Thursday, September 19, 2013

Mantan Dirut PLN Pertanyakan Statusnya sebagai Tersangka KPK


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Eddie Widiono mempertanyakan langkah penyidik KPK yang telah menetapkan dirinya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di PLN.

Proses penetapan Eddie Widiono sebagai tersangka oleh KPK pada 4 Maret lalu dianggap tidak memiliki dasar penyelidikan yang memadai terkait dugaan kasus korupsi berupa penggelembungan dana (mark up) dan penunjukan langsung pada program proyek sistem komputerisasi untuk pelayanan kepada pelanggan CSI RISI di PLN.

Hal ini disampaikan oleh Maqdir Ismail, kuasa hukum Eddie Widiono, dalam konferensi persnya, Kamis (25/3/2010) di Jakarta. "Ini yang saya tidak mengerti, bagaimana teman-teman di KPK menetapkan Pak Eddie sebagai tersangka. Tidak jelas, mark up ini ada di mana? Pelakunya siapa? Yang diuntungkan siapa?" kata Maqdir.

Ia menjelaskan, dari data mengenai prosedur penunjukan rekanan di PLN dalam kasus CSI RISI, yang berhubungan bukanlah direktur utama, dan tidak terhubung dengan dugaan mark up tersebut. "Ini terlalu panjang kalau sampai ke Dirut," ungkapnya.

Seperti diberitakan, Eddie ditetapkan sebagai tersangka pada kasus pembangunan proyek sistem komputerisasi untuk pelayanan kepada pelanggan CSI RISI. Eddie diduga melakukan penggelembungan anggaran dana tahun 2004-2006 dan menyebabkan kerugian negara Rp 45 miliar.

Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Eddie sudah dua kali menjalani pemeriksaan KPK dalam proses penyelidikan. Ia diperiksa dua kali berturut-turut pada Juli 2009 . Maqdir mengatakan, sejak ditetapkan sebagai tersangka, Eddie hingga kini belum juga mendapat surat pemberitahuan resmi dari KPK.

Maqdir bahkan menyebut langkah KPK menetapkan Eddie Widiono menjadi tersangka ini sebagai bentuk kriminalisasi kebijakan. Ia mengatakan, KPK tidak lebih dulu mengkaji pihak mana yang diuntungkan. "Penetapan sebagai tersangka tanpa lebih dulu melihat siapa yang diuntungkan ini jelas bentuk kriminalisasi kebijakan," urainya.

Menurutnya, langkah yang diambil oleh Eddie Widiono dalam proyek CSI RISI tersebut sudah sesuai dengan prosedur di PLN. "CSI RISI dilakukan dengan outsource. PT Netway dipilih karena pihak yang ditunjuk sudah berpengalaman dan punya dana cukup. Outsource dilakukan dua tahun dan dapat persetujuan dari dewan," terangnya.

Saat disinggung apakah KPK seharusnya lebih dulu menetapkan tersangka mulai dari tingkatan general manager, Maqdir menyebut bahwa hal itu sepenuhnya kewenangan penyidik. Lebih lanjut, ia hanya meminta agar KPK bisa menjelaskan duduk persoalan dan penafsiran mark up dalam kasus ini kepada kliennya. "Saya khawatir, KPK terlalu dini menetapkan Pak Eddie sebagai tersangka," tuntasnya.

No comments:

Post a Comment