Monday, August 19, 2013

Takut Terjerat Korupsi, Memilih Pensiun Dini



KOMPAS.com
- Suasana sepi terlihat di rumah Samudi di Kompleks Berlan, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (17/8). Di depan bagian rumahnya terpancang empat tiang bambu yang masing-masing terikat bendera Merah Putih. Begitulah suasana kemerdekaan ke-68 di rumah veteran pejuang yang ikut operasi penumpasan PKI di Madiun (1948) dan operasi Trikora di Irian Barat (1962) tersebut.

Saat ditemui Kompas, pria berusia 86 tahun tersebut sedang membaca sebuah buku di kamarnya. Istrinya, Siti Kasirah (82), sedang asyik menonton acara-acara televisi di ruang tamu. Di usianya yang semakin senja, Samudi masih tampak bugar. Dia masih mampu menyetrika, menyapu, mengepel lantai, dan membaca buku tanpa kacamata.

Ia mengaku sudah beberapa tahun terakhir ini tidak lagi mengikuti peringatan kemerdekaan di Istana Merdeka. Ia memilih mengikuti acara itu di kantor Wali Kota Jakarta Timur bersama rekan-rekannya.

Kemerdekaan, bagi Khotib (52), penjual topi asal Ciputat, Tangerang Selatan, adalah hidup yang cukup berat. Dia mengaku sudah lama merasakan kemerdekaan, tetapi hidupnya jauh dari cukup. ”Sehari pendapatan tidak sampai Rp 100.000,” katanya.

Melihat kondisi saat ini saat banyak pejabat hidup mewah dari hasil korupsi, Ibing (56), tukang parkir di sebuah swalayan di Lenteng Agung,
Jakarta Selatan, mengelus dada. Ia tidak berharap banyak dari para pejabat atau wakil rakyat.

”Kami sudah tidak tahu lagi mesti gimana untuk protes. Jadi, harapannya enggak mau muluk-muluk, pengin mereka melek aja melihat kondisi kami,” kata Ibing.

Berbagai kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR dan pejabat lain juga membuat Ibing berpikir ulang dan berhati-hati jika nantinya memilih wakilnya. ”Besok mau lihat seperti apa orangnya. Kalau tidak jelas, saya tidak memilih,” katanya.

Karena cemas terjerat korupsi itu pula, Samudi membuat keputusan penting pada tahun 1981, yaitu pensiun dini dengan pangkat terakhir letnan kolonel. Saat itu dirinya menjabat Kepala Logistik Pembekalan dan Angkutan Angkatan Darat.

”Banyak yang menawarkan saya untuk mengambil beberapa bahan logistik, seperti bahan bakar minyak, dalam jumlah besar. Padahal, itu untuk keperluan Angkatan Darat,” tuturnya.

”Saya merasa terpukul ketika melihat teman kerja yang masuk penjara karena korupsi,” ujar Samudi yang mendapatkan bantuan dari pemerintah sebesar Rp 250.000 per bulan.
(K06/K12)

No comments:

Post a Comment