Thursday, October 24, 2013

Korupsi di DKI Bermunculan, Basuki Enggan Buka "Luka Lama"


JAKARTA, KOMPAS.com - Sembilan pegawai negeri sipil (PNS) DKI Jakarta telah ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan anggaran tahun 2009-2012. Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak akan membuka "luka lama" untuk mengungkap dugaan kasus-kasus serupa di masa lalu.
"Kita enggak suka buka 'luka lama', sakit lah. Mana enak sih buka 'luka lama'," kata Basuki di Balaikota Jakarta, Kamis (24/10/2013).
Basuki mengatakan bahwa dia dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo telah bersepakat untuk melakukan rekonsiliasi dan melupakan "dosa lama" di pemerintahan Provinsi DKI. Menurut Basuki, Jokowi enggan mempersoalkan kembali kesalahan-kesalahan para pejabat DKI di masa lalu dan meminta agar aparatnya fokus menata Jakarta.
"Pokoknya Pak Gubernur sudah bersepakat untuk bersama-sama maju ke depan," kata Basuki.
Sepanjang tahun ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Kepala Dinas Kebersihan Pemprov DKI berinisial EB sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan mobil toilet VVIP besar dan kecil di Dinas Kebersihan Pemprov DKI tahun anggaran 2009. Kasus itu diduga telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 5,3 miliar.
Sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan mantan Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas kebersihan Provinsi DKI berinisial LL selaku Kuasa Pengguna Anggaran, dan Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa berinisial A sebagai tersangka kasus yang sama.
Pada 13 September 2013, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menetapkan MM sebagai tersangka penyalahgunaan anggaran proyek kelistrikan di Kepulauan Seribu tahun 2012 senilai Rp 1,3 miliar. MM ditetapkan sebagai tersangka 12 hari setelah pensiun dari jabatannya per 1 September 2013. Sebelumnya, MM menjabat Kepala Unit Pengelola Kelistrikan Kabupaten Kepuluan Seribu.
Di hari yang sama, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara menetapkan SBR sebagai tersangka untuk kasus yang sama. SBR merupakan Kepala Seksi Perawatan UPT Kelistrikan Kabupaten Kepulauan Seribu.
Pada 11 Oktober 2013, Kejaksaan Negeri Jakarta Timur menetapkan Lurah Ceger berinisial FFL sebagai tersangka penyalahgunaan anggaran kasus pembuatan laporan pertanggungjawaban fiktif tahun 2012 senilai Rp 454 juta. Di hari yang sama, Kejari Jaktim juga menetapkan Bendahara Lurah Ceger ZA sebagai tersangka untuk kasus yang sama. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, FFL dan ZA langsung ditahan.
Pekan ini ada tiga pejabat struktural Pemprov DKI Jakarta yang terjerat kasus penyalahgunaan anggaran. Mereka adalah Kepala Suku Dinas (Kasudin) Tata Ruang Jakarta Selatan berinisial RS, yang menjadi tersangka kasus korupsi perizinan; Kasudin Komunikasi, Informatika, dan Humas (Kominfomas) Jakarta Pusat berinisial RB dan Kasudin Kominfomas Jakarta Selatan YI sebagai menjadi tersangka penyalahgunaan anggaran proyek pengadaan kamera pengawas dan sarana pendukungnya di Monumen Nasional oleh Kejari Jakarta Pusat.
RS diduga telah mengutip biaya pengurusan izin-izin yang besarannya tidak sesuai dengan tarif resmi yang telah ditetapkan. RS diduga telah menerima uang pengurusan dengan besaran bervariasi antara Rp 225 juta dan Rp 700 juta setiap perizinan. RS diduga telah melakukan tindak pidana korupsi mencapai Rp 1,89 miliar. Saat melakukan tindak korupsi tersebut, RS belum menjabat sebagai Kasudin Tata Ruang Jaksel, tetapi sebagai Kasie Tata Ruang Kecamatan Tebet dan Staf Tata Usaha Suku Dinas Tata Ruang.
Sementara itu, RB dan YI diduga telah menyalahgunakan anggaran pengadaan kamera CCTV di Monas senilai Rp 1,7 miliar pada tahun 2010. Saat itu, YI menjabat sebagai sebagai Kasudin Kominfomas Jakarta Pusat, yang kini ditempati oleh tersangka RB. Adapun RB menjabat sebagai Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa.

No comments:

Post a Comment