Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menilai pengambilalihan penanganan dugaan rekening gendut perwira Polri di institusi penegak hukum itu tidak bisa langsung dilakukan karena harus ada syarat yang dipenuhi.

"Harus ada syarat-syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku sehingga tidak bisa langsung diambil alih," kata juru bicara KPK Johan Budi SP kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (20-3-2013).

Dia mengatakan salah satu syaratnya adalah institusi penegak hukum yang menangani kasus tersebut merasa ada intervensi dalam penanganannya.

Dalam pasal 8 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan.

Dalam Pasal 8 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.

Selain itu dalam pasal 8 ayat (1a) disebutkan dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang memberikan saran kepada pimpinan instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang melaksanakan pelayanan publik untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengawasan, penelitian, atau penelaahan, pelaksanaan tugas dan wewenang instansi tersebut berpotensi korupsi.

Dalam pasal 8 ayat 3 disebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan, Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Selanjutnya dalam Pasal 9 UU nomor 30 tahun 2002 itu merinci mengenai alasan pengambilalihan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi, seperti dalam ayat (a)

bahwa laporang masyarakat mengenai tindakan pidana korupsi tidak ditindaklanjuti. Dalam ayat (b) disebutkan proses penanganan tindak pidana korupsi secara berlarut-larut atau tertunda-tunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Di dalam ayat (c) Pasal 9 disebutkan penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya, lalu dalam ayat (d) penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur korupsi.

Selanjutnya dalam ayat (e) dikatakan hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau dalam ayat (f) keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sebelumnya, Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) mendesak KPK mengambil alih penanganan kasus dugaan rekening tidak wajar atau rekening gendut di Polri.

"Kalau kita berharap kasus itu disidik Polri maka menjadi sia-sia. Kenapa dulu kasus ini diserahkan ke KPK agar lembaga itu yang bisa menyidik kasus tersebut," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Oce Madril di Jakarta, Selasa (29/1).

Melalui kewenangan supervisi yang dimiliki KPK, menurut dia lembaga antikorupsi itu bisa mengambilalih kasus tersebut. Dia menilai, KPK merupakan lembaga yang paling pas menindaklanjuti kasus tersebut karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Oce, kasus itu bisa diambilalih karena penanganannya terkatung-katung di Kepolisian. Dia menegaskan, kasus itu tidak dilanjuti kepolisian sudah diprediksi sejak awal karena akan terjadi konflik kepentingan didalamnya.