Jakarta (ANTARA News) - Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta mengakui Ahmad Fathanah adalah perantarapengusungan Ilham Arief Sirajuddin sebagai calon gubernur dalam pemilihan kepada daerah di Sulawesi Selatan akhir 2012.

"Tapi kami tahu bahwa terdakwa perantara Pak Ilham," kata Anis Matta saat bersaksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis.

Andi mengaku secara fisik sudah mengenal Fathanah sejak 2012 dan mengatakan PKS menyerahkan mekanisme calon gubernur yang diusung PKS kepada Dewan Pimpinan Wilayah (DPW).

"Sesuai mekanisme kami, seluruh penentuan pemimpin daerah dari kabupaten sampai gubernur diserahkan ke DPW, selanjutnya DPW mengajukan surat kepada DPP (Dewan Pimpinan Pusat) untuk disahkan," jelas Anis.

Tapi Anis tidak mengakui bahwa mekanisme itu termasuk juga pemberian uang hingga Rp8 miliar seperti disampaikan Ilham saat bersaksi Kamis pekan lalu  (19/9).

"Tidak, termasuk pemberian dana karena itu masuk dalam perkara teknis, mekanisme pengambilan keputusan saja yang kami cek, jadi apakah musyarawah di sana sesuai prosedur, SK dikeluarkan oleh DPP rekomendasi DPW, uang itu teknis, kita di PPD tidak tahu hal itu," ungkap Anis.

Namun Anis mengaku mengenal Ilham Arif langsung karena merupakan walikota tempat daerah pemilihan Anis Matta yaitu Makassar, bahkan istri Anis dan Ilham bersepupu.

"Tapi memang ada kesalahan prosedur yaitu pengiriman uang ke Pak Najamuddin sehingga saya perintahkan untuk mengembalikan ke rekening yang bersangkutan," jelas Anis.

Dalam persidangan juga terungkap rekaman pembicaraan Anis dengan Fathanah.

"Waktu itu terdakwa juga perantara pilkada Takalar, masih satu rangkaian dengan Pilkada Sulsel, dia (Fathanah) ingin membawa ke Mahkamah Konstitusi, tapi saya tidak setuju karena perolehan PKS 24 persen sedangkan kompetitior 30 persen, biasanya susah dimenangkan di MK," ungkap Anis.

Untuk maju ke MK, keduanya sepakat untuk menyewa jasa pengacara dengan pembayaran yang dibagi dua dan akhirnya PKS kalah di MK.

Selanjutnya terungkap juga rekaman telepon pada 14 Januari 2013 mengenai keinginan menyewa jasa quick count. "Mengenai 30 ribu dolar dan Rp300 juta itu tentang quick count beliau (Fathanah) tanya bagaimana kalau survei bagus melakukan quick count," ungkap Anis.

Namun yang anehnya, pembicaraan uang tersebut dilakukan setelah dilakukan pilkada Sulsel.

"Pembicaraan tentang quick count itu sebelum Pilkada, sedangkan pembicaraan pada 14 Januari kami hanya silaturahmi saja," kata Anis.

Melihat hal itu ketua majelis hakim Nawawi Pomolongo mengingatkan Anis untuk berkata jujur.

"Ruangan ini adalah untuk berkata jujur," kata Nawawi. "Saya pahamnya seperti itu yang mulia," tambah Anis.

Anis mengaku mengenal Fathanah sebatas orang dekat Luthfi yang kadang berada di ruangan Luthfi di DPP PKS.  "Semua yang dilakukan beliau berhubungan dengan presiden," jelas Anis.