Anas Urbaningrum Resmi Tersangka Hambalang
JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang. Anas diduga menerima pemberian hadiah terkait proyek Hambalang saat dia masih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Sebelum menjadi ketua umum, Anas merupakan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR.
"Perlu
disampaikan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan beberapa
kali termasuk hari ini, dalam proses penyelidikan dan penyidikan
terkait dengan dugaan penerimaan hadiah atau janji berkaitan dengan
proses pelaksanaan pembangunan Sport Centre Hambalang atau
proyek-proyek lainnya, KPK telah menetapkan saudara AU sebagai
tersangka," kata Juru Bicara KPK Johan Budi dalam jumpa pers di Gedung
KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (22/2/2013) malam.
Menurut Johan, Anas tidak hanya diduga
menerima pemberian hadiah terkait perencanaan, pelaksanaan, dan
pembangunan pusat olahraga Hambalang, melainkan terkait proyek-proyek
lainnya. Namun Johan tidak menjelaskan lebih jauh mengenai proyek lain
yang dimaksudkannya itu.
Mengenai nilai hadiah
atau gratifikasi yang diterima Anas, Johan mengatakan akan mengeceknya
terlebih dahulu. Dia pun enggan menjawab saat ditanya apakah gratifikasi
yang diduga diterima Ana situ dalam bentuk Toyota Harrier. “Jangan
kita bicarakan materi,” ujarnya.
KPK menjerat
Anas dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan Anas sebagai tersangka
ini diresmikan melalui surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal
22 Februari 2013. Sprindik atas nama Anas tersebut, kata Johan, ditanda
tangani Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.
Johan juga
menegaskan kalau penetapan Anas sebagai tersangka ini sudah berdasarkan
dua alat bukti yang cukup. “Saya juga menegaskan, jangan kait-kaitkan
proses di KPK dengan proses politik,” tambah Johan.Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua tersangka Hambalang, yakni mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng serta Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar. Apa yang dituduhkan KPK terhadap Andi dan Deddy berbeda dengan Anas. Jika Anas diduga menerima gratifikasi, maka Andi dan Deddy diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain, tetapi justru merugikan keuangan negara.
Adapun pengusutan kasus Hambalang ini berawal dari temuan KPK saat menggeledah kantor Grup Permai, kelompok usaha milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. Penggeledahan saat itu dilakukan berkaitan dengan penyidikan kasus suap wisma atlet SEA Games yang menjerat Nazar.
Sejak saat itu, seolah tidak mau sendirian masuk bui, Nazaruddin kerap "bernyanyi" menyebut satu per satu nama rekan separtainya. Anas dan Andi pun tak luput dari tudingan Nazaruddin. Kepada media, Nazar menuding Anas menerima aliran dana dari PT Adhi Karya, BUMN pemenang tender proyek Hambalang.
Menurutnya, ada aliran dana Rp 100 miliar dari proyek Hambalang untuk memenangkan Anas sebagai Ketua Umum Demokrat dalam kongres di Bandung pada Mei 2010. Nazaruddin juga mengatakan kalau mobil Harrier yang sempat dimiliki Anas itu merupakan pemberian dari PT Adhi Karya.
Sementara itu, Anas membantah tudingan-tudingan Nazaruddin tersebut. Dia mengatakan bahwa Kongres Demokrat bersih dari politik uang. Anas bahkan mengatakan rela digantung di Monas jika terbukti menerima uang Hambalang.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas pada awal Maret tahun lalu.
No comments:
Post a Comment