Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menerima banyak laporan pengaduan dari masyarakat setelah kasus dugaan suap pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi terkuak, kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP.

"Harus diakui setelah ada tangkap tangan dalam dugaan suap sengketa pilkada di MK ada beberapa laporan pengaduan masyarakat, di antaranya terkait pilkada dan hal-hal lainnya," kata Johan di Gedung KPK, di Jakarta, Selasa.

Sejumlah mantan calon kepala daerah yang merasa dirugikan saat bersengketa di MK bereaksi setelah KPK menangkap Akil Mochtar. Mereka melaporkan kepada KPK tentang kejanggalan dalam pengambilan putusan MK atas sengketa pilkada.

Salah satunya Atmari, mantan calon bupati di Pilkada Tanah Laut, Kalimantan Selatan, yang melaporkan dugaan suap dalam penanganan sengketa pilkada daerah tersebut.

Putusan MK menguatkan kemenangan pasangan Bambang Alamsyah-Sukamta pada 30 Mei. Padahal menurut Atmari, dia sudah membawa 23 barang bukti untuk membuktikan kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif.

Begitu juga dengan pasangan calon Bupati Banyuasin, Sumatera Selatan, Hazuar Bidui dan Slamet Sumosentono yang melaporkan ada dugaan suap di MK. Dalam laporannya ia menyebut adanya dugaan suap sebesar Rp10 miliar dari Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian kepada Akil Mochtar.

KPK menangkap tangan Akil Mochtar, Rabu (2/10) malam, di kediamannya di kompleks Widya Chandra III No 7 bersama dengan anggota Komisi II dari fraksi Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha Cornelis Nhalau.

Ia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam dua kasus dugaan suap penyelesaian sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Lebak, Banten. Akil diduga menerima suap dengan total 4 miliar untuk dua kasus tersebut.

KPK juga menetapkan lima tersangka lainnya.