Tuesday, September 24, 2013

Budi: SBY Membuat Penyidikan Simulator Dilimpahkan ke KPK



JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan driving simulator SIM di Korps Lalu Lintas Polri, Budi Susanto, melalui kuasa hukumnya, Rufinus Hotmaulna, menilai tanggapan jaksa KPK atas eksepsi kliennya tak masuk akal. Menurutnya sudah sangat jelas bahwa pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang membuat Polri melimpahkan penyidikan kasus simulator ke KPK.

"Dia (jaksa KPK) tidak mengakui pidato Presiden. Padahal semua dunia ini tahu (Presiden) SBY yang membuat semua ini menjadi pindah (dilimpahkan ke KPK)," ujar Rufinus, Selasa (24/9/2013).

Sebelumnya, menurut pihak Budi, Polri seharusnya dapat menolak perintah Presiden karena pidato pada 8 Oktober 2012 itu bukanlah produk hukum. Pelimpahan kasus dari Polri ke KPK dianggap tidak sah karena tidak diatur dalam KUHAP.

"Jadi memang kami melihat tanggapan (eksepsi) ini sangat tidak masuk akal karena tidak ada satu KUHAP pun yang mengatur itu," katanya.

Sementara dalam menanggapi eksepsi Budi, jaksa KPK menegaskan bahwa penyidikan kasus simulator memang kewenangan KPK sepenuhnya. KPK tidak perlu menunggu pelimpahan dari Mabes Polri sehingga tidak ada kaitannya dengan pidato Presiden.

Jaksa menjelaskan hal itu berdasarkan Pasal 50 ayat (3) dan (4) Undang-undang KPK. Jika KPK sudah menyidik perkara yang sama dengan Kepolisian dan Kejaksaan maka dua lembaga hukum tersebut harus menghentikan penyidikan.

Untuk diketahui, KPK dan Polri sebelumnya sama-sama menangani kasus dugaan korupsi simulator. Dua lembaga itu memiliki tiga tersangka yang sama. Ketiganya yakni, Wakakorlantas Brigjen Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, pihak pemenang tender Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang sebagai pihak subkontraktor.

Polri kemudian menahan tersangkanya. Pada September lalu, Polri juga telah melimpahkan berkas perkara para tersangkanya kepada Kejaksaan Agung. Hubungan KPK dan Polri saat itu sempat memanas.

Kewenangan penanganan kasus simulator SIM akhirnya ditengahi oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya, Senin (8/10/2012) malam. Presiden menyampaikan, bahwa kasus tersebut ditangani oleh KPK. Namun, jika ditemukan kasus berbeda terkait penyimpangan pengadaan barang dan jasa akan ditangani oleh Polri.

Atas intruksi Presiden, akhirnya Polri menyerahkan tiga tersangkanya itu pada KPK. Budi didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 88,4 miliar dari proyek pengadaan driving simulator SIM di Korlantas Polri. Budi juga disebut memperkaya orang lain yaitu mantan Kakorlantas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Djoko Susilo sebesar Rp 36,9 miliar, Wakakorlantas Brigjen (Pol) Didik Purnomo sebesar Rp 50 juta, Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang sebesar Rp 3,9 miliar.

Dalam dakwaan juga dikatakan Budi telah memperkaya pihak lain yaitu Primkoppol Polri senilai Rp 15 miliar. Selain itu kepada Wahyu Indra Rp 500 juta, Gusti Ketut Gunawa Rp 50 juta, Darsian Rp 50 juta, dan Warsono Sugantoro alias Jumadi sebesar Rp 20 juta.

Perbuatannya disebut telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 144,984 miliar atau Rp 121,830 miliar dalam perhitungan kerugian negara oleh ahli dari BPK RI.

No comments:

Post a Comment