Thursday, November 7, 2013

Jelang Pemilu, KPK Diminta Fokus Usut Korupsi Kehutanan



JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama dengan Human Right Watch (HRW) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi fokus mengusut masalah korupsi di sektor kehutanan. Ditengarai, korupsi kehutanan akan semakin merebak jelang pemilihan umum (pemilu) 2014.

“Calon dalam pemilu akan mencari duit dari alam yang juga akan menimbulkan konflik. Menjelang pemilu tahun depan, mereka akan mencari uang dari sumber daya alam,” kata Wakil Direktur Program HRW Joe Saunders di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (7/11/2013).

Menurut Anggota Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho, salah satu modus korupsi yang biasa terjadi di sektor kehutanan berkaitan dengan pemberian izin pengelolaan hutan yang bermasalah.

“Soal praktek SKSHH (surat keterangan sahnya hasil hutan) bodon yang biasa dikeluarkan secara dokumentasi sah, tetapi secara perolehan tidak sah. Peran-peran ini bisa diambil KPK atau masyarakat sipil berkaitan informasi praktek-praktek ilegal tersebut,” ujarnya.

Emerson menilai, sejauh ini KPK belum maksimal dalam mengusut korupsi di sektor kehutanan. Lembaga antikorupsi itu dinilai belum menjerat semua aktor korupsi, terutama pihak korporasi.

“KPK jangan hanya menjerat aktor-aktor pelaku saja, tetapi juga harus bisa menjerat korporasi," sambung Emerson.

Berdasarkan catatan ICW, setidaknya ada tujuh kasus korupsi kehutanan dengan 26 tersangka yang ditangani KPK selama kurun waktu 2003-2012. Joe mengatakan, sejauh ini vonis terhadap pelaku korupsi kehutanan juga belum maksimal.

“Tren vonis kepada pelaku penjahat kehutanan 60 persen bebas di pengadilan, memprihatinkan, cukong banyak lari keluar negeri,” ujarnya.

Dia juga mengatakan bahwa Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp 22 triliun pada 2011 akibat penyelewengan di sektor kehutanan. Kerugian itu muncul dari pajak yang tidak tertagih karena pembalakan liar dan subsidi yang tidak resmi. Angka kerugian ini didapat dalam kurun waktu setahun setelah sistem legalitas kayu diwajibkan bagi semua pelaku industri.

Kerugian ini, lanjut Joe, juga menunjukkan bahwa perjanjian perdagangan kayu antara Indonesia dan Uni Eropa tak cukup mencegah pembalakan liar dan mengatasi masalah korupsi dalam hal penerbitan lisensi kayu. Perjanjian ini mewajibkan kayu dari Indonesia yang diekspor ke Eropa untuk dilengkapi dengan sertifikat yang menunjukkan kayu tersebut diperoleh secara legal.

No comments:

Post a Comment