Saturday, April 5, 2014

Century bukan bank sistemik meski besar


Jumat, 4 April 2014 19:13 WIB | 3410 Views
Jakarta (ANTARA News) - Saksi persidangan terdakwa Budi Mulya dalam kasus dana bantuan penyelamatan (bailout) Bank Century, Zaenal Abidin menyebut bahwa Bank Century bukan tergolong sistemik meski asetnya besar.

"Tapi, kalau dalam lingkup perbankan, Bank Century bukan dianggap bank besar. Kalau dibandingkan dengan 15 bank yang disebut systemic bank itu yang total asetnya besar, mereka tidak disebut bank besar," ujarnya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat.

Direktur Pengawasan Bank I Bank Indonesia itu menyampaikan kesaksian dalam sidang dugaan korupsi pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik oleh Budi Mulya saat menjabat Deputi Gubernur BI.

Menurut Zaenal, dalam lingkup pengawasan Bank Century total memiliki aset bernilai di atas Rp10 triliun.

Setelah melakukan pemeriksaan intensif, kata Zaenal, pada 6 November 2008 BI menyematkan status Special Surveilance Unit (di bawah pengawasan khusus) terhadap Bank Century.

Setelah itu, Zaenal memberikan saran kepada petinggi Bank Century agar memperbaiki kondisi kualitas modal dan likuiditasnya. Apalagi, saat itu rasio permodalan (capital adequacy ratio/CAR) Bank Century di bawah level normal.

Budi sendiri merupakan salah satu orang yang diduga ikut serta melakukan tindak pidana korupsi dalam skandal Bank Century.

Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Budi Mulya dengan dakwaan primer dari pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 junto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, ia dikenai dakwaan subsider dari pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 junto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal tersebut mengatur tetang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. (*)
Editor: Priyambodo RH

KPK perpanjang pencegahan ke luar negeri sejumlah nama


Jumat, 4 April 2014 19:56 WIB | 2785 Views
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang pencegahan bepergian keluar negeri kepada sejumlah nama untuk kepentingan pemeriksaan kasus yang sedang ditangani komisi antikorupsi tersebut seperti dari perkara Ratu Atut Chosiyah dan Tubagus Chaeri Wardana.

"KPK minta pencegahan ke Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM terkait tindak pidana korupsi dalam pengurusan sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi dengan tersangka RAC (Ratu Atut Chosiyah) atas nama Amir Hamzah, PNS dan Kasmin, anggota DPRD Banten," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Jakarta, Jumat.

Selain itu, KPK juga meminta pencegahan kepada Yayah Rodiah dan Dadang Priyatna dari pihak swasta terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Wawan.

Pencegahan atas nama-nama itu, kata Johan, diberlakukan untuk enam bulan ke depan guna memudahkan pemeriksaan agar yang bersangkutan tidak berada di luar negeri saat KPK membutuhkan keterangan dari mereka.

Untuk Amir dan Kasmin sendiri pernah dicegah KPK pada Oktober 2013.

Dua nama tersebut merupakan duet pasangan calon kepala daerah untuk Kabupaten Lebak, Banten. Mereka kalah suara dalam Pilkada Lebak oleh pasangan Ity Jayabaya dan Ade Sumardi.

Atas hasil itu, pihak Ratu Atut berupaya membantu Amir-Kasmin dengan mencoba peruntungan menggagalkan kemenangan pasangan Ity Jayabaya-Ade Sumardi lewat MK.

Melalui adik Atut, Wawan kemudian diduga menyuap Ketua MK Akil Mochtar sebesar Rp1 miliar agar membatalkan keputusan KPUD Lebak yang menetapkan Ity Jayabaya-Ade Sumardi sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lebak terpilih.

Kasus Pilkada Lebak nampaknya menjadi kenahasan bagi Wawan dan Atut karena yang membuat orang paling berpengaruh di Banten itu menjadi pesakitan sebagai tahanan KPK.
(A061/I007)
Editor: Ruslan Burhani

Siti Fadilah Supari sebagai tersangka KPK


Jumat, 4 April 2014 20:52 WIB | 2600 Views
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan.

"Ekspos perkara terkait dengan pengadaan alkes untuk kebutuhan antisipasi luar biasa tahun 2005, penyidik telah menemukan dua alat bukti cukup dan SFS (Siti Fadilah Supari) yang bersangkutan adalah Menkes periode 2004--2009 dan ditetapkan sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di kantornya, Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, kasus yang menyangkut salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu dilimpahkan oleh kepolisian kepada KPK beberapa waktu lalu.

"Kasus ini merupakan pelimpahan dari Mabes Polri. Kasus ini juga terkait dengan beberapa kasus yang pernah ditangani KPK yaitu alkes. Sprindik (surat perintah penyidikan) untuk SFS keluar pada tanggal 3 April 2014," kata Johan.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sendiri mengatakan bahwa pihaknya KPK akan mengulang penyidikan kasus Siti meski telah diproses di Kepolisian.

Sebelumnya, Siti Fadilah telah menjadi tersangka sebagaimana hasil penyidikan kepolisian. Meski begitu, hasil penyidikan kepolisian akan tetap digunakan untuk rujukan.

"Kami akan mengulang prosesnya, kami menetapkan pasal sendiri. Dalam prosesnya kami akan mengulang lagi," ucapnya.

Sebenarnya, kata dia, waktu ditarik ke KPK (dari Kepolisian), semakin mudah bagi KPK karena pihaknya sudah punya cukup banyak bukti dan informasi. Namun, memang harus ditanya ulang lagi.

Siti Fadilah dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 56 Ayat (2) KUHP.

Dia terancam hukuman pidana paling lama 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(A061/D007)
Editor: Ruslan Burhani