Thursday, November 7, 2013

Putusan Akil soal Hak Pilih di Pilkada Bali Diprotes


JAKARTA, KOMPAS.com – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar disebut pernah membuat dalil putusan yang melanggar prinsip dan azas dasar Pemilu. Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Provinsi Bali tahun 2013 yang tertuang dalam perkara nomor 62/PHPU.D-XI/2013, Akil bersama rekan sepanelnya, Maria Farida Indriarti dan Anwar Usman, mengeluarkan putusan yang mengizinkan pemilih untuk menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali atau dapat diwakilkan.

Putusan tersebut terungkap setelah kelompok yang menamakan diri sebagai Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Demokrasi mendatangi Gedung MK, Jakarta, Kamis (7/11/2013), untuk mengajukan protes. Mereka menilai putusan tersebut sangat berbahaya bagi kelangsungan pemilu apabila tidak ditindaklanjuti.

“Putusan tersebut nyata-nyata bertentangan dengan prinsip satu orang satu suara, sebagai prinsip yang fundamental dalam pemilu demokratis,” kata salah satu Anggota Koalisi Yaser Kurniawan.

Anggota Koalisi lainnya, Effendy Gazalli mendesak putusan perkara ini dicabut. Menurutnya, putusan ini sangat menciderai asas pemilu dan demokrasi. Setelah kisruh dalam penetapan DPT, lanjut dia, pemilu 2014 tidak boleh dirusak oleh hal-hal seperti ini.

“Kalau orangnya sudah diberhentikan dengan tidak hormat, maka kami minta putusannya juga dicabut dengan tidak hormat juga,” ujar Effendy.

Pakar Komunikasi Politik itu juga menilai, meskipun merupakan putusan yang dibuat oleh Akil, namun putusan ini menjadi tanggung jawab Mahkamah Konstitusi secara lembaga. Oleh karena itu, hakim-hakim lain serta seluruh elemen Mahkamah Konstitusi harus bertanggungjawab dengan putusan ini.

Yaser dan Effendy beserta rombongan tiba di Gedung MK sekitar pukul 15.00 WIB. Mereka langsung disambut oleh staf kesekjenan, namun upaya mereka menemui Ketua MK Hamdan Zoelva dan Wakil Ketua MK Arief Hidayat gagal karena kedua pemimpin baru MK tersebut sedang memiliki jadwal yang padat.

No comments:

Post a Comment