langsung, melalui sekretaris jenderalnya, serta lewat pejabat kementerian lain. Mantan anggota DPR ini bahkan menuding adik Mendagri ikut menerima fee proyek e-KTP ini. 

Adiknya Dituding Terima "Fee" E-KTP, Mendagri Sebut Punya 7 Adik


JAKARTA, KOMPAS.com — Terpidana kasus suap wisma atlet, Muhammad Nazaruddin, menuding adik Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebagai salah satu penerima fee dari proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Apa tanggapan Gamawan?

"Adik saya yang mana? Saya punya tujuh adik. Coba dibuktikan," kata Gamawan di Gedung Kementerian Dalam Negeri, Jumat (30/8/2013). Dia mengatakan dari ketujuh adiknya itu tak satu pun bekerja di instansi pemerintahan.

Menurut Gamawan, tidak ada juga adiknya yang menjadi pengusaha percetakan maupun di bidang yang terkait dengan e-KTP. "Makanya saya bingung, adik saya yang mana yang dimaksud?" ujar dia.

Sebelumnya, seusai menjalani pemeriksaan di KPK, Kamis (29/8/2013), Nazaruddin menuduh Gamawan menerima komisi dari proyek pengadaan e-KTP. Fee tersebut, kata dia, diterima Gamawan melalui tranfer serta lewat sekretaris jenderal dan pejabat lain di kementeriannya, bahkan lewat adiknya.

Atas tuduhan penerimaan fee itu, Gamawan melaporkan Nazaruddin ke Polda Metro Jaya, Jumat pagi. Dia juga berencana kembali melaporkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut untuk tuduhan Gamawan telah menggelembungkan anggaran proyek e-KTP sebanyak 45 persen.

PPATK Serahkan Transaksi Mencurigakan Rudi pada KPK



JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah menyerahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi laporan hasil analisis (LHA) transaksi keuangan mencurigakan terkait Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) nonaktif, Rudi Rubiandini. Rudi merupakan tersangka kasus dugaan penerimaan suap kegiatan hulu minyak dan gas.

"Pokoknya transaksi mencurigakan yang kita temukan sudah kita pertukarkan dengan KPK supaya lebih cepat dan akurat," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso saat keluar Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (30/8/2013).

Saat ditanya lebih jauh ke mana saja transaksi mencurigakan Rudi mengalir, Agus meminta wartawan menanyakan hal tersebut kepada KPK. Dia mengatakan tidak dapat menyampaikan informasi yang terlalu detail dan menjurus.

"Kalau terlalu menjurus saya tidak bisa jawab, tapi kita kerja sama supaya lebih fokus dan lebih cepat," ujar Agus.

Dia juga mengungkapkan, PPATK mendukung penuh KPK agar proses penyidikan bisa berjalan lebih cepat dan efektif. Koordinasi rutin dilakukan agar proses penyidikan berjalan efektif dan cepat.

"Semua yang ditangani KPK pasti didukung PPATK untuk pendalaman, terutama untuk penelusuran aliran dana, kaitan transaksi yang satu dan transaksi lain," tambah Agus.
KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) Rudi Rubiandini dibawa keluar dari Gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (14/8/2013). Rudi Rubiandini ditangkap Selasa (13/8/2013) malam karena diduga menerima suap dari pihak swasta. Dari rumah mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu, KPK menyita sejumlah barang bukti berupa 400.000 dollar AS yang disimpan dalam tas hitam dan motor berkapasitas mesin besar merek BMW.

Sebelumnya, KPK menyatakan telah meminta LHA terkait kasus Rudi kepada PPATK. Data transaksi mencurigakan tersebut diperlukan KPK untuk mendalami kasus ini.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Rudi sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian suap dari petinggi PT Kernel Oil Private Limited Simon G Tanjaya senilai 700.000 dollar AS. Uang tersebut diduga diberikan melalui pelatif golfnya, Deviardi alias Ardi.

KPK pun menetapkan Simon dan Ardi sebagai tersangka. Diduga, Rudi tidak hanya menerima uang 700.000 dollar AS dari Simon. Mantan wakil menteri energi dan sumber daya mineral ini pun diduga menerima pemberian dari pihak lain. Terkait penyidikan kasus Rudi, KPK menyita uang 200.000 dollar AS dari ruangan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno.

Bukan hanya itu, uang dalam pecahan mata uang asing juga ditemukan KPK dalam penggeledahan di ruangan Rudi di kantor SKK Migas beberapa waktu lalu. Dari sana, penyidik menyita 60.000 dollar Singapura, 2.000 dollar AS, dan kepingan emas seberat 180 gram. Penyidik juga menemukan uang dalam deposit box Rudi di Bank Mandiri, Jakarta, senilai total 350.000 dollar AS.

Selain uang, penyidik KPK menyita satu unit Toyota Camry Hybrid yang diduga milik Rudi. Mobil mewah itu diduga diberikan pihak selain Kernel melalui pelatih golf Rudi, Deviardi alias Ardi.

BPK: 30 Nama Anggota DPR Tak Dicantumkan dalam Laporan ke DPR


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo menegaskan, tidak ada data yang dihilangkan dalam audit tahap II Hambalang. Hal ini untuk menepis kabar hilangnya 15 nama anggota DPR yang hilang dalam audit Hambalang yang disampaikan BPK ke pimpinan DPR dan KPK.

"Tidak ada data yang hilang. Semua sudah lengkap," ujar Hadi dalam jumpa pers di kantor BPK, Jumat (30/8/2013).

Hadi mengatakan bahwa semua nama anggota DPR yang terkait dalam penganggaran telah diperiksa dan tetap dimasukkan dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP). KKP tersebut menjadi dasar dalam penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang menjadi laporan final hasil audit.

Setidaknya, lanjut Hadi, ada 30 anggota DPR yang menjalani pemeriksaan di kantor BPK. Namun, nama-nama wakil rakyat ini tidak disertakan dalam LHP yang diserahkan ke KPK dan DPR. Apa alasannya?

Hadi memaparkan, audit Hambalang kali ini adalah audit yang bersifat investigatif di mana penyidik fokus pada proses pengelolaan keuangan negara, sedangkan proses penganggaran biasanya ditampilkan dalam LHP audit kinerja kementerian dan lembaga.

"Fungsi anggaran di DPR hanya memproses anggaran untuk bahas RAPBN apakah bisa diterima atau ditolak sehingga prosesnya bukan pengelolaan keuangan negara," kata Hadi.

Kendati demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap berhak meminta KKP yang berisi 30 nama anggota DPR itu untuk melakukan pendalaman.

"Syaratnya hanya perlu atas persetujuan pengadilan negeri, kami pasti akan memberikannya," kata Hadi.

Seperti diketahui, BPK menyerahkan audit tahap II Hambalang kepada pimpinan DPR, Jumat (23/8/2013). Sebelum audit diserahkan secara resmi ke DPR, sudah ada terlebih dulu bocoran dokumen ringkasan hasil audit setebal 77 halaman yang diterima wartawan.

Di dalam audit tersebut, terdapat 15 nama anggota DPR yang terlibat dalam proses penganggaran proyek Hambalang. Mereka dianggap menyetujui anggaran Hambalang meski proses penganggaran belum melalui rapat dengan kementerian.

Sebanyak 15 nama anggota DPR itu disebut menggunakan inisial, yakni MNS, RCA, HA, AHN, APPS, WK, KM, JA, MI, UA, AZ, EHP, MY, MHD, dan HLS. Namun, ternyata audit yang diterima DPR berbeda. Meski dengan redaksional yang hampir mirip, bagian yang terdapat 15 nama itu hilang.

KY Usut Pengacara Koruptor BLBI Sudjiono Timan



Liputan6.com, Jakarta : Banyak pihak yang meminta Komisi Yudisial (KY) turun tangan menelusuri pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis Peninjauan Kembali (PK) yang mengabulkan PK Sudjiono Timan, koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pasalnya, ada laporan yang masuk ke KY, bahwa majelis PK diduga menerima suap.

Ketua KY Suparman Marzuki berjanji akan menelusuri dan menggali informasi dari berbagai sumber terkait laporan itu. Penelusuran itu tak menutup kemungkinan akan dilakukan juga sampai ke kantor pengacara Lukas SH dan Partner. Mengingat kuasa hukum Sudjiono berasal dari kantor Lukas SH dan Partner, yakni Hasdiawati.
"Semua sumber, semua informasi yang bisa membuat terang masalah ini kita akan selidiki. Prinsipnya itu," ucap Suparman di Jakarta, Kamis (29/8/2013).
Meski berjanji akan menelusuri semua informasi, lanjut Suparman, KY sampai saat ini belum melakukan pemanggilan saksi terkait putusan PK tersebut. Lantaran KY masih melakukan investigasi awal. "Belum, karena kita baru melakukan investigasi awal. Dan ini baru berjalan seminggu," ucap Suparman.
PK Sudjiono DikabulkanMahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan PK yang diajukan Sudjiono Timan. Padahal koruptor dana BLBI itu dalam tingkat kasasi oleh MA divonis 15 tahun penjara.
Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sudjiono dinilai telah merugikan Negara sebesar US$ 120 juta dan Rp 98,7 juta.
Pada tingkat pertama, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas Sudjiono Timan. Jaksa tak terima dengan putusan itu. Karena dalam tuntutannya, jaksa meminta hakim memvonis Sudjiono 8 tahun penjara, denda Rp 30 juta, serta membayar uang pengganti Rp 1 triliun. Jaksa pun mengajukan kasasi.
Di tingkat kasasi, MA mengabulkan permohonan Jaksa. Majelis Kasasi yang diketuai Bagir Manan menjatuhkan vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 50 juta kepada Sudjiono. Tak hanya itu, Majelis Kasasi juga meminta Sudjiono membayar uang pengganti sebanyak Rp 369 miliar.
Namun hingga saat ini Kejaksaan belum dapat mengeksekusi Sudjiono. Sebab sejak 7 Desember 2004, keberadaan Sudjiono tidak diketahui rimbanya. Sudjiono juga sudah tidak tinggal di rumahnya lagi di Jalan Diponegoro Nomor 46, Menteng, Jakarta Pusat. (Riz/Ism)

Bebaskan Koruptor BLBI, 5 Hakim Dilaporkan ke KY



Liputan6.com, Jakarta : Sejumlah LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) melaporkan majelis Peninjauan Kembali (PK) yang mengabulkan PK Sudjiono Timan ke Komisi Yudisial (KY). Tak hanya majelis PK, KPP juga melaporkan salah satu majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terkait masalah tersebut. Total ada 5 majelis hakim yang diadukan.
"Kami melaporkan majelis hakim baik PN sampai MA," kata Koordinator Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar di Gedung KY, Jakarta, Jumat (30/8/2013).
Majelis PK yang dilaporkan yakni Hakim Agung Suhadi, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, Hakim Ad Hoc Tipikor Abdul Latief, dan Hakim Ad Hoc Sofyan Marthabaya. Sedangkan hakim PN Jakarta Selatan yang dilaporkan adalah Soehartono.
Menurut Erwin, ada pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis PK dan hakim PN Jakarta Selatan tersebut. Dalam konteks ini, lanjut Erwin, KY berwenang memeriksa mereka terkait putusan PK yang akhirnya membebaskan Sudjiono, terpidana korupsi dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Pada prakteknya, kasus (PK Sudjiono) itu kan terjadi. KY pun berwenang memeriksa hakim, baik PN dan MA," kata dia.
Komisioner KY sekaligus Ketua Tim Panel Investigasi, Taufiqqurahman Sahuri mengatakan, KY memberikan apresiasi terhadap laporan ini. "Laporan KPP ini bisa menjadi laporan dari masyarakat. KY sudah bergerak," kata Taufiq.
Taufiq menjelaskan, KY akan menelusuri laporan KPP ini. Meski sebelum ada laporan ini KY sudah lebih dulu bergerak.
"Ada prosedur yang diduga hakim melanggar hukum acara. Dan putusan (PK) ini aneh, orang yang melecehkan kehormatan hakim kok diterima PK-nya sama hakim. Harusnya hakim tersinggung," kata Taufiq.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Sudjiono Timan. Padahal koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu dalam tingkat kasasi oleh MA divonis 15 tahun penjara.
Perkara yang diketok pada 13 Juli 2013 ini ditangani oleh majelis PK yang diketuai Hakim Agung Suhadi dengan anggota Sophian Martabaya dan Andi Samsan Nganro serta 2 hakim adhoc Tipikor.
Sudjiono Timan adalah Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Dalam perkara korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sudjiono dinilai telah merugikan Negara sebesar US$ 120 juta dan Rp 98,7 juta. (Ein/Ism)

Lepaskan Koruptor BLBI, Koalisi: MA Tak Lagi Agung


Oleh Oscar Ferri
Posted: 30/08/2013 15:34
(Antara)
Liputan6.com, Jakarta : Putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan buronan korupsi BLBI Sudjiono Timan berbuntut panjang. Majelis hakim yang melepaskan bos PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia itu dari dakwaan korupsi pun dilaporkan ke Komisi Yudisial.
Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menilai permohonan PK yang dilakukan istri Sudjiono sudah menyalahi prosedur dan cacat hukum karena bertentangan dengan KUHAP.
"Pada saat proses itu salah, artinya jika MA mengabulkan permohonan itu sepertinya sudah tidak agung lagi," kata anggota Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain di Gedung KY, Jakarta, Jumat (30/8/2013).
Bahrain melanjutkan, KPP melihat ada yang janggal proses pengajuan sampai pada putusan PK itu. KPP menduga, majelis hakim PK telah melanggar kode etik.
"Terdapat sejumlah pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang dilakukan majelis hakim PK dan hakim PN Jakarta Selatan," ujar dia.
Apalagi, kata Bahrain, jika melihat status Sudjiono sebagai terpidana telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). "Tentunya kita tahu posisi terpidana di mana kemudian diputus, itu menjadi masalah," ujarnya.
Lebih lanjut Bahrain mengatakan, masalah ini tentu juga bisa menjadi preseden buruk bagi hakim-hakim lain. Khususnya bagi mereka yang di daerah. "Karena sekarang mereka (hakim daerah) sedang semangat memberantas korupsi," kata dia.
Untuk itu, lanjut Bahrain, KPP merekomendasikan, agar KY segera memanggil dan memeriksa majelis PK Sudjiono dan hakim PN Jakarta Selatan. KY juga perlu memeriksa saksi-saksi yang relevan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim ini.
Tak hanya itu, KPP juga merekomendasikan, agar KY berkoordinasi dengan KPK untuk menelusuri lebih lanjut adanya dugaan suap dalam proses penanganan PK Sudjiono tersebut.
Dalam laporan ke KY ini, KPP melaporkan Ketua Majelis PK Hakim Agung Suhadi, dengan Anggota Majelis PK Hakim Agung Andi Samsan Nganro, Hakim Ad Hoc Tipikor Abdul Latief, dan Hakim Ad Hoc Sofyan Marthabaya. Sedangkan hakim PN Jakarta Selatan yang dilaporkan adalah Soehartono. (Ary)

Nazar: Setya Novanto Kendalikan Proyek e-KTP

Metrotvnews.com, Jakarta: Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengaku telah menjelaskan dugaan korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, proyek e-KTP termasuk salah satu yang dikomandani Anas Urbaningrum.

Nazar menyatakan, selain Anas yang aktif terlibat dalam proyek itu adalah Bendahara Umum Partai Golkar, Setya Novanto.

"Saya bilang yang mengendalikan full e-KTP adalah namanya Novanto sama Anas. Siapa pelaksananya? Ada saya, Andi Saptinus," kata Nazaruddin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/8/2013).

Tak hanya itu, Nazar juga menyeret siapa saja Komisi II DPR yang diduga terlibat. "Nama-namanya tanya ke Penyidik KPK biar jelas," ujarnya.

Selain itu, Nazaruddin juga membeberkan dugaan keterlibatan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di proyek e-KTP.

"Semuanya dijelaskan secara detail (kepada Penyidik KPK). Jadi, kalau Pak Mendagri bilang ngaco biar terbukti sendiri seperti Anas," tegasnya.






Mendagri: Nazar Pernah Minta Ikut Proyek E-KTP

Metrotvnews.com, Jakarta: Terpidana korupsi Wisma Atlet Sea Games M Nazaruddin ternyata pernah minta dilibatkan dalam proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Namun Kemendagri tidak pernah menggubris permintaan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu.

"Dia pernah panggil Sekjen Kemendagri (Diah Anggraeni) ke ruangannya di DPR untuk meminta dilibatkan dalam proyek e-KTP, namun tidak kami tanggapi," kata Menagri Gamawan Fauzi di kantornya, Jumat (30/8/2013).

Disebutkan, saat memanggil Sekjen, Nazaruddin meminta agar pihaknya bisa menjadi pelaksana proyek e-KTP yang menghabiskan anggaran Rp5,8 trilun. Permintaan itu dilakukan pada 2010 atau setahun sebelum proyek e-KTP dilaksanakan.

"Namun saat itu Nazar belum menyebutkan nama perusahaannya," ujarnya.

Ketika ditanya apakah penyebutan dirinya sebagai balas dedam karena tidak diberi proyek e-KTP, Gamawan mengakui tidak tahu motifnya. Dia hanya menegaskan bahwa dengan laporannya ke polisi, Nazaruddin harus membuktikan tuduhan yang menyebut nama dirinya.

"Dia harus jelaskan kapan, di mana dan berapa jumlah yang saya terima. Kalau dia transfer, tolong kasih tahu di rekening mana dan kapan. Saya tunjukkan rekening saya apakah memang menerima uang dari dia," pungkasnya. (Emir Chairullah)

Editor: Asnawi Khaddaf

Thursday, August 29, 2013

KPK yakini penerima suap bukan hanya Rudi


Kamis, 29 Agustus 2013 17:29 WIB | 1397 Views
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas meyakini mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini, bukan satu-satunya penerima suap dalam kasus suap di lingkup kegiatan SKK Migas.

"Kalau melihat praktik korupsi itu sistemik. Tidak mungkin hanya satu orang yang menerima itu. Tapi, semua kan yang berbicara bukti," kata Busyro selepas diskusi terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak Sektor Mineral dan Batu Bara dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Gedung KPK Jakarta, Kamis.

KPK, lanjut Busyro, terus mengembangkan penyidikan kasus suap terhadap Rudi Rubiandini sesuai bukti-bukti yang dikumpulkan Tim Penyidik KPK.

"Yang namanya korupsi itu struktural, sistemik, masif, dan sinergis dalam kemaksiatan-kemaksiatan politik. Kemaksiatan politik itu dilakukan oleh pelaku-pelaku yang dia sesungguhnya pengkhianat di birokrasi," kata Busyro.

Busyro mengatakan salah satu pengembangan kasus suap terhadap Rudi yaitu dari penemuan uang 60 ribu dolar Singapura, dua ribu dolar AS di kantor SKK Migas dan uang 200 ribu dolar AS di ruang Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Sekjen ESDM).

"Justru itu yang menarik, salah satu pertimbangannya uang dolar berseri itu. Tapi tanpa itu pun ditemukan duit dalam jumlah dan jenis yang di kantor itu kan menjadi hal yang patut dikembangkan. Kalau sebelumnya dikatakan Pak Jero, ini biaya operasional. Itu kan justru semakin menarik," kata Busyro.

Meskipun akan mengembangan penyidikan dari barang bukti uang-uang dolar hasil penggeledahan, Busyro mengatakan KPK akan mempertimbangkan untuk meminta keterangan dari Menteri ESDM Jero Wacik, setelah memeriksa Sekretaris Jenderal ESDM, Waryono Karno.

"Pada saatnya kami akan periksa supaya tahu `jeroannya`," kata Busyro.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswo Utomo meyakini Sekjen ESDM akan memberikan klarifikasi terkait penemuan uang dolar oleh Tim Penyidik KPK.

Pada Rabu (21/8), KPK meyakini uang suap untuk mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang ditemukan pada penggeledahan di sejumlah tempat bukan berasal dari Simon Gunawan Tanjaya.

"Dari uang-uang inilah, KPK menduga tersangka RR (Rudi Rubiandini) ini juga menerima pemberian dari pihak lain. Tapi kesimpulan siapa pemberi itu belum ada dan sekarang masih didalami," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

KPK telah menetapkan mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini dan Devi Ardi dari swasta sebagai tersangka penerima suap terkait lingkup kewenangan SKK Migas. Sedangkan Simon Tanjaya dari perusahaan Kernel Oil Pte Ltd ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Rudi Rubiandini dan pelaku swasta Devi Ardi sebagai penerima suap dituduh melanggar pasal 12 huruf a dan b atau pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, pelaku pemberi suap Simon Tanjaya, dari perusahaan Kernel Oil, diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau pasal 13 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Editor: Suryanto

Pimpinan DPR diminta klarifikasi bocornya audit BPK


Kamis, 29 Agustus 2013 21:25 WIB | 1126 Views
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi X DPR RI, Zulfadli mendesak kepada pimpinan DPR RI untuk segera meminta klarifikasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait bocornya hasil audit investigatif Hambalang II yang palsu.

"Secepatnya pimpinan DPR RI melakukan rapat konsultasi dengan BPK RI guna meminta penjelasan tentang bocornya hasil audit BPK yang sebenarnya salah," kata Zulfadli di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Ia menilai, bocor audit investigatif tahap II Hambalang itu tentunya merusak citra lembaga DPR RI dan BPK sendiri.

"Pembocoran itu merusak citra lembaga DPR dan BPK," kata Zulfadli. Ia juga meminta aparat penegak hukum untuk mengusut siapa yang melakulan pembocoran tersebut.

"Usut siapa yang "main" di BPK, siapa yang bocorin," ujar politisi Golkar.

Ridwan: Sengman yang Bawa Rp 40 M, Utusan Presiden


JAKARTA, KOMPAS.com — Sidang kasus dugaan suap impor daging sapi dengan terdakwa Ahmad Fathanah terus berlanjut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta. Persidangan kasus ini, Kamis (29/8/2013), menghadirkan Ridwan Hakim, putra Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera. Rekaman percakapan Fathanah dan Ridwan diputar dan nama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono disebut.

Pemutaran rekaman pembicaraan tersebut dilakukan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut jaksa, percakapan itu terjadi setelah pertemuan Ridwan dan Fathanah di Kuala Lumpur, Malaysia, Januari 2013.

Dalam rekaman itu, didengarkan suara Fathanah yang menyampaikan kepada Ridwan bahwa uang Rp 40 miliar sudah beres dikirim melalui Sengman dan Hendra. Mendengar rekaman itu, Ketua Majelis Hakim Nawawi Pomolango kemudian menanyakan nama yang muncul tersebut kepada Ridwan.

"Ada nama Sengman. Itu siapa?" tanya Nawawi. "Itu nama orang, Pak," jawab Ridwan. "Iya, siapa?" tanya hakim lagi yang tampak kesal dengan jawaban Ridwan. Ridwan kemudian menjelaskan bahwa Sengman adalah utusan Presiden SBY.

"Waktu saya diputarkan (rekaman) ini di penyidikan KPK, saya jelaskan Bapak Sengman ini setahu saya ini utusan Presiden kalau datang ke PKS," jawab Ridwan. "Presidennya siapa?" tanya Nawawi. "Presiden kita, Pak SBY. (Sengman) di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) ditulis dia orang dekatnya Pak SBY," jawab Ridwan lagi.

Sementara itu, Hendra menurut Ridwan adalah teman dari Sengman. Ketika dicecar oleh hakim, Ridwan mengaku tidak tahu maksud pembicaraan Fathanah. "Saya tidak tahu karena beliau (Fathanah) bilang ini 40 (Rp 40 miliar) dibawa Sengman," katanya.

Menurut Ridwan, substansi keseluruhan pembicaraan lewat telepon itu adalah mengenai pemberitaan di majalah Tempo saja. "Substansinya masalah (yang dimuat majalah) Tempo itu saya jelaskan. Soal kuota daging sapi, Pak. Permasalahannya nama saya waktu itu disangkutpautkan. Yang saya paham, pemberitaan (Tempo) 2011 salah. Saya tidak ada kaitannya dengan daging sapi," terang Ridwan.

Dalam rekaman itu, juga disebut nama El dan Engkong. Ridwan yang dikonfirmasi menyatakan bahwa El adalah Direktur Utama PT Indoguna, Maria Elizabeth Liman. Sementara Engkong adalah sebutan untuk ayah Ridwan, Hilmi.

Berikut transkrip percakapan antara Fathanah dan Ridwan Hakim melalui telepon.

F (Fathanah): Saya udah kontak Ibu EL udah beres, Wan.
R (Ridwan): Udah beres ke mana?

F: Udah beres 40 lebih dikirim lewat Sengman dan Hendra waktu itu.
R: Belum nyampe, bos.

F: Lah, udah enggak mungkinlah, makanya ibu El itu nggak mungkin. Udah-udah beres bener, Engkong sendiri waktu itu sesudah itu pernah ketemu dan tidak ada komentar gitu, loh.
R: Iya enggak ada komentar. Masa di depan show room ngasih komentar, kan enggak mungkin. Yang jelas komplainnya ke kita.

F: Satu dan engkong.
R: Apa?
F: Ke satu dan engkong enggak mungkinlah ya juga. Tapi, udah nyampe kok 40 (empat puluh). Ditenteng langsung sama Ibu kok untuk disampaikan ke Lembang.
R: Enggak ada, komplainnya ke kita bos.

F: Hah? Ya, udah kalo mau.
R: Komplainnya ke kita, kenapa?
F: Dalam waktu dekat ketemu sama Ibu El dulu deh supaya jelas.
R: Oke boleh, boleh, boleh.
F: Bener, Wan?
R: Iya.

F: Enggak nyampe?
R: Enggak nyampe, baru konfirmasi lagi kan kemarin.
F: Ya Allah ya Robbi, ke mana. Masa Sengman dengan Hendra enggak nyampein?
R: Ya, enggak tahu, pokoknya gitu ceritanya.

F: Hehh
R: Jadi gimana, malam ini jadi ketemu enggak?
F: Ketemu, ketemu, saya ketemu di Citos (Cilandak Town Square). Eh Wan, kesemuanya, kewajibannya Ibu El sendiri berapa ke Engkong?
R: Eee, yang jelas, nanti deh diomonginnya.

Seperti diketahui, nama Ridwan pernah disebut dalam persidangan sebelumnya. Komisaris PT Radina Bioadicipta, Elda Devianne Adiningrat, yang juga mantan Ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia, mengungkapkan, Ridwan dan Fathanah pernah melakukan pertemuan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Januari 2013. Elda juga hadir dalam pertemuan itu.

Menurut Elda, dalam pertemuan itu, Ridwan menanyakan kesanggupan Dirut PT Indoguna Maria Elizabeth Liman yang akan dibantu dalam mengurus penambahan kuota impor daging sapi.

Dalam kasus ini, Ahmad Fathanah bersama mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq didakwa menerima pemberian hadiah atau janji dari Juard dan Arya (Direktur PT Indoguna Utama) terkait kepengurusan kuota impor daging sapi untuk perusahaan tersebut Rp 1,3 miliar. Keduanya juga didakwa tindak pidana pencucian uang.

Bunda Putri, Nama Baru pada Kasus Suap Sapi



JAKARTA, KOMPAS.com
 — Jaksa penuntut umum KPK memutar rekaman pembicaraan antara mantan Presiden PKS, Ridwan Hakim, dan Bunda Putri dalam sidang kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi dengan terdakwa Ahmad Fathanah di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/8/2013).

Ridwan adalah putra Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin. Sementara itu, Bunda Putri menurut Ridwan adalah mentor bisnisnya. Dalam rekaman perbincangan pada Januari 2013 itu, Luthfi menyebut Bunda Putri seseorang yang mengondisikan para pengambil keputusan.

Awalnya pembicaraan antara Luthfi dan Ridwan melalui telepon. "Tadi malam menteri di sini (rumah). Sampai jam 1 pagi katanya. Pernyataannya, kan hari Jumat. Malam Jumatnya dia di sini. Sambil ngomongin rapat," kata Ridwan kepada Luthfi.

"Kalau gitu gini aja, nanti kita coba dua arah. Siapa yang terbaiknya, Widhinya yang kita pegang 100 persen, biar satu komando," jawab Luthfi.

Ridwan kemudian menyerahkan teleponnya kepada Bunda Putri untuk berbicara dengan Luthfi. Tidak jelas persoalan perbincangan antara Luthfi dan Bunda Putri. Di tengah-tengah perbincangan, Luthfi menyebut ada seseorang yang menjadi pengambil keputusan.

"Bukan, maksud saya, dia kan decision maker. Bunda kan mengkondisikan para decision maker. Kerjaan lebih berat mengkondisikan pada decision maker daripada yang pengambil keputusan sendiri. Ha-ha-ha," ujar Luthfi seperti dalam rekaman tersebut.

Bunda Putri merupakan nama baru yang muncul dalam persidangan kasus ini. Jaksa terus menggali siapa Bunda Putri dari Ridwan. Menurut Ridwan, Bunda Putri orang yang berbeda dengan Bunda alias Elda Devianne Adiningrat.

Ridwan pada Kamis ini bersaksi untuk terdakwa kasus dugaan suap pengaturan kuota impor daging sapi, Ahmad Fathanah. Seperti diketahui, nama Ridwan pernah disebut dalam persidangan sebelumnya. Komisaris PT Radina Bioadicipta, Elda Devianne Adiningrat, yang juga mantan Ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia, mengungkapkan bahwa Ridwan dan Fathanah pernah melakukan pertemuan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Januari 2013.

Elda juga hadir dalam pertemuan itu. Menurut Elda, dalam pertemuan itu, Ridwan menanyakan kesanggupan Dirut PT Indoguna Maria Elizabeth Liman yang akan dibantu dalam mengurus penambahan kuota impor daging sapi.

Dalam kasus ini, Ahmad Fathanah bersama Luthfi didakwa menerima pemberian hadiah atau janji dari Juard dan Arya (Direktur PT Indoguna Utama) terkait kepengurusan kuota impor daging sapi untuk perusahaan tersebut sebesar Rp 1,3 miliar. Keduanya juga didakwa tindak pidana pencucian uang.

KPK: Sektor Minerba, Negara Rugi Rp 6,7 Triliun


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan kerugian negara sekitar Rp 6,7 triliun dalam sektor mineral dan batubara (minerba). Kerugian negara ini muncul karena royalti dan iuran tetap yang tidak dibayarkan para pengusaha sepanjang 2003-2011.

"Ada kerugian keuangan negara berdasarkan temuan tim optimalisasi penerimaan negara (OPN) BPKP yaitu PNBP dari hasil royalti dan iuran tetap dari sektor mineral dan batubara pada 2003-2011 sebesar Rp 6,77 triliun yang dihitung berdasarkan nilai tukar dollar AS Rp 9.000 saat itu," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (29/8/2013).

Hadir dalam jumpa pers tersebut, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo, dan Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany.

Mereka sebelumnya mengikuti rapat dengan KPK yang membahas hasil kajian KPK terkait penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam sektor minerba tersebut. Selain kerugian negara, KPK menemukan potensi kerugian negara dari royalti yang belum dibayarkan sepanjang 2010-2012.

Nilai potensi kerugian negara tersebut mencapai Rp 1,22 miliar dollar AS atau sekitar Rp 12 triliun. "Dan dari lima lima produksi mineral terbesar yaitu nikel, bijih besi, timbal, bauksit dan mangan sebesar 24,6 juta dolar AS dan belum ada pemberian sanksi administratis seperti pencabutan izin perusahaan apalagi sanksi pidana," ungkap Busyro.

Selain itu, Busyro menilai ironis pengelolaan sumber daya alam berupa batubara di Indonesia. Dia mengungkapkan, Indonesia hanya memiliki cadangan barubara sekitar 20 miliar ton atau 2,63 miliar persen cadangan dunia sementara per tahunnya mengekspor 309 juta ton barubara.

Dengan demikian, dikhawatirkan cadangan batubara Indonesia akan ludes dalam 20 tahun ke depan. "Ada upaya sistematis yang terindikasi adanya ekploitasi, sehingga dikhawatirkan 20 tahun ke depan batubara di Indonesia akan ludes. Selain itu ada keengganan pelaku usaha tambang untuk melakukan renegosiasi di kontrak sebagaimana amanat UU No 4/2009 tentang Minerba," tutur Busyro.

Bukan hanya itu, tidak optimalnya pemasukan negara dari sektor PNBP minerba ini pun disebabkan banyaknya pelabuhan tikus yang tidak terkontrol. Hal tersebut, menurut Busyro, muncul karena tidak sinergisnya pemerintah daerah (pemda) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan dirjen Mineral dan Batubara.

"Di pemda, kepala daerah tingkat 2 punya kewenangan mengeluarkan 10.700 izin usaha pertambangan, Pak Wamen (ESDM) tadi mengungkapkan ada kekurangan sumber daya manusia (SDM). Tapi Wamen ESDM akan merekrut 1.000 inspektur tambang di daerah untuk mengawasi IUP di daerah," tuturnya.

Menanggapi hasil kajian KPK ini, Wamen ESDM Susilo berjanji bahwa kementeriannya akan menjalankan rekomendasi KPK. Dalam satu bulan, Kementerian ESDM diminta membuat rencana aksi dan melaporkan pelaksanaan rencana tersebut setiap tiga bulan sekali kepada KPK.

"Dan apabila ada kendala intersektoral akan dilaporkan ke KPK," kata Susilo.

Sedangkan Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengeluhkan data mengenai izin usaha pertambangan (IUP) pertambangan yang tidak akurat.

"Bagi DJP yang paling penting adalah data produksi, ekspor, penjualan karena kami tidak dalam kapasitas menghitung produksi mengingat sistem bersifat `self assestment` sehingga kami bergantung pada instansi teknis di pusat dan daerah padahal sebagian besar data dalam IUP (Izin Usaha Pertambangan) tidak akurat, saat kami datangi pemiliknya tidak ada, lokasinya juga berbeda," ungkap Fuad.

KNPI Sultra Dirikan Posko Pengaduan Cegah Suap Tes CPNS


KENDARI, KOMPAS.com - Koordinator posko pengaduan penerimaan calon pegawai negeri sipil daerah (CPNS) dari Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sulawesi Tenggara (Sultra), La Ode Rahmat, mensinyalir adanya praktik suap dalam penerimaan CPNS di Sultra, Kamis (29/8/2013).

Menurut Rahmat, momen penerimaan CPNS ini sering sekali dimanfaatkan oknum-oknum tertentu untuk memungut sejumlah uang kepada peserta tes CPNS sebagai syarat untuk diloloskan sebagai PNS. Apalagi sekarang ini, dengan terbatasnya kuota penerimaan PNS, akan semakin dimanfaatkan oleh oknum untuk memungut uang yang lebih besar dari peserta tes CPNS.

“Sekarang saja, sudah beredar isu beberapa oknum sudah memasang harga Rp 70 hingga Rp 100 juta untuk meloloskan satu orang peserta CPNS. Ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena yang bisa lolos hanya dari kalangan orang mampu secara ekonomi, sementara orang yang tidak mempunyai kemampuan untuk membayar, itu tidak diloloskan,” ungkap Laode Rahmat.

Menurutnya, sesuai data dan fakta pada seleksi CPNS sebelumnya, ada tiga faktor pendukung untuk lolos dalam penerimaan tersebut. Yakni keluarga pejabat, punya duit untuk sogokan dan mantan tim sukses pada Pilkada.

“Modusnya seperti lingkaran marketing atau calo yang akan mempertemukan calon peserta CPNS dengan panitia pelaksana bahkan langsung ke kepala daerah,” terangnya.

Untuk mengantsipasi terjadinya pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oknum-oknum tertentu, Komisi Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), membuka posko pengaduan. Dalam proses penerimaan CPNS ini, KNPI lanjut Rahmat juga tetap akan melakukan pengawasan. KNPI juga akan bekerja sama dengan Ombudsman untuk memproses jika kemudian ada oknum yang terbukti melakukan pungli tersebut.

“Di Sultrra ini ada lima kabupaten yang akan melakukan penerimaan CPNS. Lima kabupaten tersebut terdiri dari Kabupaten Wakatobi, Kolaka Utara, Bombana, Konawe Utara dan Buton Utara. Di lima kabupaten ini, kami akan memasang posko pengaduan, sehingga kalau ada pihak yang menemukan bukti adanya pungli, dapat dengan mudah melakukan pengaduan,” jelasnya.

Rahmat melanjutkan, dengan sedikitnya daerah yang mengadakan seleksi CPNS, maka persaingan akan semakin ketat. Sebab peminat yang akan menjadi peserta lebih banyak dibanding kuota yang tersedia.

“Sehingga akan banyak terjadi transaksional antara peserta CPNS dengan panitia. Nah, saat itulah siapa yang menawarkan harga lebih tinggi dia lah yang akan lolos menjadi PNS,” tegas Rahmat.

Pemerintah akan menjadwalkan membuka pendaftaran CPNS minggu depan. Di Provinsi Sulawesi Tenggara, hanya lima kabupaten yang mendapat jatah merekrut abdi negara tersebut, menyusul delapan kabupaten/kota dan pemerintah provinsi yang PNS-nya telah melebihi ketentuan.

Untuk diketahui, pemerintah pusat melalui Kementerian Aparatur Negera menyatakan, bagi daerah yang biaya belanja pegawainya lebih dari 50 persen, tidak lagi membuka penerimaan CPNS pada tahun 2013.

Wednesday, August 28, 2013

Wakil menteri ESDM hadiri rapat di KPK


Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswo Utomo menghadiri rapat mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Susilo yang datang sekitar pukul 08.30 WIB di KPK tidak berkomentar mengenai rapat tersebut dan langsung masuk ke dalam gedung KPK.

Sejumlah kementerian dijadwalkan hadir dalam rapat tersebut selain Kementerian ESDM, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perhubungan serta kementerian lain.

Wakil ketua Bambang Widjojanto mengatakan bahwa rapat tersebut terkait mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) dari sektor mineral dan batu bara.

"Besok ada diskusi berkaitan dengan PNBP sektor minerba, kami mengundang pejabat dari Kementerian Keuangan dan ESDM," kata Bambang pada Rabu (28/8/2013)).

Diskusi tersebut terkait dengan kajian KPK mengenai PNBP dari sektor minerba yang sangat kecil.

"Berdasarkan kajian KPK, kami mendapatkan bahwa pemasukan negara di sektor minerba kecil sekali, misalnya Indonesia cadangan batu baranya hanya nomor tujuh dunia tapi pengekspor nomor satu di dunia, sementara pemasukan ke negara hanya sekitar Rp20 triliun dr Rp1000 triliun di ABPN, jadi kecil sekali, ini yang akan didiskusikan," ungkap Bambang.

Sebelumnya KPK juga pernah mengungkap kajian mengenai jalan di Pantai Utara Jawa (Pantura).

Kajian KPK di Surabaya pada tahun lalu berkaitan dengan jalan dan jembatan timbang dan diduga ada potensi korupsi berdasarkan program "Indonesia Memantau".
Editor: AA Ariwibowo

Darmin Nasution penuhi panggilan KPK terkait kasus Century


Jakarta (ANTARA News) - Mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Kedatangan saya dipanggil untuk jadi saksi kasus Pak Budi Mulya dalam rangka bank century, jelaskan?," kata Darmin saat datang ke gedung KPK Jakarta, Kamis (29/8/2013).

Pemeriksaan Darmin tersebut adalah pemeriksaannya yang pertama.

"Nantilah, ini bukan tebak-tebakan," tambah Darmin saat ditanya mengenai apakah ia membawa dokumen mengenai kasus Century.

Dalam kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat BI maupun Kementerian Keuangan seperti mantan ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan Sri Mulyani di Washington DC Amerika Serikat pada 30 April dan 1 Mei.

KPK juga memeriksa sejumlah pejabat BI seperti Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah yang pernah menjabat sebagai Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI pada 2008, selanjutnya Kepala Kantor BI di Amerika Serikat Wimboh Santoso yang pada 2008 menjabat sebagai Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia serta memeriksa Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah yang sebelumnya menjabat sebagai direktur bidang Pengawasan BI.

Pada 27 Juni lalu, KPK juga telah menggeledah enam ruangan di BI untuk mencari jejak tersangka selama 20 jam.

KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Budi Mulya dikenai pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri.

KPK setidaknya telah memeriksa 38 saksi dalam kasus Century, antara lain adalah mantan ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani di Washington DC Amerika Serikat pada 30 April dan 1 Mei, Kepala Perwakilan BI di Amerika Serikat di Washington Wimboh Santoso serta mantan staf kedeputian BI Galoeh Andita Widorini di Australia.

Selanjutnya Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah yang pernah menjabat sebagai Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI pada 2008, selanjutnya Kepala Kantor BI di Amerika Serikat Wimboh Santoso yang pada 2008 menjabat sebagai Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia serta memeriksa Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah yang sebelumnya menjabat sebagai direktur bidang Pengawasan BI.

Bank Century mendapatkan dana talangan hingga Rp6,7 triliun pada 2008 meski pada awalnya tidak memenuhi syarat karena tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen padahal berdasarkan aturan batas CAR untuk mendapatkan FPJP adalah 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengubah peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia (BPI) No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

Kucuran dana segar kepada Bank Century dilakukan secara bertahap, tahap pertama bank tersebut menerima Rp 2,7 triliun pada 23 November 2008. Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp 2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp 630 miliar sehingga total dana talangan adalah mencapai Rp6,7 triliun.
Editor: AA Ariwibowo

ICW: Kurangi Potensi Korupsi, Sekolah Mesti Transparan!


JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti ICW, Siti Juliantari, menuntut transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran pendidikan di tiap level pendidikan, mulai dari SD hingga perguruan tinggi. Menurutnya, partisipasi yang lebih luas, transparansi, dan akuntabilitas dapat mengurangi potensi korupsi di sektor pendidikan.

"Pertama, ... orangtua murid, masyarakat sekitar, dan warga sekolah, harus ikut dilibatkan dalam pengelolaan dana pendidikan, seperti BOS, "ujar Siti di Jakarta, Rabu (28/8/2013).

Menurutnya, partisipasi masyarakat yang lebih luas mencegah penyimpangan penggunaan dana pendidikan. Ia juga menyayangkan lemahnya posisi Komite Sekolah sebagai wadah untuk mengkritisi kebijakan sekolah, termasuk kebijakan anggaran.

"Orangtua murid mesti tahu anggaran BOS berapa setiap tahun, untuk apa, buat beli buku berapa, dan sebagainya," katanya.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik, Febri Hendri, menambahkan, transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana pendidikan juga dapat diberlakukan di tingkat perguruan tinggi. Dosen dan mahasiswa seharusnya juga ikut dilibatkan dalam penentuan penggunaan dana.

"Jadi semua pihak bisa memantau dan korupsi bisa ditekan," katanya.

Berdasarkan pemantauan ICW terhadap dana pendidikan, lembaga anti korupsi tersebut mengungkapkan bahwa telah terjadi 296 kasus korupsi pendidikan dengan indikasi kerugian negara sebesar Rp 619 miliar dan tersangka sebanyak 497 orang.

Di antara kasus korupsi tersebut, penggelapan dan penggelembungan anggaran menjadi modus korupsi yang sering dilakukan. "Penggelapan (dana pendidikan) mencetak skor 106 kasus dengan kerugian negara Rp 248,5 miliar," kata Siti.

KPK Periksa Dirut dan Komisaris PT Kernel Indonesia



JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan Direktur Utama PT Kernel Oil Private Limited Indonesia Fincenlia Andika, Rabu (28/8/2013), terkait penyidikan kasus dugaan penerimaan suap kegiatan hulu minyak dan gas yang melibatkan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) nonaktif Rudi Rubiandini. Fincenlia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.

"Diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RR (Rudi Rubiandini)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.

Selain Fincenlia, KPK menjadwalkan pemeriksaan Komisaris PT KOPL Indonesia Ari Kusbiantoro sebagai saksi dalam kasus yang sama. KPK juga memanggil staf keuangan PT KOPL Indonesia Prima Hasyim Karsidik, dan Kepala Penjualan PT Indobuana Autoraya Lis Damayanti.

Adapun Lis diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya, komisaris PT Kernel Simon G Tanjaya. Mereka diperiksa karena dianggap tahu seputar kasus SKK Migas tersebut. Rudi dan pelatih golfnya, Deviardi alias Ardi diduga menerima pemberian hadiah uang 700.000 dollar AS dari komisaris PT Kernel Simon G Tanjaya.

Baik Ardi maupun Simon kini berstatus sebagai tersangka KPK. Diduga, pemberian uang tersebut berkaitan dengan kewenangan Rudi sebagai Kepala SKK Migas.

Sebelumnya, pengacara Simon, Junimart Girsang mengakui kalau PT Kernel memberikan uang 700.000 dollar AS kepada Deviardi. Namun, menurut Junimart, uang tersebut bukanlah duit suap melainkan uang yang dititipkan Deviardi kepada Direktur PT Kernel Singapura Widodo Ratanachaithong. Junimart juga mengungkapkan, uang 700.000 dollar AS yang diberikan dalam dua tahap kepada Deviardi itu berasal dari kas PT Kernel Indonesia maupun Kernel Singapura.

KPK Tak Pernah Izinkan Wartawan Kunjungi Rudi


JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menegaskan, pihaknya tidak pernah mengizinkan wartawan untuk masuk ke Rumah Tahanan KPK dan mewawancarai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) nonaktif Rudi Rubiandini.

Sejak 14 Agustus 2013, Rudi yang menjadi tersangka kasus dugaan penerimaan suap kegiatan hulu migas ini ditahan di Rutan KPK. "Tidak benar ada wartawan yang diizinkan masuk karena berdasarkan konfirmasi, orang tersebut tidak menggunakan identitas jurnalis dan mengaku pihak keluarga," kata Bambang di Jakarta, Rabu (28/8/2013) malam.

Dia juga menolak anggapan pengamanan rutan tidak ketat karena sejumlah wartawan dapat mewawancara Rudi di dalam Rutan. Bambang mengatakan, petugas rutan sudah sesuai dengan ketentuan.

"Menurut petugas rutan, ketentuan untuk menanggalkan semua alat komunikasi sudah dilakukan," ujar Bambang.

Untuk ke depannya, menurut Bambang, KPK akan lebih memperketat pengamanan rutan. KPK hanya memperbolehkan keluarga atau penasehat hukum untuk datang berkunjung. "Setiap yang mengunjungi harus terkonfirmasi apakah dia punya hubungan keluarga atau penasehat hukum," ujarnya.

Jika ditemukan pelanggaran, kata Bambang, maka tahananlah yang akan dikenakan sanksi. KPK akan melarang tahanan tersebut untuk dikunjungi selama kira-kira satu bulan.

Siang ini, KPK memasang papan pengumuman baru di meja penerima tamu Gedung KPK. Dalam papan pengumuman kecil itu tertulis agar seluruh pengunjung atau pembesuk tahanan harus memiliki surat izin kunjungan dari KPK.

"Diberitahukan kepada seluruh pengunjung/pembesuk (keluarga, rohaniawan, dokter pribadi, lembaga sosial, wartawan, penasehat hukum dna lainnya) kunjungan harus disertai surat izin kunjungan dari pihak yang menahan. Bagi yang tidak dilengkapi dengan surat izin dari pihak yang menahan, kami tidak melayani kunjungan Anda," demikian bunyi papan peraturan baru tersebut.

Dicantumkan pula dasar pengumuman ini, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27/1983 tentang pelaksanaan KUHAP, serta Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 212 Tentang Perawatan Tahanan pada Rumah Tahanan KPK.

Pada Senin (26/8/2013) sejumlah wartawan yang biasa meliput isu energi dan sumber daya mineral mengunjungi Rudi di Rutan KPK. Mereka mewawancarai Rudi dan menulis pernyataan mantan wakil menteri ESDM itu mengenai kasus dugaan suap kegiatan hulu migas yang menjerat Rudi.

Wawancara dilakukan sejumlah wartawan dari media masa berbeda secara bergantian. Kepada sejumlah wartawan tersebut, Rudi membantah disebut menerima suap 700.000 dollar AS dari komisaris PT Kernel Oil Private Limited Simon G Tanjaya. Rudi yang mengaku tidak kenal Simon tersebut merasa dijebak pihak tertentu.

KPK Cegah Dua Orang Terkait Suap SKK Migas

Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mencegah dua orang bepergian ke luar negeri terkait penyidikan suap di lingkungan SKK Migas. Pencekalan berlaku mulai hari ini hingga enam bulan ke depan.

"Hari ini ada dua pencegahan," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (28/8/2013) petang. Bambang mengaku belum tahu identitas orang yang dicegah. Menurutnya, dua pihak yang dicegah berasal dari swasta.

Ketika ditanya bahwa BT, salah satu petinggi perusahaan migas, yang dicegah, Bambang enggan memberi penjelasan. "Belum bisa diinformasikan, karena takutnya belum sampai (ke Direktorat Jenderal Imigrasi)," jelasnya.

Sebelumnya, KPK sudah mencekal empat orang terkait suap tersebut. Mereka ialah Kadiv Komersil Minyak SKK Migas Agus Sapto Rahardjo, Kadiv Penunjang Operasi SKK Migas Iwan Ratman, Kadiv Komersialisasi Gas Bidang Pengendalian Komersil SKK Migas Popi Ahmad Nafis, serta Direktur Utama Parna Raya Grup Artha Meris Simbolon.

Dalam perkara tersebut, KPK sudah menetapkan Rudi Rubiandini, Devi Ardi, serta Simon Gunawan Tanjaya sebagai tersangka. Mereka ditangkap tangan seusai menerima dan memberikan suap pada Selasa (12/8) lalu. KPK menyita uang 400 ribu dolar AS dalam operasi tangkap tangan itu.

Dari hasil pengembangan, KPK kembali menyita uang dolar AS dan kepingan emas dalam boks deposito milik Rudi. KPK juta menyita uang ribuan dolar AS di Sekjen ESDM.

Editor: Wisnu AS

18 Anggota DPR Diduga Terlibat Kasus Hambalang

Metrotvnews.com, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi memastikan 18 inisial nama anggota DPR yang diduga terlibat dalam penyimpangan persetujuan anggaran proyek pembangunan sarana dan prasarana Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Tahap II (LHP II) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal itu ditegaskan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung KPK, Rabu (28/8/2013) malam. "Yang saya baca ada sekitar 18 nama. Tapi tidak disebut berasal dari mana. Nama itu inisial. Di situ secara umum dijelaskan peran mereka. Tapi saya enggak tahu rinciannya sebagai apa," kata Bambang.

Menyikapi munculnya inisial nama dalam laporan itu, lanjut dia, KPK akan melakukan beberapa sikap. Pertama, inisial itu akan mengklarifikasi nama sebenarnya. "Jangan sampai salah melakukan identifikasi," jelasnya.

Kedua, KPK akan melihat anggota DPR tersebut sudah dipanggil sebagai saksi atau belum. Kalau sudah, sesuai atau belum. "Atau ada informasi lain yang harus dikembangkan. Itu proses yang sedang berjalan," bebernya.

Mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu menyampaikan perhitungan kerugian negara akibat kasus Hambalang masih belum selesai dihitung BPK. Karenanya, KPK masih dan terus melakukaan koordinasi. "Hasil LHP II BPK itu kami gunakan sebagai pengayaan dalam penyidikan," jelasnya.

Ia belum mengetahui waktu pasti pemeriksaan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka. "Penyidik yang lebih mengetahui waktunya," tegasnya.

Editor: Wisnu AS

Temuan 100 Dolar AS dalam Buku Djoko Bisa Merusak Wibawa Pengadilan


TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah mendiskusikan perihal penemuan uang 100 dolar AS dalam buku yang diberikan oleh pihak terdakwa Djoko Susilo kepada Jaksa KPK.

Meski belum memutuskan secara resmi, tapi menurut Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto bahwa pihaknya berencana mengirimkan surat klarifikasi kepada majelis hakim Pengadilan Tipikor dengan tembusan ke Mahkamah Agung.

"Itu dilakukan karena ini bukan masalah sederhana. Ini bukan sekedar pencemaran nama baik atau penghinaan pengadilan, tetapi bisa merusak citra kewibawaan pengadilan," kata Bambang di kantor KPK, Jakata, Rabu (28/8/2013) malam.

KPK terang Bambang, khawatir dengan peristiwa tersebut. Pasalanya, baru kali ini dalam sejarah peradilan, ditemukan hal seperti itu.

"Kami khawatir ini signal-signal yang tidak baik. Jadi kami berharap semua pihak tidak menyederhanakan persoalan ini," kata Bambang.

Tuesday, August 27, 2013

Polrestabes Semarang selidiki penyimpangan dana BOS


Rabu, 23 Januari 2013 20:20 WIB | 2078 Views
Semarang (ANTARA News) - Kepolisian Resor Kota Besar Semarang mulai melakukan penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana bantuan operasional sekolah (BOS) di tingkat sekolah dasar di kota setempat dengan memeriksa sejumlah kepala unit pelaksana teknis dinas (UPTD).

"Ada 16 kepala UPTD Dinas Pendidikan Kota Semarang yang menjalani pemeriksaan awal petugas Unit III Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse Kriminal pada hari ini," kata Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Harryo Sugihhartono di Semarang, Rabu.

Ia menjelaskan proses penyelidikan penyimpangan dana BOS akan dilakukan secara menyeluruh pada semua pihak terkait untuk memperoleh keterangan yang diperlukan penyidik.

"Kami akan menyelidiki semua, khususnya proposal yang diduga fiktif dengan indikasi ada pencairan dana namun tidak ada bentuk fisiknya serta dalam hal pengadaan buku pelajaran," ujarnya.

Terkait dengan proses penyelidikan kasus dugaan penyimpangan dana BOS yang termasuk tindak pidana korupsi, Harryo mengakui jika hal tersebut membutuhkan waktu penyelidikan yang lebih lama.

"Proses penyelidikan kasus korupsi dana BOS di Semarang yang baru berjalan ini mudah-mudahan dapat segera tuntas," katanya.

Harryo tidak bersedia mengungkapkan identitas Kepala UPTD Dinas Pendidikan Kota Semarang yang dimintai keterangan oleh penyidik kepolisian.

Koordinator Pendidikan Anti Korupsi (KPAK), BS. Wirawan mengatakan bahwa berdasarkan temuan pihaknya diduga terjadi penyimpangan dana BOS di tingkat SD dengan menggunakan modus menggelembungkan harga buku latihan soal-soal Ujian Nasional (UN).

"`Mark up` harga buku yang mencapai 300 persen itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 76 Tahun 2012," ujarnya.

Menurut dia, buku-buku yang termasuk dalam program pengadaan tersebut dilarang dibeli dengan menggunakan dana BOS.

Berkas kasus asuransi fiktif DPRD Semarang tuntas


Senin, 26 Agustus 2013 19:09 WIB | 1813 Views
Semarang (ANTARA News) - Kepolisian akhirnya menyelesaikan berkas kasus dugaan korupsi asuransi fiktif DPRD Kota Semarang tahun 2003 senilai Rp1,7 miliar yang disidik sejak tahun 2008 lalu.

"Berkas sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Semarang Ajun Komisaris Besar Harryo Sugihhartono di Semarang, Senin.

Menurut dia, dalam waktu dekat berkas kasus beserta lima tersangkanya akan dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Semarang.

Kelima tersangka yang merupakan anggota DPRD Kota Semarang periode 1999-2004 tersebut masing-masing Sriyono, Ahmad Djunaedi, Elvi Zuhroh, Purwono Bambang Nugroho, dan AY Sujianto.

"Sebenarnya ada enam tersangka, namun salah satu sudah meninggal sehingga tinggal lima," katanya.

Dalam penyidikan kasus tersebut, kata dia, polisi setidaknya sudah memeriksa sekitar 37 saksi.

Kasus dugaan korupsi asuransi fiktif tersebut bermula dari pelaksanaan program asuransi Dana Sejahtera Abadi antara DPRD Kota Semarang dengan PT Pasaraya Life pada tahun 2003.

Program asuransi tersebut menawarkan premi sebesar Rp38,4 juta per orang untuk jangka waktu setahun dengan total premi mencapai sekitar Rp1,7 miliar.

Namun, pada kenyataannya kerja sama premi asuransi tersebut tidak pernah ada dan negera dirugikan sekitar Rp1,7 miliar.
Editor: Suryanto

Tangani kasus korupsi Kasi Pidsus dapat ancaman


Rabu, 28 Agustus 2013 02:39 WIB | 1786 Views
Sukabumi (ANTARA News) - Tangani kasus korupsi Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Cibadak Kabupaten Sukabumi, Iwan Setiadi mendapatkan teror atau ancaman dari orang tidak dikenal melalui pesan pendek dan telepon.

"Setelah memeriksa fisik bangunan Gelanggang Remaja Cisaat oleh tim penyidik Kejari Cibadak, saya sering mendapatkan teror dari orang yang tidak dikenal, diduga ancaman tersebut ada kaitannya dengan pengungkapan kasus dugaan korupsi dana bantuan untuk rehabilitasi Gelanggang Olah Raga senilai Rp4,9 miliar dari Kemenpora RI," kata Iwan kepada Antara, Selasa.

Adapun isi teror tersebut "sore pak iwan jangan bermain api menangani masalah kasus GOR 02125578300" pesan pendek tersebut berasal dari nomor 085777105778 dan tidak lama pesan pendek dari nomor lainnya yakni 081296358753 yang isinya "tolong himbauan kami ditanggapi sebelum terlambat" dan baik pak iwan besok anda akan segera...."

Bahkan oknum pengancam ini mengancam melalui telepon tetapi saat diangkat oleh Iwan, telepon tersebut diputus hingga beberapa kali. Namun, Menurut Iwan ancaman tersebut tidak akan membuat dirinya mundur apalagi takut untuk membongkar kasus dugaan korupsi dana rehabilitasi Gelanggang Remaja Cisaat.

"Saya tidak takut sedikit pun dengan ancaman ini dan adanya ancaman ini membuat saya semangat untuk membongkar kasus dugaan korupsi gelanggang remaja yang saat ini tengah saya tangani," tambahnya.

Sementara saat dihubungi oleh wartawan, kedua nomor tersebut aktif, pemilik nomor 085777105778 diketahui bernama Asep Bayu warga Kampung Pintu Air, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi dirinya mengaku sebagai Ketua LSM Komisi Pencegahan Korupsi Daerah (KPKD).

Selain itu, saat diwawancara melalui telepon Asep mengaku memiliki data tentang ketidakbecusan dalam penanganan kasus korupsi, bahkan ia pun menuduh Kejari Cibadak telah menerima suap dalam penanganan kasus dugaan korupsi ini.

"Saya mempunyai data dan ini bukan sekedar ancaman tapi kami akan buktikan data yang kami miliki ini," aku Asep. (*)
Editor: B Kunto Wibisono

Nazaruddin Janji Ungkap Proyek Ijon Alat Olahraga Hambalang Rp 7,8 Miliar


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin berjanji akan menyerahkan data kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait proyek pembelian alat olahraga untuk pusat pendidikan dan latihan olahraga Hambalang yang nilainya Rp 7,8 miliar. Proyek ini disebut sebagai proyek ijon karena commitmen fee sudah dibagikan di awal, padahal proyek sama sekali belum berjalan.

"Padahal, pembeliat alat-alat olahraga kalau sudah selesai pembangunan gedungnya," kata pengacara Nazaruddin, Elza Syarief, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (26/8/2013) malam.

Menurut Elza, proyek ijon pembelian alat-alat olahraga ini sengaja dibuat oknum DPR untuk mendapatkan uang dalam rangka menutup-nutupi kasus Hambalang agar tidak diusut KPK.

"Setelah ada kasus wisma atlet kan mau ditutup oleh oknum-oknum DPR sehingga diperlukan dana, tapi dana kan sudah terbagi, sudah masuk kantong masing-masing. Kan susah lagi untuk ditarik, jadi dibuat lagi lah proyek pembelian alat olahraga Hambalang senilai Rp 7,8 miliar," katanya.

Hasil korupsi dari proyek ini, lanjut Elza, digunakan untuk membayar pengacara agar perkara Hambalang bisa ditutup.

"Tapi ternyata enggak bisa," tambahnya.

Elza mengungkapkan, ihwal proyek ijon ini belum terungkap dalam hasil audit tahap II Hambalang yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Lebih jauh mengenai hasil audit II Hambalang, Elza berpendapat, hasil audit tersebut belum menyentuh sepenuhnya pihak Pemerintah yang terlibat kasus Hambalang.

"Di pemerintahan belum komplet, di partai juga oknum-oknum partai yang terlibat belum masuk semua. Itu di (laporan) Nazaruddin sudah masuk," kata dia.

Hari ini, Elza berjanji menyerahkan bukti-bukti kepada KPK terkait proyek ijon itu dan proyek-proyek lainnya. Dia menyebut, Nazaruddin mengetahui total 30 proyek yang janggal yang nilai totalnya mencapai Rp 6,8 triliun. "Kan dia baru buka 12, tapi tidak tahu nih hari ini dia sudah buka berapa lagi," ucap Elza.

Sebelumnya Nazaruddin mengaku telah membongkar sedikitnya 12 proyek yang diduga korupsi. Ia telah menyampaikan kedua belas proyek itu ke KPK. Nazaruddin menuding sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat terlibat di dalamnya. Berikut daftar 12 proyek yang disebut Nazaruddin:

1. Proyek e-KTP senilai Rp 5,8 triliun.
Nazaruddin menuding Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan Ketua Umum Anas Urbaningrum, dan mantan anggota Komisi II DPR RI terlibat di dalamnya.

2. Proyek fiktif pengadaan pesawat Merpati jenis MA 60 yang nilainya mencapai 200 juta dollar.
Dana proyek ini, kata Nazaruddin, mengalir pada 2010 ke sejumlah Anggota DPR. Nazaruddin menyebut Bendahara Umum Partai Golkar yang juga Ketua Fraksi Golkar DPR RI Setya Novanto dan Bendahara Umum PDI-P yang juga Pimpinan Badan Anggaran DPR RI Olly Dondokambey.

3. Proyek gedung pajak senilai Rp 2,7 triliun.
Proyek ini disebut rekayasa Banggar dan Dirjen Pajak periode 2007-2009. Proyek dimenangkan oleh PT Adhi Karya. Pada proyek ini, Nazaruddin kembali menuding Pimpinan Banggar Olly Dondokambey terlibat.

4. Proyek PLTU Kalimantan Timur senilai Rp 2,3 triliun pada 2010-2011. Proyek juga dimenangkan oleh PT Adhi Karya.

5. Proyek PLTU Riau senilai Rp 1,3 triliun.

6. Proyek Diklat Mahkamah Konstitusi senilai Rp 200 miliar.

7. Proyek pembangunan gedung MK senilai Rp 300 miliar.
Proyek ini, menurut Nazaruddin, pemenangnya melalui penunjukan langsung, yaitu PT PP. Dugaan korupsi adanya uang mengalir sebanyak 7 persen ke beberapa anggota Komisi III DPR RI.

8. Proyek Refinery unit RU 4 Cilacap senilai 930 juta dollar.

9. Proyek Simulator SIM.
Dalam kasus ini, suami Neneng Sri Wahyuni itu menyebut lima nama anggota DPR terlibat. Kelimanya, anggota DPR Fraksi PDI-P Trimedya Panjaitan, anggota komisi III DPR, Bambang Soesatyo, anggota Komisi III DPR Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi VI DPR Benny K Harman, dan anggota Fraksi PDI-P di DPR Herman Heri.

10. Proyek Hambalang berkaitan Wisma Atlet.
Nazaruddin menyebutkan, ada pengadaan alat olahraga senilai Rp 9 miliar padahal gedung Hambalang belum selesai dibangun.

11. Proyek di Kementerian Pendidikan Nasional (Diknas) .

12. Proyek pengadaan dan distribusi baju hansip di Kementerian Dalam Negeri.
Pada kasus ini, Nazaruddin kembali menuding Setya Novanto terlibat. Nazaruddin rencananya akan sering menjalani pemeriksaan di KPK terkait sejumlah proyek yang dilaporkannya.