Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa pejabat Bank Indonesia yang ada di Amerika Serikat terkait dengan kasus korupsi fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

"Selain Bu Sri Mulyani, penyidik KPK juga memeriksa pejabat Bank Indonesia di Amerika Serikat, yaitu Kepala Kantor Bank Indonesia di sana Wimboh Santoso," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis.

Pada hari Senin (22/4), tiga orang penyidik KPK telah berangkat ke Amerika Serikat untuk memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang saat ini menjabat sebagai Managing Director Bank Dunia di Washington DC Amerika Serikat.

"Pemeriksaan Wimboh Santoso dilaksanakan kemarin, sedangkan pemeriksaan Bu Sri Mulyani belum dilakukan. Akan tetapi, tim tidak akan pulang ke Indonesia sebelum pemeriksaan selesai dilakukan," tambah Johan.

Wimboh pada tahun 2008 saat FPJP diberikan menjabat sebagai Kepala Biro Stabilitas Sistem Keuangan Bank Indonesia.

Hari ini, KPK juga memeriksa Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menjabat sejak Maret 2007 sebagai Direktur Bidang Pengawasan BI.

Pada tahun 2008, saat FPJP diberikan, Halim menjabat sebagai Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI yang merekomendasikan kegagalan Bank Century dapat berdampak sistemik.

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia Budi Mulya sebagai tersangka pada tanggal 7 Desember 2012, sementara mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah adalah orang yang dianggap dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Budi Mulya dikenai pasal penyalahgunaan kewenangan dari Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No. 20/2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri.

Pemberian pinjaman ke Bank Century bermula saat bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas pada bulan Oktober 2008.

Manajemen Century mengirim surat kepada Bank Indonesia pada tanggal 30 Oktober 2008 untuk meminta fasilitas repo aset senilai Rp1 triliun.

Namun, Bank Century tidak memenuhi syarat untuk mendapat FPJP karena masalah kesulitan likuiditas Century sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar secara terus-menerus.

Century juga tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen, padahal sesuai dengan aturan Nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008, syarat untuk mendapat bantuan itu adalah CAR harus 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengotak-atik peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP, yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia No. 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

BPK menduga perubahan ini hanya rekayasa agar Century mendapat fasilitas pinjaman itu karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8 persen, yaitu berkisar 10,39--476,34 persen dan satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah 8 persen hanya Century.

BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI. Belakangan, BI bahkan memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Century sebesar Rp689 miliar.

Posisi CAR Century ternyata sudah negatif 3,53, bahkan sejak sebelum persetujuan FPJP. Artinya, BPK menilai BI telah melanggar PBI No. 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif.

Selain itu, jaminan FPJP Century hanya Rp467,99 miliar atau hanya 83 persen yang melanggar PBI No. 10/30/PBI/2008 mengenai jaminan kredit.