Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Walikota Bandung Dada Rosada dalam kasus tindak pidana korupsi pengurusan perkara di pengadilan Tipikor Bandung dalam kaitan perkara pemberian bantuan sosial.

"Penyidik KPK melakukan upaya penahanan terhadap tersangka DR (Dada Rosada), Walikota Bandung, terkait penyidikan KPK terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam kaitan dengan penanganan perkara pemberian bantuan sosial di Pengadilan Negeri Bandung," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Senin.

Dada ditahan di rumah tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang untuk 20 hari.

Ia disangkakan berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta.

Johan mengatakan bahwa KPK tidak hanya berhenti pada penahanan Dada.

"Pengembangan kasus ini masih dilakukan KPK, jadi tidak tertutup kemungkinan kasus ini berkembang tidak hanya pada DR (Dada Rosada) dan ES (Edi Siswadi) dengan berdasarkan bukti yang cukup," jelas Johan.

Dalam kasus ini KPK menduga bahwa Dada turut serta dalam pemberian suap kepada mantan wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung Setyabudi Tejocahyono senilai sekitar Rp500 juta karena menangani kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial pemerintah kota Bandung, nama Dada dan Edi tidak tercantum dalam amar putusan hakim meski dalam dakwaan kedua nama tersebut disebutkan oleh jaksa.

Sedangkan pengacara Dada Rosada, Abidin mengatakan bahwa kliennya paham mengenai penahanan tersebut dan tetap meyakini bahwa uang suap itu diminta oleh orang ketua organisasi masyarakat Gasibu Pajajaran Toto Hutagalung.

"Yang meminta uang itu Pak Toto, Pak Dada tidak pernah memberikan uang ke siapa pun, yang memberikan uang itu Pak Herry (Nurhayat) dan tidak ada fakta pengumpulan uang untuk suap dari para kepala dinas (kadis)," kata Abidin.

Abidin mengaku bahwa Dada Rosada tidak pernah menyetujui pemberian uang kepada Setyabudi.

"Pak Dada tidak pernah menyetujui permintaan uang, awalnya Toto minta ke satu kadis, dijawab harus izin ke Pak Dada, awalnya minta Rp3 miliar, lalu Pak Dada tanya siapa itu yang minta? Dijawab tanya saja X, saya sebut X saja; ada permintaan dari hakim menurut Toto," jelas Abidin.

Abidin kemudian menjelaskan bahwa Toto Hutagalung kemudian berkoordinasi dengan pihak lain untuk penyerahan uang.

"Sejak itu Pak Dada tidak tahu lagi, tapi Pak Dada sangat siap untuk kooperatif dan menyampaikan apa adanya tanpa berusaha menyalahkan orang lain," jelas Abidin.

KPK sudah menetapkan enam tersangka dalam kasus ini, lima di antaranya disangkakan sebagai pemberi suap yaitu Walikota Bandung Dada Rosada, mantan Sekretaris Daerah Bandung Edi Siswadi, Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Kadispenda) Kota Bandung Herry Nuhayat, perantara pemberi suap Asep Triana, dan ketua organisasi masyarakat Gasibu Padjajaran Toto Hutagalung.

Kelimanya disangkakan pasal 5 ayat 1 atau pasal 6 ayat 1 atau pasal 13 UU 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Namun penerima suap baru menyeret hakim Setyabudi yang disangka melanggar pasal 5 ayat 2 atau pasal 6 ayat 2 atau pasal 12 huruf a atau b atau c atau pasal 11 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sangkaan pasal-pasal tersebut adalah mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Empat tersangka Setyabudi, Herry Nuhayat, Asep Triana, dan Toto Hutagalung sudah dipindahkan ke rumah tahanan Sukamiskin dan Kebonwaru dan disidang di Bandung.