Monday, March 24, 2014

Tamsil Linrung penuhi panggilan KPK


Senin, 24 Maret 2014 11:50 WIB | 1021 Views
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi X dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Tamsil Linrung memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan pada 2006-2007.

"Iya diperiksa. Tapi nanti ya, saya diperiksa dulu," kata Tamsil saat tiba di gedung KPK Jakarta, Senin.

Wakil ketua badan anggaran DPR tersebut seharusnya diperiksa Senin pekan lalu, tapi ia tidak dapat memenuhi panggilan tersebut.

Saat anggaran proyek SKRT diajukan ke DPR sekitar 2007, Tamsil duduk di Komisi IV yang bermitra dengan Kementerian Kehutanan. Tamsil juga pernah diperiksa sebagai saksi dalam persidangan Yusuf Erwin Faishal, anggota DPR yang menjadi terdakwa kasus SKRT ketika itu.

Saat bersaksi dalam persidangan, Tamsil mengaku sempat menerima uang berupa cek perjalanan dari Yusuf terkait alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api-api, namun uang itu menurut Tamsil telah dikembalikan.

Tamsil juga mengaku pernah disodori uang dalam amplop oleh Anggoro terkait SKRT tapi ditolaknya.

Menurut Tamsil saat itu, anggaran untuk SKRT sebenarnya sudah diusulkan agar dibatalkan di DPR, tapi karena Anggoro menyadari kemungkinan anggaran proyek itu ditolak DPR, Anggoro pun mengajak Tamsil bertemu.

Pada pertemuan itu Anggoro menjelaskan bahwa SKRT adalah program "government to government" sehingga DPR tidak bisa memutuskan kerja sama itu karena merupakan bantuan pinjaman dari Amerika Serikat.

Anggoro yang menjadi tersangka pemberi suap kepada sejumlah anggota Komisi IV DPR dalam kasus ini sebelumnya buron. Anggoro ditangkap oleh petugas imigrasi di Shenzhen China pada 29 Januari 2014 lalu dan tiba di KPK pada 30 Januari malam.

Editor: Jafar M Sidik

Sunday, March 9, 2014

KPK: penyitaan aset Kiai Atabbik terkait Anas


Sabtu, 8 Maret 2014 18:59 WIB | 5498 Views
Jombang (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan penyitaan sejumlah aset tanah atas nama Kiai Attabik Ali dan anak perempuannya adalah terkait kasus korupsi mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Juru bicara KPK Johan Budi SP, di Jombang, Sabtu mengatakan, luas lahan yang disita itu, per persilnya ada yang 7.670 meter persegi, kemudian 200 meter persegi di Yogyakarta, atas nama Attabik Ali, mertua Anas.

Kemudian tiga bidang tanah dan bangunan di Jalan Selat Makassar C9/22 di Duren Sawit, Jakarta Timur dan tiga bidang tanah di Desa Panggungharjo, Bantul (Yogyakarta) atas nama Dina Az (anak Attabik Ali).

"Penyitaan ini diduga terkait dengan AU," katanya saat menghadiri kegiatan "Rembuk rasa antikorupsi bersama PNPM Mandiri dan KPK" di sebuah hotel di Kabupaten Jombang.

Untuk aset Anas di Duren Sawit, kawasan yang kini menjadi markas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) tersebut pernah digeledah penyidik KPK terkait kasus Hambalang dengan tersangka Teuku Bagus Mohammad Noor.

Markas PPI itu bersebelahan dengan kediaman Anas dan keluarga.

Sebagaimana aset di Duren Sawit, dua lokasi di Yogyakarta juga terindikasi memiliki rekam jejak hasil pencucian uang oleh Anas.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus TPPU, Anas terlebih dahulu ditetapkan menjadi tersangka penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya.

KPK melakukan penyitaan aset milik Anas untuk pertama kalinya sejak ia ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Rabu (5/3).

Namun, penyitaan itu juga langsung mendapatkan tanggapan dari tim kuasa hukum Anas Urbaningrum yang meyakinkan bisa membuktikan tanah yang disita KPK tidak terkait TPPU yang disangkakan kepada Anas.

Anggota tim kuasa hukum Anas yaitu Handika Honggowongso menyebut pembelian aset-aset tersebut berasal dari sumber yang legal dan halal.

Ia menyebut, Attabik adalah seorang pebisnis, dan saat ini total nilai aset kekayaannya lebih dari Rp150 miliar.

Mertua Anas yaitu Attabik Ali pernah dipanggil KPK pada 25 Februari 2014, tapi tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dengan alasan faktor kesehatan dan usia yang sudah sepuh.

Ia dipanggil sebagai saksi untuk kasus dugaan gratifikasi terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya yang menjerat menantunya tersebut,
Editor: Aditia Maruli

Monday, March 3, 2014

Inisiator Timwas Century Ingin Gali Kasus Century Lewat Anas


JAKARTA, KOMPAS.com – Salah satu inisiator Tim Pengawas (Timwas) Bank Century Akbar Faisal ingin menggali informasi seputar kasus bail out Bank Century melalui mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Akbar ingin mengkonfirmasi langsung pernyataan Anas melalui kuasa hukumnya, Handika Honggowongso, bahwa ada arahan agar kasus Century tidak mengarah pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
“Ada beberapa poin yang menurut saya ada missing link-nya, termasuk pengakuan Mas Anas yang mengatakan sebagai Ketua Fraksi waktu itu, dia diminta agar Century tidak berefek kepada pemerintah maupun kepada pribadinya yang mulia Bapak Presiden. Saya ingin tahu sebenarnya,” kata Akbar di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (3/3/2014).
Namun, hari ini Akbar gagal menemui Anas karena belum mendapat izin besuk oleh KPK. Akbar juga menduga ada pihak yang menyembunyikan informasi kasus Century kepada Panwas. Ia pun mengatakan akan menghadiri sidang perdana kasus Century dengan tersangka Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Budi Mulya yang dijadwalkan pada 6 Maret 2014.

“Saya akan hadir (sidang). Kita lihat nanti. Seperti yang saya katakan tadi, saya ke sini untuk melihat dan mendengarkan informasi dari Mas Anas karena terputusnya beberapa informasi. Saya ingin menyambung itu. Dengan itu pula saya ingin melihat proses persidangan Budi Mulya. Apakah seperti yang seharusnya atau tidak,” katanya.

Sebelumnya, Anas melalui Handika mengaku pernah diminta mencegah agar Panitia Khusus Bank Century di DPR saat itu tidak mengarah ke SBY, baik secara hukum maupun politik.

Menurut Handika, kliennya pernah diminta melobi fraksi partai lain untuk mengamankan Presiden SBY. Ia juga diminta membangun opini di media massa bahwa Presiden SBY tidak terlibat. Terkait tugas tersebut, kata Handika, Anas diminta berkoordinasi dengan Wakil Presiden Boediono, mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta pihak terkait lainnya.

Handika juga mengatakan bahwa informasi tersebut sudah disampaikan Anas kepada tim penyidik KPK.

Korupsi Rp 53 Juta, Rekanan Proyek Dituntut 2 Tahun Penjara


SEMARANG, KOMPAS.com – Priyono Sanjoyo, rekanan proyek pengadaan seragam dinas pegawai negeri sipil (PNS) Sekretariat Daerah Kabupaten Demak, Jawa Tengah, dituntut pidana dua tahun. Terdakwa juga dibebani membayar denda Rp 50 juta setara tiga bulan kurungan.

Tuntutan dibacakan tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Demak di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (3/3/2014). Priyono didakwa bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan subsider.

“Membebani terdakwa untuk membayar uang penggati kerugian negara sebesar Rp 53,4 juta," kata JPU Kejari Demak, Farah Dian dan Dyah Budiastuti membacakan tuntutan hukum.

Pada dakwaan subsider, suami Direktur CV Ganesha Semarang ini melanggar ketentuan pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan diganti menjadi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Jaksa menuding, Priyono telah bermain curang dalam proyek seragam PNS tahun 2010 dengan nilai kontak Rp 1,1 miliar tersebut. Terdakwa meminjam bendera istrinya, Irene Diah Yuli Nafiati selaku direktur CV Ganesha untuk mengikuti lelang. Kemudian, terdakwa menandatangani seluruh dokumen yang semestinya ditandatangani Irene.

"Saksi Direktur CV Ganesha di persidangan mengatakan tidak pernah memberikan persetujuan. Saksi Irene juga mengaku tidak pernah mengikuti lelang," paparnya.

Dari total kerugian sebesar Rp 353,4 juta, terdakwa diketahui telah menitipkan Rp 300 juta. Sisanya, Rp 53,4 juta. Pengadaan seragam juga tidak sesuai dengan spesifikasi kontrak perjanjian sebagaimana hasil Laboratorium Pengujian Uji Kalibrasi Kerajinan dan Batik di Kementerian Perindustrian RI.

Dalam uji tebal kain, seragam hasil CV Genesa memiliki ketebalan 0,55 mm. Sedangkan dalam kontrak disepakati 0,61 mm dengan toleransi antara 0,58 mm hingga 0,64 mm. Ketahanan tarik dalam kontrak disepakati sebesar 352,37 dengan toleransi 329,62 hingga 334,75. Namun hasil uji dari tekstil yang disediakan CV Genesa hanya 352,37.

Sementara dalam uji tahan kusut disepakati nilai 166 dengan toleransi minimal 157,70. Namun, hasil pengujian terhadap tekstil hanya 156. Pengujian itu dilakukan di Laboratorium Uji Komoditi Industri Kerajinan dan Batik, Balai Besar Kerajinan dan Batik Yogyakarta.

Atas tuntutan ini, Kuasa hukum terdakwa Kairul Anwar meminta waktu sepekan untuk menyusun pembelaan secara hukum dari tuduhan jaksa.

Dinyatakan sehat, Wawan kembali ke rutan KPK


Senin, 3 Maret 2014 16:13 WIB | 3479 Views
Jakarta (ANTARA News) - Tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan sudah kembali sehat sehingga dikembalikan ke rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Benar, tadi Wawan dijemput dan dikembalikan ke rutan karena berdasarkan keterangan dokter yang menangani Wawan di RS Polri, Wawan sudah bisa dikembalikan ke rutan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.

Sejak Senin (24/2) lalu, Wawan dirawat di Rumah Sakil Polri Kramat Jati karena terkena demam berdarah sehingga sidang pembacaan dakwaan untuk perkara dugaan korupsi Lebak harus ditunda hingga Kamis (6/3).

Wawan sendiri sudah tiba di rutan KPK sekitar pukul 13.15 WIB dengan diantarkan mobil tahanan KPK, Wawan keluar dari mobil tanpa memberikan keterangan dengan masih mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye.

Pengacara Wawan, Pia Akbar Nasution di gedung KPK mengatakan bahwa ia terkahir bertemu dengan kliennya tersebut pada Jumat (28/2).

"Mas Wawan sudah kembali ke rutan, terakhir saya bertemu pada Jumat lalu tapi trombositnya masih turun, saya tidak tahu kondisi kesehatannya karena hal itu dilaporkan langsung ke dokter jadi saat ini saya mau memastikan apakah mas Wawan sudah benar-benar sehat," kata Pia.

Karena sakitnya tersebut, tim pengacara sudah mengirimkan surat permohonan pembantaran yaitu penundaan penahanan sementara terhadap tersangka karena alasan kesehatan seperti memerlukan rawat jalan atau rawat inap yang dikuatkan dengan keterangan dokter sampai dengan yang bersangkutan dinyatakan sembuh kembali kepada majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Pembantaran sudah dilakukan sejak Jumat, dan dibantarkan sampai sembuh," ungkap Pia.

Namun Pia tidak dapat memastikan apakah Wawan siap sidang pada Kamis (6/3).

"Kalau siap secara materi, mental siap. Cuma kemarin karena kondisi kesehatan drop jadi tidak mungkin untuk sidang," tambah Pia singkat.

Menurut Johan Budi, Wawan dibantarkan sejak Kamis (27/2) hingga hari ini.

Terkait kasus dugaan suap dalam pilkada Lebak, Wawan disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 ahun 2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pencara maksimal 15 tahun penjara dan dan denda Rp750 juta.

Adik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah itu juga menjadi tersangka untuk tiga perkara dugaan tindak pidana korupsi yaitu pemberian suap terkait Pilkada Lebak dan korupsi Alkes Kedokteran Umum di Puskesmas kota Tangerang Selatan tahun anggaran 2012, korupsi pengadaan alkes Provinsi Banten.

KPK sudah menyita 47 mobil terkait Wawan dan 1 motor besar.

Rincian mobil-mobil tersebut yaitu Ferrari (1), Lamborgini Aventador (1), Bentley Continental (1), Rolls Royce Flying Spur (1), Nissan GTR (1), Toyota Vellfire (5), Mitsubhisi Pajero (5), Honda CR-V (5), Mercedes Benz (2), Mini Cooper (1), Toyota Land Cruiser (1), Toyota Lexus (1), Toyota Innova (7), BMW (2), Toyota Fortuner (2), Mitsubhisi Outlander (1), Ford Fiesta (1), Nissan Terano (1), Honda Freed (1), Isuzu Panther (1), Toyota Avanza (1), Suzuki APV (1), Izusu Panthaer (1), Nissan Elgrand (1), Toyota Alphard (1).
Editor: Desy Saputra