Surabaya (ANTARA News) - 70 persen dari 385 kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bermula dari pengadaan barang dan jasa, demikian Indonesia Procurement Watch (IPW), Sabtu.

"Tingginya angka kasus yang ditangani KPK, menjadi indikator proyek pengadaan barang dan jasa merupakan lahan subur praktik korupsi di Indonesia," kata Direktur Program IPW Hayie Muhammad pada pelatihan peliputan Pengadaan Barang dan Jasa di Surabaya, hari ini.

Menurut dia, selama ini perencanaan pengadaan barang dan jasa pada hampir semua kantor pemerintah khususnya daerah tidak diawasi maksimal sehingga dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi.

"Umpamanya ada pesanan-pesanan dari pihak-pihak lain seperti DPR, DPRD untuk memasukkan nilai pekerjaan atau proyek itu di atas harga HPS (Harga Perkiraan Sendiri)," katanya.

Akibatnya HPS menjadi lebih mahal dari pada harga pasar. "Itulah yang dibagi-bagi mereka untuk sebagai lahan korupsi mereka," katanya.

Selama ini proyek pengadaan barang dan jasa menghabiskan 30 persen anggaran APBN setiap tahun dengan peningkatan 10 persen per tahun.

Tak hanya KPK, Kejaksaan juga telah mengungkap sekitar 2.000 kasus pengadaan barang dan jasa terindikasi korupsi sehingga memboroskan anggaran 30 hingga 40 persen.

Hayie menambahkan, pengawasan sejak awal perencanaan berperan penting dalam mencegah kolusi dan korupsi, selain denganb mengurangi potensi pertemuan penyedia dengan pengguna layanan melalui transaksi elektronik.

Dia mengharapkan Badan Pemeriksa Keuangan mengawasi penuh proses pengadaan barang dan jasa. "Selama ini BPK kurang menyentu permasalahan itu," kata Hayie.